Kejutan? Mulai sekarang Karina akan membenci semua kejutan. Kedatangan Lea ke kantornya merupakan kejutan paling ia benci.
Gadis itu tidak mengira kalau Lea akan seberani itu.
Apa yang akan dia hadapi setelah ini?
Karina harus bertemu dengan Evan. Karina berjanji pada diri sendiri bahwa dia akan mendengar semua penjelasan Evan tanpa menghakimi.
Semua adalah masa lalu. Fakta bahwa Evan memilihnya membuat Karina merasa yakin bahwa dia akan kembali romantis dengan Evan.
Karina menghubungi Evan, untung saja pria itu menyetujui dan mereka akan bertemu di apartemen Karina sore ini. Mereka butuh tempat yang lebih rahasia di bandingkan restoran.
Ternyata memiliki hubungan dengan orang lain itu melelahkan. Tapi Karina tidak mau melepaskan Evan. Pria itu adalah sumber kebahgiaanya.
Setelah dia mendapat ijin untuk pulang cepat hari ini. Karina mengemasi barangnya. Dia hendak pulang.
“Karina ..” Gina datang membawa sesuatu di tangan kanann
Bab 21Karina menangis sendirian di dalam kamarnya setelah Evan meninggalkan gadis itu. Pria itu pergi untuk menenangkan diri, semuanya kacau setelah penjelasan Evan.Sebenarnya, yang Karina mau adalah Evan tegas memilihnya. Namun sepertinya, hutang Evan terlalu banyak pada Lea.Sejujurnya, kini Evan juga di hantui rasa bersalah kepada kedua gadis itu.Lea adalah wanita yang menemaninya di kala dia terpuruk. Bisa di bilang, karena Lea lah kini Evan bisa menjadi seorang yang amat bisa di andalkan.Di sisi lain, ada Karina. Pria yang membuat Evan percaya bahwa dia bisa menjadi manusia yang lebih baik lagi. Karina seperti penghangat di tengah musim dingin.Evan memutuskan pergi ke rumah Lea. Dia akan memastikan perasaanya lagi sebelum benar-benar mengambil keputusan.Pria itu mengetuk pintu apartemen Lea yang letaknya tidak jauh dari miliknya.Wanita berambut pirang itu membuka pintu “Evan. Ada apa?” tanya Lea, dia p
Bab 22Karina dan Evan duduk di kafe paling dekat dari kantornya. Dia tidak mau ribut di depan kantor. Itu jelas sangat memalukan.Keduanya memesan minuman yang berbeda. Evan dengan kopi panasnya sementara Karina memilih teh hangat.“Karina, sebenarnya kamu mau kemana? Aku mencari mu di apartemen tadi.” Ungkap Evan.Karina masih tersenyum dan fokus menatap jendela yang di lewati beberapa orang “Aku mau cuti,Evan.”“Karena masalah ini?” pria itu menghela nafas panjang.“Jawabannya iya dan tidak. Semalam,aku seperti ada di neraka. Tiap detik aku menunggu mu, aku tidak suka merasakan hal seperti itu,Evan.” Jelas Karina.Evan seperti habis di tinju, Karina menunggunya sementara dia mendapatkan malam yang panjang bersama Lea. Evan merasa menjadi pria paling jahat sekarang.Perlahan dia meraih tangan Karina “Maafkan aku. Aku selalu mencoba menyelesaikan masalah dengan caraku sendiri.”Karina melepaskan tangan Eva
"Aku tidak suka Gina, jangan paksa aku." Karina mengetik sesuatu dengan tergesa-gesa "Aku bisa mengurus diri sendiri."Gina menghembuskan nafas panjang "Tapi sepertinya aku yang tidak tahan. Setaiap akhir pekan kamu malah sibuk dengan pekerjaan. Nikmati masa muda mu Karina."Tidak ada yang tau kenapa Karina selalu menolak usulan tentang kencan dan hal-hal yang menyangkut perasaan. Gadis itu memilih bersembunyi di balik laptopnya yang terus menyala dari pagi tadi.Wajah Karina tampak lesu, dia ingin menyumpal telinganya dengan sesuatu agar tidak mendengar rekan kerja yang selalu mengoceh soal hal itu."Kalau begitu, aku pergi dulu. Pastikan kamu tidak lembur."Karina berhenti dari aktifitasnya, dia melirik jam dinding. Sudah pukul 7 malam, dan apa yang sedang dia lakukan adalah bekerja. Dia mengusap wajahnya yang mungil, sebenatar lagi dia harus kembali ke kampung halamannya. Kakaknya akan menikah, dan dia masih melajang. Di usia 24 tahun, Karina sudah berhasil sukses berkat kepintara
