Entah sudah berapa kali suamiku bolak balik pulang ke rumah, makan siang, atau sekedar rebahan sebentar saja, aku masih diam saja di dalam kamar tak beranjak, menatap layar televisi, sesekali aku memainkan ponselku, hari ini rasa malas sedang mendominasi tubuh juga perasaanku.
Sekitar pukul 3.30 pm suamiku pulang dari bekerja, ia mengganti pakaiannya, meletakkan ponselnya di meja riasku, sudah menjadi kebiasaannya seperti itu.
"Sayang sudah mandi?" Tanyanya padaku sembari memakai baju kaos oblong warna hitamnya.
"Belum, sebentar lagi yah, masih seru nih." Jawabku yang masih fokus dengan ponsel, membalas pesan-pesan dari teman-temanku juga keluargaku di kampung halamanku, Bali.
"Seru apa ayo, chat sama siapa itu? Hmm? Mandi dulu gih, nanti ayah ajak jalan-jalan sore keliling-keliling, liat-liat atau bunda mau belanja-belanja." Ajaknya.
"Oke, sekarang yah." Jawabku antusias, aku beranjak dan mengambil baju ganti di lemari, mengambil handuk, bergegas masuk ke kamar mandi lalu membersihkan diriku, tak lupa ritualku itu di iringi dengan lagu yang ku nyanyikan sendiri, sudah jadi kebiasaanku, menyanyi di dalam kamar mandi, bagi diriku sendiri suaraku cukup indah di dengar, itu bagiku ya, belum tentu bagi orang lain, karena aku tak pernah sekalipun memamerkannya di khalayak publik.
Aku paling suka menyanyikan lagu-lagu cinta yang sedih-sedih, seperti lagunya Momo Geisha atau lagunya Coklat, Peterpan, Ada Band dan banyak lagi yang menjadi list favoriteku.
"Ayah, bunda sudah selesai, ayah mandi sudah." Teriakku seraya meliriknya dari arah depan kamar mandi melihat ke belakang di kandang ayam kesayangannya. Suamiku pencinta ayam, ia hobby sekali memelihara binatang yang suka ku makan dagingnya itu, terkadang ia beli dengan harga yang lumayan, lalu ia jual lagi setelah sekian lama. Bisa di bilang ia gunakan sebagai bisnis sampingan.
"Sebentar bun, sedikit lagi selesai." Jawabnya singkat, ayam yang udah anteng-anteng di dalam kandang itu terkadang ia keluarkan, ia masukkan lagi, ayam yang sudah bisa makan sendiri bahkan dari bayipun terkadang ia suapi, padahal aku yang istrinya inipun tak pernah di suapinya.
Aku duduk di depan meja riasku, ku poles wajahku dengan cream merk yang sering terlihat di televisi, kemudian alas bedak yang 1 merk juga, setelahnya ku poleskan bedak tipis, pensil alis, dan terakhir ku pakai lipstik pink pada bibir tipisku.
Rambutku yang panjang sebahu ku gerai begitu saja, suami selalu melarangku mengikat rambut, katanya lebih cantik jika rambutku di gerai saja, hal termanis yang kerap kali di lakukan suamiku adalah menarik ikat rambutku tiba-tiba saat ia mengetahui aku mengikat rambutku. So sweet bukan? Aku sangat suka jika ia melakukan itu.
"Yah, sudah jam berapa sih ini? Belum selesai-selesai juga." Gerutuku sedikit berteriak agar suaraku di dengarnya, entah sudah berapa lama aku menunggunya.
"Iya bun, sekarang." Jawabnya, beranjak dari kandang ayam. Bukannya langsung ke kamar mandi dia malah mengambil ponselnya yang belum sempat ku sentuh di meja riasku.
Ku lirik sekilas ekpresinya memegang ponsel, tangannya seperti sedang mengetik, dan segurat senyuman terukir jelas di bibirnya, astaga, suamiku tersenyum membalas pesan, itu dia lagi chat sama siapa sih? Hatiku sudah tidak sabar ingin mengintip ponselnya lagi.
"Mandi sana sayang, malah main hp lagi. Uda sore nih, katanya may ngajak jalan-jalan." Ucapku.
"Iya ibunda ratu, sekarang ayah mandi." Jawabnya, tanganya menoel daguku lembut, bibirnya tersenyum manis.
"Makanya tu jangan pegang ayam terus, sampe lupa mandi." Aku menggerutu lagi.
