POV Lidia Aku beranjak dari kamar saat mendengar keributan di luar. Terdengar suara Ibu dan bapak marah-marah dengan seseorang. Entah pada siapa. "Ada apa, Bu? Kenapa ibu marah-marah?" tanyaku seraya menghampiri Bapak dan ibu yang sedang duduk di ruang tamu. "Lidia, kamu pasti terkejut jika tau siapa tadi yang datang," ujar ibu masih dengan wajah kesal. "Memangnya siapa, Bu?" tanyaku penasaran. "Si Yusuf mantan suamimu," sahut Bapak. Aku tersentak, untuk apa Mas Yusuf datang kemari? Mau apa dia? "Lidia, mungkin dia lihat foto-foto Darasifa mirip kamu di media sosial, makanya dia datang minta-minta maaf. Dia pasti mengira Darasifa itu kamu," ujar ibu menerka-nerka. Aku terdiam. Ibu benar. Beberapa kali Mas Yusuf memang terus berusaha mendekati Darasifa. Bahkan hampir mempermalukannya di depan umum. Laki-laki yang pernah menyakiti hatiku itu saat ini sedang membutuhkan model Darasifa untuk perusahaannya. Yusuf kurniawan. Laki-laki yang pernah membuatku bahagia sesaat. Namun ju
POV Yusuf Entah apalagi cara yang harus aku tempuh untuk mendapatkan kontrak dengan Darasifa. Aku sangat yakin kalau Darasifa itu adalah Lidia. Walaupun sekarang dia terlihat jauh lebih cantik, tapi aku sangat mengenalnya luar dan dalam. Bersamanya selama setahun itu cukup membuatku mengenalnya lebih jauh. Menurut informasi dari Rudi, malam ini Darasifa mengadakan jumpa fans di sebuah cafe di tengah kota. Aku harus ke sana. Kali ini aku harus nekad. Kamu tidak akan menghindar lagi dariku, Lidia. Lihat saja nanti. Cukup lama aku menunggu model iklan itu untuk tampil. Untung saja ada beberapa artis penyanyi yang tampil menghibur. Hitung-hitung refresing setelah sekian lama otak dan pikiranku terkuras oleh banyaknya beban pikiran. Terutama karena Rena. Istriku itu kini banyak membuat ulah. Kerjanya hanya menyusahkanku. Sebenarnya aku sangat ingin menceraikannya sekarang juga. Namun dulu aku telah bodoh memberikan rumah itu padanya. Dan merubah nama Lidia menjadi nama Rena di sertifik
Pov Rena [ Rena, aku rindu. Tolong angkat panggilan videoku] Kurang ajar si Rey, kenapa dia masih saja menggangguku? [Kenapa enggak diangkat? Jangan coba-coba menolak permintaanku! Atau semua foto-foto mesummu aku perlihatkan pada suamimu dan akan kusebar ke media sosial. Camkan itu!] Ya ampun Bagaimana ini? Sebenarnya aku sudah muak mengikuti kemauannya itu. Sungguh aku menyesal pernah berkenalan dengan Rey di media sosial. Awalnya dia mengaku sebagai pengusaha kaya, dan aku percaya. Aku pikir, bisa memanfaatkan uangnya demi kesenanganku. Berawal dari chatingan, telphon dan akhirnya lewat video call kamipun semakin dekat. Tentunya tanpa sepengetahuan Mas Yusuf. Laki-laki itu mudah sekali aku bohongi. Seluruh hartanya dengan mudah aku kuasai. Termasuk rumah ini. Beberapa kali Rey memintaku untuk melakukan video call tanpa busana guna menuntaskan hasratnya. Dengan berjanji akan mentransfer ke rekeningku uang lima juta setiap minggu. Lama-lama laki-laki itu ketagihan dan se
Toko perhiasan ini adalah yang terbesar dari pada toko-toko perhiasan lainnya. Langganannya rata-rata dari kalangan artis dan pejabat. Di sini pula dijual perhiasan dengan desain limited edition. Salah satunya kalung yang di pakai Darasifa. Aku jadi teringat kalung yang dipakai ARTku waktu itu. Kenapa bisa persis dengan kalung yang di pakai Darasifa? Itu pasti tiruannya. Tapi kenapa terlihat asli? Apa wanita itu mencurinya disini. Jangan-jangan perempuan itu disini ada maksud tidak baik. Ya, pasti dia akan mencuri perhiasan lagi. Dengan langkah mantap aku menghampiri salah satu pelayan toko. "Mbak, aku mau model kalungnya yg terbaru, dong." Sengaja kukeraskan suara, Agar semua orang melihatku. Dengan menaikkan dagu sedikit ke atas, aku berbicara dengan beberapa pelayan. Beberapa perhiasan kutunjuk agar mereka mengambilkannya untuk kulihat. Sementara wanita berkacamata besar kampungan itu diam-diam melirikku. Kasian, dia pasti jadi minder ketika aku datang. Aku yakin wanita berhi
