"Kenapa senyum-senyum?" Gyan menjulurkan leher, berusaha mengintip layar ponsel yang Resta bawa. Sejak terdengar notifikasi pesan masuk, wanita itu mengutak-atik ponsel sambil sesekali tersenyum. Mengabaikan eksistensi Gyan yang lagi cari perhatian. "Coba sini liat kamu lagi chat sama siapa?" Nyaris saja ponsel itu berpindah tangan, tapi Resta berhasil menghindar ketika lelaki itu berusaha merebutnya. "Jangan rese deh," ujar Resta pelan dan beranjak mencari tempat agak jauhan dari Gyan. "Aku kan cuma pengin tau kamu chat-an sama siapa." Gyan mendengus. Dan dengan wajah sebal dia beranjak berdiri membuka lemari yang berisi kulkas mini lalu mengambil minuman ringan di sana. "Ini cuma dari Ridge." Gyan menoleh cepat. "Ridge? Ngapain? Coba sini liat." Gyan berusaha merebut ponsel Resta kembali, tapi lagi-lagi gagal. "Dia cuma ngasih tau kalau sekarang lagi ada di Malioboro. Dia juga mengirim beberapa foto." Dengan jarak aman dari jangkuan Gyan, Resta menunjukkan foto Ridge yang ber
"Amanda Wiratama."Daniel menunjukkan sebuah potret cantik kepada istrinya. Potret wanita dengan rambut sebahu bergelombang bermata legam. Memiliki tulang pipi tinggi dan bentuk bibir yang sensual. "Anak bungsu dari Surya Wiratama. Pemilik Wiratama Abadi Grup. Cantik kan?" tanya Daniel tersenyum lebar. Namun tidak dengan Delotta, wanita itu memundurkan badan dan menunjukkan wajah tak sukanya. "Umur kamu bahkan sudah mau 75 tahun. Bisa-bisanya memamerkan foto wanita muda padaku. Nggak sadar diri banget sih." Daniel kontan memejamkan mata. "Astaga, Baby. Apa yang kamu pikirkan?" tanyanya tak percaya. "Aku memang udah nggak menarik lagi. Umurku juga udah tua. Tapi aku nggak nyangka kamu punya pikiran mau menikah lagi." Delotta mengusap pipinya yang tanpa sadar sudah basah saja. Dia menepis tangan Daniel yang mencoba merangkulnya. "Baby, pikiranmu udah terlalu jauh." Daniel mendesah pasrah melihat istrinya yang malah sesenggukan. Dia lantas turun dari sofa dan duduk melantai di bawah
"Oh My God, Papi datang di waktu yang tak tepat."Refleks Daniel menutup matanya dengan tangan, lantas segera berbalik dan berjalan cepat seraya berseru. "Papi tunggu kamu di ruangan papi!" Lalu suara pintu tertutup terdengar. "Shit," umpat Gyan, yang langsung menjauhkan diri dan membenarkan pakaian Resta. Sementara itu Resta yang masih berada di pangkuannya tampak membeku dengan wajah pucat pasi. Ditepuknya wajah wanita itu dengan pelan. "It's okay, Honey. Everything gonna be ok." Demi apa pun, tubuh Resta rasanya lemas. Seandainya Gyan tidak memegangnya erat mungkin dirinya sudah jatuh terperosot. Dia terbengong, tapi badannya gemetar. Andai saja dia masih bisa mempertahankan kewarasan dan tidak ikut terbuai dalam permainan Gyan, kejadian kepergok begini tidak akan ada. Resta merutuki kebodohannya dalam hati. Sialnya, orang memergokinya itu Daniel. Tidak ada yang lebih sial dari itu. Astaga, mau taruh di mana nih muka?! Mata Resta mulai berkaca-kaca, lalu secara otomatis bahuny
Resta membantu Gyan mengenakan jas barunya. Jas baru yang dikirim oleh asisten Daniel siang tadi. Bukan hanya jas, Gyan juga mendapat satu setel outfit baru yang melengkapi jas tersebut. Resta menduga acara makan malam yang akan pria itu hadiri sangat penting. Sampai Daniel mengirim outfit serba baru untuk putranya. Padahal pakaian yang Gyan milikii di walk in closet-nya bejibun. "Kayaknya acara makan malam ini spesial banget," ujar Resta sambil membenarkan kerah kemeja Gyan. "Aku nggak tau, Sayang. Udah aku bilang kan, lebih baik kamu ikut aja," sahut Gyan merangkul pinggang Resta. Wanita itu menggeleng. "Aku masih belum punya muka ketemu presdir." Mendengar itu Gyan tertawa, lalu mengecup gemas pipi Resta. "Udah aku bilang papi nggak kenapa-kenapa." "Papi kamu mungkin nggak apa-apa, tapi aku? Kalau bisa nih muka kukantongi, udah aku kantongi." Resta menjauh, lalu memperhatikan penampilan kekasihnya. Keningnya mengerut melihat Gyan yang tampil begitu keren, padahal dia hanya per