"Astaga bunda, hhahhahaa, masak bunda cemburu sama ayam?" Suamiku terkekeh melihatku yang memasang wajah jengkel.
"Bukannya bunda cemburu sama ayam ayah, jengkel aja, kalau sudah main ayam ayah suka lupa waktu gitu." Aku kembali memasang wajah cemberut.
"Bun, masih mending ayah main ayam, daripada ayah main perempuan, hayo, bunda pilih yang mana?" Goda suamiku lagi.
"Ayah aahhh... Jangan gitu ahh..."
"Hahahahha, makanya jangan aneh-aneh mikir bun, ya sudah, ayah mandi dulu." Suamiku langsung masuk ke kamar mandi, handuknya di kalungkan di lehernya.
"Ayah sih, sama ayam perhatiannya luar biasa, tp sama bunda pelit banget sama perhatian." Teriakku lagi, agar ia mendengar suaraku dari dalam kamar mandi.
"Jangan cemburu sama ayam bun. Hahahaha..." Suamiku kembali terkekeh dari dalam kamar mandi menertawakanku.
Beberapa menit setelah ku pastikan ia benar-benar mandi, ku ambil lagi ponselnya, memeriksa pesan W******p juga messengernya, aman, ternyata cuma chat membahas soal ayam dengan teman-teman sehobbynya dan beberapa pesan group kantornya.
Ku periksa juga phone book nya yang ternyata cuma berisi 25 nomor telp saja, dari namanya hanya laki-laki saja, beberapa perempuan dan itu adalah nomor kakak-kakaknya juga nomor ibuku dan ibunya.
Ku letakkan kembali ponselnya seperti sedia kala, beberapa menit kemudian terdengar nada bip di ponsel suamiku, ada pesan W******p masuk ke ponselnya, ku lirik sekilas ternyata dari kakak iparku, ku beranikan diri membukanya karena penasaran.
"An, jangan macam-macam ya, sayangin Ana, jaga dia, penuhi semua kemauannya." Pesan dari kakak iparku membuatku senyum-senyum, padahal sebelum menikah aku cuma ketemu sekali saja sama mertuaku juga kakak-kakak ipar, mana sangka mereka begitu menyayangiku dan sangat baik terhadapku.
Baru saja ku letakkan ponsel suamiku, ponselnya berbunyi lagi, ku lirik sekilas, tercantum nama bapak mertuaku, rasa kepoku muncul lagi, bergegas ku buka pesan tersebut.
"An, jaga baik-baik ana, jangan sering ribut, jaga rumah tangga dengan baik." Lagi-lagi aku tersenyum kegirangan.
Ku letakkan ponsel suamiku di tempat semula, berselang beberapa menit kemudian suamiku sudah keluar dari kamar mandi, ia sudah berpakaian lengkap, tangannya masih memegang handuk yang di gosokkan pada rambut basahnya, mungkin ia habis keramas.
"Bunda kenapa senyum-senyum sendiri?" Tanyanya curiga seraya melangkah ke arahku.
"Engga apa-apa kok yah, itu yah, ada pesan dari Bapak sama Kak Juni, bunda sudah buka." Ucapku seraya melemparkan senyuman pada suamiku.
Suamiku seketika meraih ponselnya, dan mungkin ia sudah membuka kembali pesan-pesan W******p yang sudah ku baca sebelumnya.
"Kompak sekali mereka belain bunda yah?" Suamiku meletakkan ponselnya lagi, ia mengusap-usap atas kepalaku kemudian meninggalkanku, menaruh handuknya dan menyisir rambutnya yang pendek.
Aku tersenyum riang, setelah selesai siap-siap, aku di ajak jalan-jalan keliling kampung, mengenal daerah-daerah disini juga lingkungannya.
Ini hari ke sekian aku berada disini, Papua, suami memboyongku kemari tepat setelah masa cutinya berakhir setelah kami menikah, mana sangka, tempatnya benar-benar jauh berbeda dari Bali. Bahkan aku sempat menangis saat tahu daerah yang menjadi tempat tinggal kami benar pedalaman dan harus melewati hutan belantara tanpa penerangan, benar-benar membuatku merasa menjadi wanita yang sial.
Bersambung...
