POV Rena Saat aku terbangun, Mas Yusuf tidak ada di sampingku. Mungkin suamiku itu tidur di luar. Masih marahkah dia? Biarlah, nanti juga dia menyesal telah memarahiku semalam. Mas Yusuf sangat mencintaiku. Jadi mana mungkin dia marah beneran sama aku. Liat aja, sebentar lagi pasti dia akan minta maaf padaku. Aku beranjak dari ranjang, lalu memandang ke cermin. Pipiku masih merah. Teganya kau, Mas. Aku tak menyangka Mas Yusuf telah menamparku. Selama ini laki-laki itu selalu menuruti apapun yang aku inginkan. Termasuk menceraikan istrinya yang sakit-sakitan dan buruk rupa itu. Dulu dengan mudahnya laki-laki itu memberikan segalanya untukku. Aku diperlakukan bagai putri raja olehnya. Dia nyaris jarang pulang ke rumah, karena muak dengan istrinya yang penyakitan itu. Hingga tanpa sepengetahuan Lidia, aku di belikan sebuah rumah minimalis oleh Mas Yusuf. Walaupun tidak sebesar rumah yang di tempati Lidia, namun laki-laki itu hampir tiap hari menginap di tempatku. Setelah mereka ber
Bab 10. Nyaris Bangkrut Suasana hatiku jadi kacau pagi ini gara-gara Rena. Tidak biasanya ia bangun pagi-pagi seperti tadi. Apalagi semalam dia habis aku marahi. Biasanya dia tidak akan keluar kamar dan tidur seharian. Padahal pagi ini aku ingin kembali mengantar Widia ke kampusnya. Ingin memastikan apakah kata-katanya kemarin serius? Wanita itu makin hari makin terlihat cantik. Sayangnya dia tidak mau membuka kacamatanya. Widia, Aku yakin di balik hijabmu itu tersembunyi kecantikan yang luar biasa. Seandainya saja kamu sudah halal untukku. Betapa bahagianya hidup ini. Ada istri yang cantik sholehah dan bisa mengurusku dengan baik. "Pak Yusuf, dipanggil Bos Sami!" ujar Pak Sarkim salah satu karyawan di sini, membuyarkan lamunanku. "Iya Pak. Saya segera ke sana." Mati aku. Pasti si Bos botak itu mau menanyakan perkembangan kerjasama dengan artis model Darasifa. Apa yang harus aku katakan nanti. Sebaiknya aku tanyakan dulu pada Rudi. Sepertinya Rudi belum datang. Sebaiknya aku hu
Pagi yang cerah, namun udara masih dingin. Ingin rasanya keluar untuk mencari keberadaan Widia. Aku memang memberikan satu kunci duplikat pada asisten rumah tanggaku itu. Agar tidak perlu membangunkanku jika dia datang lebih pagi. Rena masih saja meringkuk di atas ranjang. Perlahan aku beranjak turun dan melangkah keluar. Perlahan membuka pintu kamar agar jangan sampai membangunkan istriku itu. Jam di dinding menunjukkan pukul tujuh pagi. Harum masakan dari dapur sudah tercium aromanya. Perlahan melangkah menuju dapur. Tampak seorang wanita dengan sangat cekatan sedang memasak membelakangiku. Seandainya dia istriku, tentumya sejak tadi sudah aku peluk wanita itu dari belakang. Persis saat Lidia masih ada di sini, dulu. Ketika dia masih menjadi istriku. Kenapa aku begitu rindu saat-saat seperti dulu. Bagaimana kabarnya mantan istriku itu. Masih sakitkah dia? Dulu Lidia sangat cantik. Wanita itu sangat lembut dan selalu mengurusku dengan baik. " Ada apa, Pak?" Aku terlonjak saat Wid
"Ciee .... diliatin terus. Ingat sama istri, Bos!" Rudi datang mengejutkanku. "Bagaimana, Apa sudah berhasil menemui manager Darasifa?" "Sudah, Bos. Tapi aku belum berhasil bicara mengenai kontrak kerjasamanya Bos," sahut Rudi. "Sepertinya aku harus bisa mendekati Darasifa. Hanya itu satu-satunya cara untuk mendapatkan kontrak kerjasama dengannya," "Kamu serius , Suf? " tanya Rudi tak yakin.⁰ "Kamu meragukanku? Liat saja nanti, Darasifa akan kudapatkan. Tidak saja kontrak itu, tapi aku juga akan mendapatkan hatinya." sahutku penuh keyakinan. Rudi memandangku dengan heran sembari geleng-geleng kepala. Mungkin dia tidak yakin dengan ucapanku. Cukup lama aku menunggu Darasifa selesai pemotretan. Aku akan terus berjuang untuk mendekatinya. Karena kalau sampai gagal, banyak sekali resiko yang akan aku terima. Selain dipecat, aku juga tidak akan bisa membayar semua hutang-hutangku. Aku kembali mendekati Darasifa setelah selesai pemotretan. Sengaja aku duduk tidak jauh dari tempat D