Hari yang melelahkan. Sampai saat ini Rudi belum juga bisa aku hubungi. Biarlah aku pulang saja. Badan terasa mau rontok semua. Lidia benar-benar balas dendam padaku. Aku harus memutar otak mencari cara untuk mendapatkannya kembali. Ya, satu-satunya cara yaitu membuat dia jatuh cinta lagi padaku. Baru setahun yang lalu kami berpisah. Pasti masih ada rasa yang tersisa untukku. Wanita itu dulu sangat tergila-gila dan patuh padaku. Dengan kecepatan tingg kujalankan mobilku. Agar segera sampai di rumah dan beristirahat. Saat sampai di rumah aku melihat Rena dengan kebiasaannya tiduran di depan televisi. Sudah muak aku melihatnya. Apalagi setelah mendapatinya berselingkuh dengan laki-laki lain lewat panggilan video. Kalau tak ingat rumah ini atas namanya, sudah kuusir dia sejak kemarin. "Sudah pulang, Mas?" Rena perlahan mendekatiku yang baru saja masuk dan melewatinya "Sudah dong mas, jangan diamkan aku terus kayak gini. Aku kangen sama kamu, Mas" Tanpa rasa menyesal akan perbuatannya
Pagi ini tidak ada sarapan, pakaianku kembali kusetrika sendiri, semua kukerjakan sendiri. Menurut yayasan penyalur ART, Widia tidak nyaman bekerja disini karena perlakuan istriku. Memang sejak awal Rena tidak suka dengan Widia. Hari ini adalah batas waktu yang diberikan Pak Sami untukku mendapatkan kontrak kerja dengan Darasifa. Apa yang harus aku katakan kalau aku tidak berhasil. Aku pasti akan di pecat. Sial sekali aku ini. Terancam dipecat dengan hutang yang menumpuk. Semoga Pak Sami masih mau memberiku tambahan waktu. Perjalanan menuju kantor hari ini lancar. Sesampainya di kantor aku langsung menuju kantin untuk makan. Sejak semalam aku tidak makan. Punya istri tidak berguna. Hanya ingin enaknya saja. "Tumben sarapan di kantin lagi, Pak Yusuf." Aku hanya tersenyum menanggapi sapaan teman-teman kantor. Nasi uduk dan gorengan sudah cukup untuk sarapan pagi ini. Aku harus lebih berhemat sekarang. Biarlah Rena mengurus perutnya sendiri. Aku sudah enggan memikirkan wanita itu.
"Kerja nggak becus kalian semua! "Pak Sami terlihat sangat marah hingga menggebrak meja di depanmya. Semua yang ada di ruang meeting ini diam tertunduk. Termasuk Aku. Entah apa yang akan terjadi nanti, aku pasrah. Semua kepala divisi hadir dalam meeting bulanan ini. Termasuk aku dari divisi operational lapangan. "Yusuf. Apa saja kerjamu? Setiap hari ke lapangan. Tapi tidak satupun iklan kita yang jalan," teriak Pak Sami seraya melotot padaku. Habislah sudah diriku. Satu-persatu setiap divisi menerima protes pedas dari Pak Sami atas kerja mereka satu bulan ini. "Kalian tau? omzet kita bulan ini turun tiga puluh persen. Kalau tidak segera di benahi, bisa-bisa bulan depan kita mengalami kerugian." Jelasnya dengan nada tinggi penuh emosi. Setelah mengevaluasi kerja setiap divisi, meetingpun berakhir. Tiba-tiba Pak Sami menghampiriku. "Yusuf, setelah meeting ini, kamu ke ruangan saya!" perintahnya. "Baik, Pak." Aku mengangguk. Tamatlah riwayatku. Dengan membuang nafas kasar, aku
"Perempuan murahan kamu Rena. Keluar kalian dari sini!!" teriakku. Tubuhku bergetar menahan emosi yang sudah memuncak. Kedua tanganku mengepal. Rasanya kemarahanku sudah keubun-ubun. Dua manusia laknat itu kelabakan mencari pakaian mereka yang berceceran di lantai. Wajah Rena yang sebelummya nampak menggoda, kini berubah menjadi sangat ketakutan ketika melihatku. Aku yang muak melihat pemandangan itu langsung menuju ke ruang tamu. Laki-laki gemuk berkulit hitam yang bersama Rena tadi nampak sangat marah menghampiriku. "Hai laki-laki nggak berguna, Keluar kamu dari sini!" bentaknya. Hey bisa-bisanya dia mengusirku dari rumahku sendiri. "Kurang ajar, kalian yang seharusnya pergi dari rumahku!" sahutku setengah berteriak. "Jangan mimpi kamu! Rumah ini sudah jadi milikku sekarang. Kamu lupa? kalau rumah ini sudah digadaikan oleh istrimu?" Jelas pria gemuk itu. Sementara Rena masih meringkuk ketakutan di sudut ruangan. Astaga Renaaa!! Jadi rumah inipun sudah jatuh ke tangan laki