Pagi ini aku ada acara perkenalan diri untuk pertama kalinya sebagai istri polisi, di perkumpulan istri-istri polisi yang di sebut Bhayangkari, khusus bagi Bhayangkari di Polsek tempat suami bertugas."Bun, apa ayah anter?" tanya suamiku, berhubung pertemuan dilaksanakan di taman satu-satunya yang ada di wilayah ini, suami menawarkan diri untuk mengantarku."Tidak sayang, kayaknya berangkat sama-sama ini." jawabku, sesuai info di group Bhayangkari yang aku ikuti."Baiklah, pakai topi ya bun, cuaca nanti akan panas." tegurnya."Oke sayang," jawabku seraya memberi kode dengan menyatukan jari telunjuk dan jempolku menyerupai hurup O.Sementara suami bekerja, akupun berangkat ke taman bersama rombongan yang jumlahnya tidaklah banyak. Kurang lebih sekitar 10 orang, setelah aku tahu, tidak semua anggota hadir di karenakan jarak yang jauh juga kesibukan beberapa orang anggotanya."Halo Bu Andra," sapa seseorang padaku, ketika kami sem
Bab 5Terik matahari sudah tinggi, aku dan yang lainnya pulang kembali ke rumah masing-masing setelah mobil yang mengantar kami menurunkan semua ibu-ibu di halaman Polsek."Ibu-ibu saya pamit duluan." Ucapku seraya meninggalkan yang lain dan berjalan mendekati rumahku yang tinggal beberapa langkah lagi dari tempat kami bubar.Aku masuk ke dalam rumah yang hanya di tutup tanpa di kunci, itu artinya suamiku masih di kantor. Aku celingukan menoleh ke arah kantor suami, mataku berselancar mencari tahu keberadaan suamiku yang tidak ku temukan, mungkin dia ada di dalam ruangan.Aku bergegas masuk ke dalam rumah, ku ganti pakaianku dengan daster, ngomong-ngomong soal daster, suamiku paling tidak suka jika aku menggunakan daster, ia sering ngomel saat melihatku memakai pakaian santai itu, katanya itu mengundang bahaya, entah maksudnya apa. Aku masuk kamar, kemudian mengambil hp merk anuku dan membuka aplikasi hijau. Ku cari nomor atas nama 'sayang' yang tak lain
Sore, seperti biasa suamiku menyempatkan diri untuk pulang, hari ini dia piket 24 jam sampai besok pagi. "Ayah piket?" tanyaku menyambut kesayanganku pulang "Iya sayang, bunda mandi dulu, ayah mau cuci piring dulu, sebentar ayah ajak keluar sebentar buat beli makan malam," ucapnya, ia bergegas mengganti pakaian kerjanya beralih menggunakan kaos oblong dan celana pendek selutut. "Oke," jawabku, namun aku tak kunjung beranjak. Aku masih mengintipnya sampai benar-benar pergi ke belakang untuk mencuci piring. Ponselnya sudah di letakkan di meja riasku seraya ia sambungkan dengan chargenya untuk mengisi daya. Mau intip hp ayah dulu ah, liatin statusnya di privacy khusus diliat aku aja apa semua orang bisa liat nih, awas aja dia aneh-aneh. Setelah merasa aman dari pandangan suami, aku segera mengambil ponselnya, ku buka aplikasi W******p dan melihat storynya.
Bab 7Lepas piketnya suami adalah kebahagiaan bagiku. Aku bisa bangun agak siang, walau dia lelah sehabis jaga malam, ia tetap akan bangun lebih pagi di banding aku (kalau kondisi kantor aman, atau tidak ada laporan, biasanya yang piket bisa pulang dan istirahat lebih awal, tengah malam atau pagi buta).Ku kerjap-kerjapkan mataku sedemikian rupa, aku tak tahu suamiku pulang jam berapa. Entah tengah malam atau tadi pagi, ku pandangi jam dinding, sudah menunjuk angka 7. Aku bergegas bangun dan ku tinggalkan tempat tidur yang masih berantakan.Setelah buang air kecil dan mencuci muka, aku berjalan perlahan ke arah dapur. Suamiku sudah berada disana, sedang mengiris bawang merah, dan menyiapkan bumbu-bumbu lainnya, dia memang sangat jago memasak, aku kalah dibandingkannya."Pagi tuan putri, sudah bangun sayang?" sapanya, dilemparkannya senyum manis terbaiknya untukku, itu sungguh menjadi mood booster buatku setiap hari."Ayah masak apa?" tanyaku.
