Sevan mengusap wajahnya dengan gusar, niat hati ingin mengejar Julia harus gagal gara-gara pesan yang Nagita kirim. Sevan tidak menyangka jika rumah tangganya akan berakhir seperti ini. Tapi Sevan tidak akan tinggal diam, ia harus bisa meyakinkan Julia. Walaupun sesungguhnya sudah terlambat."Julia, surat ini tidak akan menjadi penghalang untukku. Aku akan tetap berjuang untuk mendapatkan kamu lagi," gumamnya. Setelah itu Sevan beranjak masuk ke dalam mobilnya, lalu melaju meninggalkan halaman rumah tersebut.Dalam perjalanan Sevan benar-benar tidak bisa berpikir tenang. Lelaki itu terus memikirkan bagaimana caranya agar Julia bisa kembali Sevan miliki. Hidupnya terasa hampa tanpa adanya kehadiran Julia. Wanita yang sangat ia cintai.Tiba-tiba saja ponsel Sevan kembali berdering, awalnya ia acuh. Namun benda pipih itu terus menjerit-jerit, dengan terpaksa Sevan menepikan mobilnya terlebih dahulu. Setelah itu Sevan mengambil ponselnya yang ada di saku celananya."Nagita, ada apa lagi s
"Oh iya, sepertinya kamu juga perlu tahu, kalau perusahaan milik mas Sevan sudah dalam ambang kehancuran. Saham yang aku tanam sudah aku ambil kembali, jadi kamu siap-siap saja hidup dengan mantan suami yang sebentar lagi kembali bangkrut," ungkapnya lagi. Mendengar itu mata Nagita melotot, ia tidak menyangka jika Julia bisa melakukan hal itu."Apa?! Mas Sevan akan kembali bangkrut. Ini tidak boleh terjadi, bagaimana nasibku nanti, bagaimana dengan nasib anakku terutama yang masih dalam kandungan." Nagita membatin. Ia tidak ingin kembali hidup melarat.Nagita menatap Julia. "Kamu pasti bohong kan, mas Sevan tidak akan pernah bangkrut.""Kamu tanyakan sendiri pada mantan suamimu itu, dan mungkin sebentar lagi akan menjadi suamimu," ujar Julia. Wanita berbadan dua itu tersenyum tatkala melihat ekspresi wajah Nagita.Selang beberapa menit tiba-tiba sebuah mobil masuk dan berhenti di pelataran rumah. Mobil itu berhenti tepat di sebelah mobil milik Nagita, Julia hanya menghela napas meliha
"Ah sial, bisa-bisanya Julia juga menjual aset perusahaan." Sevan mengumpat kesal, tak lupa ia juga memukul setir mobilnya. Rasanya kepalanya ingin meledak mendengar kabar buruk itu."Semua ini gara-gara Nagita, coba saja aku menuruti omongan dia. Tidak mungkin aku kehilangan semua ini," gumamnya. Sevan menyesal karena sudah termakan omongan mantan istrinya itu.[Uang bulanan untuk Sera sudah aku transfer, seperti biasa] Sevan mengirim pesan tersebut untuk Nagita, mantan istrinya.@Nagita[Mas, bisa datang ke rumah nggak. Sera pengen ketemu, dari pagi merengek terus]@Sevan[Maaf, hari ini aku harus nemenin Julia ke dokter untuk periksa kandungan]@Nagita[Ya ampun, Mas. Periksa kandungan kan bisa sama supir atau siapa. Sera itu anak kamu loh, badannya panas]@Sevan[Iya, aku tahu. Ya sudah nanti aku mampir]"Ada apa, Mas?" tanya Julia yang baru saja masuk ke dalam mobil."Nagita, dia ngasih tahu katanya Sera badannya panas." Sevan menjelaskan."Ya sudah, kita ke sana saja. Kasihan Se
"Ada apa, Mas?" tanya Nagita dengan raut wajah panik."Aku harus pulang sekarang," sahut Sevan lalu beranjak masuk ke dalam mobilnya. "Kamu enggak nemuin Sera dulu, Mas." Nagita mengetuk kaca mobil milik mantan suaminya itu. Seketika Sevan menurunkan kaca mobilnya."Lain kali saja, aku ada urusan yang lebih penting," ujar Sevan. Setelah itu ia kembali menutup kaca mobilnya, lalu perlahan mobil tersebut melaju meninggalkan parkiran."Sudah resmi cerai saja mas Sevan terus mengabaikanku. Apa lagi jika masih bersama, ah sial." Nagita mengerang frustasi. Setelah itu ia memutuskan untuk masuk ke dalam mobilnya, lalu beranjak pergi ke sekolahan putrinya.Hanya butuh waktu sekitar empat puluh lima menit mobil Nagita sudah berhenti di depan gerbang sekolah putrinya. Selang lima menit Sera terlihat keluar, gegas Nagita membuka pintu mobilnya. Melihat ibunya sudah datang, Sera langsung berlari menghampirinya."Kok, Mama yang jemput. Papa mana? Katanya papa yang mau jemput." Sera sedikit meraju