"Apaa kamu bilang? Ganti model? Jangan seenaknya aja kamu bicara!! Kalau memang tidak sanggup, bilang!" Pak Sami terus memarahiku. "Oh tidak, Bos. Saya bukannya tidak sanggup. Tapi team mereka sungguh keterlaluan. Nominal yang mereka minta sampai lima milyar," jelasku. "Itu bukan urusanku. Itu tugasmu untuk melobi dengan mereka," tegas Bos botak itu. Kemudian pergi berlalu dari hadapanku. Habislah aku kalau begini. Ya Tuhan. Sepertinya aku harus lebih nekad lagi mendekati Darasifa. Apa yang harus aku lakukan? "Rud, gimana nih? Aku kehabisan akal nih." Menghempaskan tubuh pada sofa yang berada di ruanganku saat makan siang. "Entahlah, Bos. Aku juga sudah nyerah dengan managernya," sahut Rudi dengan suara lemah. Gawat, sepertinya dia pun putus asa. Kali ini aku terpaksa pesan makan sian⁸g secara online, karena Widia tidak datang hari ini. Bodohnya aku yang tidak mengetahui nomor ponsel wanita cantik itu. Pagi tadi aku kelabakan karena tidak ada sarapan dan pakaian yang biasanya su
POV Lidia Aku beranjak dari kamar saat mendengar keributan di luar. Terdengar suara Ibu dan bapak marah-marah dengan seseorang. Entah pada siapa. "Ada apa, Bu? Kenapa ibu marah-marah?" tanyaku seraya menghampiri Bapak dan ibu yang sedang duduk di ruang tamu. "Lidia, kamu pasti terkejut jika tau siapa tadi yang datang," ujar ibu masih dengan wajah kesal. "Memangnya siapa, Bu?" tanyaku penasaran. "Si Yusuf mantan suamimu," sahut Bapak. Aku tersentak, untuk apa Mas Yusuf datang kemari? Mau apa dia? "Lidia, mungkin dia lihat foto-foto Darasifa mirip kamu di media sosial, makanya dia datang minta-minta maaf. Dia pasti mengira Darasifa itu kamu," ujar ibu menerka-nerka. Aku terdiam. Ibu benar. Beberapa kali Mas Yusuf memang terus berusaha mendekati Darasifa. Bahkan hampir mempermalukannya di depan umum. Laki-laki yang pernah menyakiti hatiku itu saat ini sedang membutuhkan model Darasifa untuk perusahaannya. Yusuf kurniawan. Laki-laki yang pernah membuatku bahagia sesaat. Namun ju
POV Yusuf Entah apalagi cara yang harus aku tempuh untuk mendapatkan kontrak dengan Darasifa. Aku sangat yakin kalau Darasifa itu adalah Lidia. Walaupun sekarang dia terlihat jauh lebih cantik, tapi aku sangat mengenalnya luar dan dalam. Bersamanya selama setahun itu cukup membuatku mengenalnya lebih jauh. Menurut informasi dari Rudi, malam ini Darasifa mengadakan jumpa fans di sebuah cafe di tengah kota. Aku harus ke sana. Kali ini aku harus nekad. Kamu tidak akan menghindar lagi dariku, Lidia. Lihat saja nanti. Cukup lama aku menunggu model iklan itu untuk tampil. Untung saja ada beberapa artis penyanyi yang tampil menghibur. Hitung-hitung refresing setelah sekian lama otak dan pikiranku terkuras oleh banyaknya beban pikiran. Terutama karena Rena. Istriku itu kini banyak membuat ulah. Kerjanya hanya menyusahkanku. Sebenarnya aku sangat ingin menceraikannya sekarang juga. Namun dulu aku telah bodoh memberikan rumah itu padanya. Dan merubah nama Lidia menjadi nama Rena di sertifik
Pov Rena [ Rena, aku rindu. Tolong angkat panggilan videoku] Kurang ajar si Rey, kenapa dia masih saja menggangguku? [Kenapa enggak diangkat? Jangan coba-coba menolak permintaanku! Atau semua foto-foto mesummu aku perlihatkan pada suamimu dan akan kusebar ke media sosial. Camkan itu!] Ya ampun Bagaimana ini? Sebenarnya aku sudah muak mengikuti kemauannya itu. Sungguh aku menyesal pernah berkenalan dengan Rey di media sosial. Awalnya dia mengaku sebagai pengusaha kaya, dan aku percaya. Aku pikir, bisa memanfaatkan uangnya demi kesenanganku. Berawal dari chatingan, telphon dan akhirnya lewat video call kamipun semakin dekat. Tentunya tanpa sepengetahuan Mas Yusuf. Laki-laki itu mudah sekali aku bohongi. Seluruh hartanya dengan mudah aku kuasai. Termasuk rumah ini. Beberapa kali Rey memintaku untuk melakukan video call tanpa busana guna menuntaskan hasratnya. Dengan berjanji akan mentransfer ke rekeningku uang lima juta setiap minggu. Lama-lama laki-laki itu ketagihan dan se