"Bun, ayah main sebentar ya? Ke belakang masjid." Suamiku memang sering banget ke tempat temannya yang berada di belakang masjid, biasanya tidak lama, hanya sekedar ngobrol sebentar, lalu akan pulang Lagi."Oke sayang." Jawabku.Aku teringat saat awal menikah, dan baru sampai di tanah Papua, ia pamit pergi ke belakang masjid, "Bun, sebentar ya? Nanti ayah pulang," pamitnya kala itu."Oke sayang, jangan lama ya, bunda takut sendiri," jawabku.Iapun pergi dengan mengendarai sepeda motor maticnya, sementara aku kembali masuk ke dalam kamar, menonton televisi dan bermain ponsel. 1 jam, 2 jam, dia tak kembali pulang, 3 jam, 4 jam, belum juga ada tanda-tanda suamiku akan pulang.[Ayah, kok lama sekali? Jam berapa pulang? Cepat pulang, ini sudah malam.] ku kirim pesan padanya, namun, pesan itu tak di jawabnya, di bacapun tidak.Ku coba lakukan panggila
Ueekkkkk ... Ueeekkkkk ... Pagi-pagi aku sudah nek, mual muntah ga jelas, padahal makan teratur, apa bisa yah maag kambuh, padahal makan sudah teratur gini?"Bunda kenapa sih?" tanya suamiku yang masih berbalutkan selimut."Masuk angin apa yah?" jawabku yang masih menahan mual-mual, wajahku sudah pucat pasi, dadaku terasa sesak karena lelah muntah-muntah."Jam berapa ini? Ayah siap-siap dulu, hari ini ayah ngantor sebentar, nanti ayah ijin antar bunda ke klinik, kita periksa ya," ajak suamiku."Baiklah sayang, ini sudah jam 7," jawabku, aku duduk di pinggir ranjang sambil berusaha menormalkan nafasku yang agak ngos-ngosan."Oke, ayah mandi dulu, bunda tidak usah masak ya, nanti kita beli aja sarapan."Suamiku berlalu, menuju kamar mandi dan membersihkan dirinya, kebetulan aku sudah cantik, ehh, enggak, maksdnya sudah bersih dan wangi
Tidurku nyenyak, sejak tahu hamil aku paling doyan tidur sambil megangin tangan suami, langsung lelep dan mimpi indah. Bahkan mual muntah pun tidak kurasakan lagi, yang paling berubah adalah selera makanku yang makin bertambah, juga makanan kesukaanku."Tuan putri sudah bangun?" tanya suamiku yang sudah selesai memasak, aku malah asik malas-malasan di tempat tidur sambil sesekali menggeliat."Ayah, maaf ya, bunda telat bangun, bunda ga masak lagi, malah ayah yang sibuk masak." Ada rasa bersalah di hatiku, kenapa aku jadi makin manja gini ya. Padahal sebelum nikah aku cewek pekerja keras."Tidak apa-apa sayang, sarapan dulu sana," ucap suamiku."Iya, bunda mau bersih-bersih rumah dulu yah, ga bisa lihat rumah berantakan." Aku beranjak dan mulai mengambil sapu."Jangan capek-capek ya, pi mandi dulu," ucap suamiku yang langsung meninggalkanku ngeloyor masuk ke dalam ka
"Bunda, hari ini mau masak apa?" tanya suami padaku."Bunda maunya makan ayam goreng aja, buatan ayah" jawabku, entah kenapa, aku lebih ingin makan ke yang berbau daging, aku malas kalau harus makan sayur mayur."Sayur? Ga mau?" tanya suami yang udah siap-siap hendak pergi ke pasar."Ga pengen sayang, malas makan sayur," jawabku seraya menggelengkan kepalaku."Ya udah, ayah ke pasar dulu," ucapnya, memakai jaketnya lalu berangkat.Sementara suami pergi, aku bergegas mengambil ponselnya, menelisik siapa saja yang diajak komunikasi. Semua akun aku buka, apakah ada yang mencurigakan. Pengaruh ucapan ibu-ibu itu sangat besar bagiku, aku benar-benar takut suamiku di rebut pelakor, aduh jangan sampai deh.Ku buka satu persatu, semua aman, tak ada yang mencurigakan. Aku meletakkan kembali ponselnya, dan kemudian aku mulai bebersih rumah seraya menunggu suami datang dari pasar.Setelah beres ku periksa cucian piring, terny