"Sertifikat rumah ini mana." Sevan bertanya secara tiba-tiba. Mendengar itu Nagita cukup terkejut."Sertifikat rumah, untuk apa? Jangan bilang mau kamu jual ya, Mas." Nagita menatap netra hitam milik mantan suaminya itu."Memangnya kenapa, bukankah uangnya juga digunakan untuk membayar hutangmu juga," ujar Sevan. Tidak ada pilihan lain selain menjual rumah yang Nagita tempati."Terus kalau rumah ini dijual, terus aku sama Sera tinggal di mana?" tanya Nagita. Ia benar-benar tak habis pikir dengan jalan pikiran Sevan."Aku akan membawa Sera tinggal di rumah mama, dan kamu bisa pulang ke rumah orang tuamu," sahut Sevan. Seketika Nagita terkejut mendengar hal itu, tanpa rasa berdosa mantan suaminya mengatakan hal tersebut. Benar-benar tidak punya hati."Kamu tega ya, Mas ngomong kaya gitu. Sera itu anak aku, aku yang hamil dan melahirkan. Tidak rela jika Sera ikut denganmu," tuturnya. Nagita tidak akan pernah melepaskan Sera, meskipun itu kepada ayahnya sendiri."Terserah, yang penting se
"Siapa pria itu, kenapa begitu dekat dan akrab dengan Julia," batin Sevan. Cemburu, itu yang ia rasakan. Meski mereka sudah bercerai, tapi jika boleh jujur, Sevan cemburu melihat mantan istrinya dekat dengan pria lain."Pa, mama Julia sama siapa." Pertanyaan yang Sera lontarkan mampu membuat Sevan menoleh. Namun lelaki itu tidak menjawab, matanya kembali fokus menatap mantan istrinya.Mata Sevan benar-benar tidak bisa beralih barang sebentar. Ia terus menatap mantan istrinya yang kini bersama dengan pria lain. Terlihat jika mereka telah selesai menebus obat, Julia serta pria itu melangkah pergi. Ingin rasanya Sevan beranjak menghampirinya, tetapi langkah kakinya terasa berat."Julia, siapa pria yang bersamamu." Sevan membatin. Terlihat jika Julia seperti kesulitan untuk berjalan, mungkin karena perutnya yang sudah besar. Yang Sevan ingat bulan depan mantan istrinya akan melahirkan."Mas." Nagita mengguncang lengan Sevan, seketika lelaki dengan balutan jaket berwarna hitam itu menoleh.
Sevan memegang tengkuknya yang terasa sakit, perlahan ia menegakkan tubuhnya lalu menatap lelaki yang berdiri tak jauh darinya. Lelaki itu nampak tengah menggendong bayi yang hendak Sevan bawa kabur. Lelaki yang sama ketika berada di rumah sakit.Sevan menyipitkan matanya. "Siapa kamu, kembalikan anakku." "Aku akan mengembalikan kepada ibunya." Tanpa memperpedulikan Sevan, lelaki berkemeja putih itu beranjak masuk ke dalam ruang rawat Julia.Terlihat jika Julia sudah berada di ranjang kecil di mana putrinya berada. Melihat putranya kembali, seketika Julia bangkit dan langsung mengambil alih lalu menggendongnya. Julia juga menciumi wajah mungil putranya itu."Sayang kamu baik-baik saja kan." Julia terus menciumi wajah putranya, rasa khawatir masih menghantuinya."Ada apa ini, Julia kamu baik-baik saja kan." Sinta yang baru saja kembali sedikit heran ketika melihat Julia yang tengah memeluk erat putranya. Sedangkan Dewa berdiri tak jauh dari Julia."Mas Sevan mau bawa kabur anak aku, M
"Banyak jangan bercanda, tidak mungkin rumah ini disita," ujar Sevan. Lelaki itu tidak percaya jika rumah tempat tinggalnya akan disita, meski bukti telah ada. Namun Sevan berharap jika rumahnya tidak benar-benar disita."Ini sudah ada buktinya, Pak. Batas waktu yang kami berikan sudah habis," ujarnya seraya menunjukkan bukti. Sevan pasrah, memang semuanya benar. Dan kini Sevan harus berpikir untuk kedepannya seperti apa, terlebih saat ini Nagita tengah hamil."Kami harap besok rumah ini sudah kosong, kalau begitu kami permisi." Setelah mengatakan itu mereka beranjak pergi.Sevan menghela napas, lalu kembali masuk ke dalam, melihat suaminya masuk ke dalam. Dengan segera Nagita menutup pintu dan ikut menyusulnya. Sevan harus bertanggung jawab karena telah menyebabkan rumahnya disita."Mas semua ini gara-gara kamu, sekarang rumah ini disita. Terus kita mau tinggal di mana." Nagita meluapkan isi hatinya, kesal dan juga marah telah menjadi satu."Kok kamu nyalahin aku, aku banyak utang ga