Dislaimer : cerita ini hanya fiktif belaka. Jika ada kesamaan nama, tempat kejadian, itu adalah kebetulan semata dan tidak ada unsur kesengajaan. ======="Tempat yang menarik buat kamu itu seperti apa?" Gyan mulai menjalankan mobil setelah dirinya menggantikan posisi layanan vallet. Dengan pelan SUV itu keluar dari area taman hotel lalu bergabung dengan jalanan ibukota. "Kamu udah lama di Amerika, pasti tau dong tempat yang seru itu kayak gimana." Amanda menyahut masih dengan senyum yang sulit diartikan. "I don't know. Aku bukan mahasiswa keren yang hobi nongkrong. Kegiatanku di sana membosankan karena sering keluar masuk lab. Bukan keluar masuk club." Amanda tertawa kecil seolah mengejek apa yang Gyan katakan. "Impossible. Kamu bukan mahasiswa peraih beasiswa buat sampai ke sana kan? Yang harus rajin belajar biar bisa mempertahankan beasiswanya?" Pangkal hidung Gyan mengerut. Dia tidak suka mendengar nada meremehkan wanita itu. Asal Amanda tahu, mahasiswa beasiswa itu mungkin
Gyan tercenung selama beberapa saat. Niatnya, hal tentang Amanda hanya akan dia simpan sendiri. Dia berpikir Resta tidak perlu tahu karena menurutnya itu bukan sesuatu yang penting. Namun kalau sudah begini, Gyan tidak mungkin mengabaikan atau malah akan membuat wanita itu salah paham. "She's Amanda." Gyan melirik sejenak. Tidak ada reaksi dari wanita itu. Resta hanya diam seraya menunggu kelanjutan ucapan Gyan. "Putri Surya Wiratama." Seharusnya penjelasan itu cukup. Tapi tatapan Resta seolah menginginkan penjelasan lebih. "Aku hanya mengantarnya pulang." "Kenapa?" "Karena disuruh papi." Resta baru melepas tatap seraya mengangguk. "Itu wanita pilihan presdir buat kamu ya?" tanyanya, mengambil kesimpulan kasar dari keterangan Gyan. Info yang singkat, tapi itu cukup membuat dia paham. "Sok tau." Gyan kembali mengubah posisi tidur menghadap Resta. Sebelah lengannya dia lipat, menjadikannya bantal. "Itu cuma makan malam membahas tentang bisnis. Kebetulan putri Surya yang baru pulang
Halo! Karena Pesona Bos Galak masuk di Terpanas Populer, aku up lagi. Semoga makin banyak yang baca, makin banyak yang masukin novel ini ke library. Teman-teman jangan lupa rekomendasiin cerita ini ke yang lain juga ya. Happy reading terima kasih yang udah aktif baca dan komen. Bab ini spesial buat kalian.=============Daniel membuka kedua kakinya. Lalu memutar bahu ke arah belakang dalam sepuluh kali hitungan, dan lanjut hitungan yang sama ke arah depan. Setelah itu dia merentangkan dua tangan, lantas memutarnya ke depan. Bertepatan dengan itu, Gyan menyusul di sebelahnya. Mengikuti warming up sebelum bermain tennis. "Soal Resta..." Daniel bersuara di tengah kegiatan warming up. "I know you like her just for fun. Papi juga pernah muda. Dan sebelum bertemu mami kamu. Papi juga begitu." Gyan berhenti sejenak, lalu menoleh. "I'm not you, Dad. You can see how many times I've dated so far." "That's impossible." Daniel menggeleng tak percaya. "You date her?" Gyan membungkuk. Mengarahk
Joana berjengit saat Resta menempelkan botol minuman dingin ke pipinya. Dia berdecak sebal lalu merebut botol minum tersebut, membuka segel penutup, dan meminum isinya. Rasa dingin langsung menyebar ke sel-sel tubuhnya yang tadi sempat panas gara-gara Reno. Beruntung pria itu pergi sebelum dia mencabik-cabiknya seperti sampah. "Besok-besok lagi nggak usah dikasih pintu, Res. Ngelunjak ntar. Sok kecakepan. Astaga!" Joana menengadah lalu bergidik. "Apa sih yang Mayrosa pikirkan pas jadiin dia selingkuhan. Jelas bagus Pak Gyan ke mana-manalah." Resta tersenyum menyaksikan sahabatnya yang masih saja mencak-mencak. "Kenapa lo senyum-senyum? Jangan bilang lo masih punya hati sama tuh laki," tuduh Joana sadis yang langsung ditanggapi Resta dengan decapan sebal. "Hati gue kan cuma satu." Resta bergerak membuka tas dan mengeluarkan bawaannya. Dia menyibukkan diri merapikan meja yang berantakan. Di belakangnya, tepatnya di ujung tempat tidur Joana yang duduk di sana memperhatikan gerak-ge