Waktu terus bergulir, dan saat ini kandungan Salsa sudah berusia lima bulan. Waktu demi waktu terlewati bersama, hubungan keduanya pun semakin romantis. Sekarang Salsa juga sudah pandai memasak, ia selalu berusaha dan usahanya tidak sia-sia. Hal itu membuat Dewa semakin cinta pada sang istri, meski terkadang sikapnya membuatnya harus bersabar.
Pagi ini setelah mandi Salsa tengah sibuk memilih pakaian. Hampir yang ada di almari keluar semua, tetapi tidak ada satupun yang muat di badan Salsa. Perutnya yang sudah membesar serta badannya juga semakin berisi, hal itu membuat Salsa kesulitan memakai pakaian. Berat badannya juga terus naik, pipinya yang dulunya tirus sekarang semakin chubby.
"Astaga, Salsa. Kurang kerjaan banget sih, lemari pakai diberantakin segala," ucap Dewa yang baru keluar dari kamar mandi.
"Aku lagi cari baju, Mas. Nggak ada yang muat," ujar Salsa, tangannya masih sibuk memilih baju.
Salsa berteriak begitu kencang membuat Dewa yang berada di kamar mandi panik. Ia keluar dan melihat jika istrinya tengah berteriak dengan mata yang masih terpejam. Dengan rasa panik Dewa naik ke atas ranjang dan mencoba membangunkan sang istri. Ia menepuk pelan pipi Salsa, bahkan digoncangkan tubuh istrinya agar cepat bangun.Seketika Salsa terbangun dan terduduk dengan napas yang memburu. Bahkan ia langsung menghambur ke pelukan suaminya dengan tangis yang pecah. Dewa membalas pelukan istrinya dengan erat, ia merasa jika Salsa dalam ketakutan, entah apa yang terjadi, atau mungkin mimpi buruk yang membuat sang istri ketakutan seperti itu. Dewa semakin mempererat pelukannya, ia terus berusaha memberi ketenangan pada sang istri.Setelah cukup lama, Dewa melepas pelukannya dan menangkup wajah sang istri. "Ada apa, hem? Apa kamu mimpi buruk.""Bayi aku." Salsa memegangi perutnya, ia bernapas lega saat merasakan jika bayinya masih di dalam rahimnya.
Hari demi hari telah terlewati, Minggu demi Minggu telah berlalu, bahkan bulan demi bulan terus berjalan. Sejak pertemuannya dengan ayah kandungnya, Dewa tidak merasa penasaran lagi. Hubungan keduanya pun baik, bahkan sekarang Dewa dan Arman telah bekerja sama. Hanya saja, Sinta belum mau memaafkan kesalahan Arman pada masa lalunya.Sinta dan Surya juga belum merestui pernikahan Dewa dan Salsa, meski mereka tahu jika Salsa tengah hamil. Dan bulan ini adalah bulan di mana Salsa akan melahirkan. Dewa sudah sangat menunggu kehadiran buah hatinya yang telah lama ia tunggu. Bahkan Dewa sudah menyiapkan kamar serta nama. Ia sangat mengharapkan anak laki-laki.Siang telah berganti, matatahari pun telah kembali keperaduannya, menyisakan cahaya kemerah-merahan yang mulai memudar. Dan kini telah tergantikan oleh sinar rembulan. Hembusan angin malam terasa sangat menusuk kulit, Salsa yang saat ini berada di balkon kamarnya memilih untuk masuk ke dalam. K
Dewa dan Salsa masih berdiri di tempat, sementara wanita itu pun demikian. Ada perasaan aneh yang Salsa rasakan, ia juga merasa heran dengan wanita yang sedari tadi menatap ke arah suaminya tanpa berkedip. Sementara itu Dewa merasa terkejut dengan kehadiran wanita di masa lalunya, ia tidak menyangka jika dia akan kembali lagi."Dewa, aku senang bisa bertemu lagi denganmu. Aku sangat .... ""Stop, maaf aku buru-buru. Sayang, ayo." Dewa memotong ucapan wanita itu. Lalu segera mengajak Salsa untuk masuk ke mobil."Dewa, aku pastikan kamu akan kembali lagi ke pelukanku," batinnya. Wanita berambut pirang itu menatap kepergian Dewa dengan senyum liciknya.Dalam perjalanan pulang, Dewa memilih untuk diam, karena kebetulan baby boy yang ada di pangkuannya tertidur pulas, begitu juga dengan kembarannya. Sementara itu, Salsa merasa curiga dengan wanita yang ditemuinya tadi.
Dewa nampak terkejut saat melihat siapa yang berada di ruangannya. Ia tidak menyangka kalau dia berani datang dan tanpa seizin darinya, tiba-tiba masuk ke dalam ruang kerjanya. Wanita itu tersenyum lalu bangkit dari duduknya dan melangkahkan kakinya mendekati Dewa yang masih berdiri di ambang pintu."Kaget ya, kenapa sepagi ini aku sudah ada di kantormu," ucapnya dengan tersenyum.Dewa menghembuskan napas, ia berjalan masuk ke dalam. "Ada urusan apa kamu datang ke sini. Apa belum puas kamu .... ""Stst, masih pagi jangan emosi dong. Kedatanganku ke sini untuk melanjutkan hubungan kita yang sempat tertunda selama hampir lima tahun." Wanita itu meletakkan jari telunjuknya tepat di depan bibir Dewa.Dewa menepis tangan wanita itu dengan kasar. "Lebih baik sekarang kamu pergi, sebelum kesabaranku habis. Lagi pula tidak ada yang perlu kita bicarakan lagi. Semuanya sudah berakhir."
"Siapa kamu, dan untuk apa kamu datang ke sini?" tanya Salsa. Ia masih begitu ingat dengan wajah perempuan yang kini berdiri di hadapannya itu.Tanpa memperdulikan pertanyaan dari Salsa, perempuan berambut pirang itu menerobos masuk ke dalam. "Dewa kamu di mana, Dewa aku datang untuk jemput kamu, Dewa.""Dasar, perempuan tidak tahu malu, masuk ke rumah orang tanpa izin. Pake acara teriak-teriak lagi, dia pikir ini hutan," batin Salsa. Rasanya ia ingin menjambak rambutnya yang pirang itu lalu menyeretnya keluar."Heh, kamu nggak pernah diajari sopan santun ya. Masuk ke rumah orang tanpa izin, udah gitu teriak-teriak lagi, kamu pikir ini hutan apa," ungkap Salsa dengan menahan emosinya.Wanita itu hanya menyunggingkan senyumnya. "Ck, aku nggak ada perlu sama wanita murahan sepertimu.""Sayang, ada apa kok ribut-ribut, siapa yang datang?" tanya Dewa seraya ber
Malam telah tiba, pukul tujuh si kembar sudah tertidur. Azzam dan Azura kecapean setelah seharian bermain di rumah kakek Surya. Salsa dan Dewa merasa lega karena sang kakek sudah merestui pernikahan mereka. Tinggal dengan Sinta---ibunya, sampai mereka pulang, Sinta belum pulang.Setelah merapikan dan menyimpan mainan si kembar, Salsa beranjak keluar dari kamar. Ia akan melihat apakah makan malam sudah tersaji atau belum. Setibanya di ruang makan, makan malam sudah tersaji, melihat itu Salsa bergegas kembali ke kamar untuk mengajak Dewa makan malam bersama. Setibanya di kamar, terlihat Dewa masih sibuk dengan leptopnya."Mas makan malam dulu," ajaknya. Salsa berjalan menghampiri suaminya, lalu berdiri di samping meja kerja sang suami.Dewa menutup leptopnya lalu menarik pinggang Salsa hingga terduduk di pangkuannya. "Aku mau makan malam kamu saja."Salsa mengernyitkan keningnya. "Maksudnya, Mas."
Salsa berjalan masuk ke dalam, seraya memperhatikan wanita tersebut. Matanya menatap tak suka dengan kehadiran wanita yang tak lain adalah mantan kekasih suaminya. Salsa tidak menyangka kalau dia akan datang, dan mungkin akan merusak rumah tangganya. "Ada urusan apa kamu ke sini?" tanya Salsa dengan tatapan tajam. Belum sempat Alina menjawab, tiba-tiba Dewa datang dengan tergesa-gesa. Seketika pria berlesung pipi itu terkejut saat melihat istrinya sudah berada di ruangannya. Ini yang Dewa takutkan, pasti nanti akan terjadi kesalah pahaman. "Sayang, kamu ada di sini?" tanya Dewa. Ia berjalan menghampiri istrinya dan hendak merangkul pundaknya, tetapi Salsa menepis tangan Dewa. Dewa menatap heran pada sang istri. "Sayang, kamu kenapa." "Nggak usah sayang-sayangan. Jadi ini yang, Mas lakukan di kantor iya. Pamitnya katanya mau meeting, nggak tahunya meeting sama mantan." Salsa menatap sinis ke arah Alina. Dew
Pukul satu dini hari Dewa baru tiba di rumah, pria berlesung pipi itu bergegas masuk ke dalam kamar. Terlihat jika Salsa sudah terlelap tidur, Dewa berjalan mendekati ranjang lalu duduk di bibir ranjang. Matanya terus memandangi wajah cantik istrinya. Meski Salsa sibuk mengurus si kembar, tetapi wanita itu tak pernah lupa akan merawat tubuh dan wajahnya.Dewa melihat ada jejak air mata di pipi dan sudut mata Salsa, apa mungkin istrinya itu habis menangis. Dewa merasa bersalah karena ia telah membohongi wanitanya itu. Saat itu Dewa benar-benar bimbang dan juga bingung. Di sisi lain ia dipaksa untuk ke rumah sakit untuk menemui Alina, dan di lain sisi ia juga harus pulang, karena istri dam anaknya telah menunggu."Sayang, aku minta maaf karena sudah membohongimu. Aku benar-benar bimbang, Alina memang masa laluku, tapi entah kenapa hati ini ... aku sudah melupakannya, tapi kenapa dia harus kembali lagi," ungkap Dewa. T