Ketika pria yang seharusnya menjadi pendampingnya malam ini mendekati meja Karina. Evan dengan cekatan mendekatkan kursi pada Karina. Jelas wanita itu tidak tampak baik-baik saja.Pria berwajah muda itu tampak bingung "Karina?"Dia heran, seharusnya wanita cantik itu mengenalinya karena dia memakai baju yang sama persis seperti di foto profilnya.Belum sempat Karina menjawab,mata karina tertuju pada sepatu hitam. Karina hanya ingin keluar dari sini.Evan terlebih dulu mengedikan bahu,dengan senyum penuh merendahkan dia menatap pria yang kebingungan itu "Maaf, aku menemukannya duluan. Kami harus pergi sekarang."Karina yang linglung kini mengikuti Evan yang menarik tangannya.Tangan Evan terasa hangat dan kokoh meremas jemari Karina yang basah.Evan memecah kerumunan dengan mudah. Bahkan saat ada antrian di luar restoran yang mengular, Evan berhasil memberikan nafas lega bagi Karina.Mereka berdua berdiri di terotoar tak jauh dari parkiran."Sudah, sekarang kamu bebas." Karina mengger
Karina membawa tasnya, dia harus pulang. Atau lebih tepatnya dia tidak bisa melihat Gina yang mencoba merayu Evan.Ini tidak mungkin perasaan cemburu. Evan bukanlah orang yang spesial, dan tadi hanya sebuah ciuman. Mungkin itu yang di yakini Karina saat ini.Adam mengikuti Karina, dia juga harus menjadi pria yang perhatian. Siapa tau,Evan butuh waktu berduaan dengan teman kencannya.Saat gadis-gadis seusia Karina sedang berpetualang mencari cinta sejati. Karina malah harus terjebak dengan teman kencan temannya sendiri.Gadis itu memijat pelipisnya,Adam tiba-tiba berdiri di depannya seolah menghadang Karina.“Aku bisa mengantar mu. Di mana rumah mu,Karina?” tawar Adam, wajahnya berseri.Karina menggeleng “Kamu tadi minum sake,Adam. Aku harus pulang.”“Benar juga. Kalau begitu hati-hati di jalan.”“Oke.”Tidak ada alasan khusus yang membuat Karina pulang. Bahkan telepon tadi hanyalah sebuah alasan agar dia bisa segera keluar dari situasi canggung ini.Membayangkan ciuman tadi membuat Ka
Ruang ganti baju yang tidak lebih besar dari pada kamar mandi Karina,kini menjadi tempat perangnya. Malam ini dia harus tampil cantik.Dia ingin terlihat spesial di mata Evan. Sebisa Karina saja sebenarnya.Namun, gaun terindahnya hanyalah kimono dress yang ia beli beberapa tahun lalu. Dress dengan bahan satin berwarna biru, belahan dada yang dalam serta tidak ketat,padahal menurut Karina ketat adalah salah satu kompenen penting untuk terlihat seksi.Rencana Karina untuk tampil mempesona gagal sudah. Dia malah terlihat seperti wanita yang hendak mendatangi rekan kerjanya di sebuah bar.Kini dia mengikat rambut dan memoleskan lipstik berwarna merah muda.Dia siap, entah apa yang akan dia lakukan. Dia siap untuk malam ini.Karian keluar dari apartemennya,dia menuju mobil yang terparkir di bawah. Sesosok wanita dengan wajah sedih berdiri tak jauh dari sana.Wanita itu adalah Gina. Karina dengan cepat mendekati Gina yang tampak kacau.“Gina? Ada apa?” tanya Karina, dia menopang tubuh Gina
Aroma lavender, seprei satin yang dingin namun nyaman. Karina membuka matanya perlahan, dia samar-samar melihat beberapa buku yang tersusun di nakas dekat rajang. Lampu tidur menyala dengan redup.“Sudah bangun?” Evan baru datang membawakan dua cangkir kopi yang masih hangat.Karina mengangguk “Maaf, tapi kenapa aku di sini?”“Kamu pingsan.” Evan menaruh kopinya di meja, kamarnya besar dan bersih. Tidak pernah terbayangkan kamar seorang pria lajang akan serapi ini.Karina memijat pelipisnya, dia masih terbaring di ranjang king size milik Evan. Wajahnya memancarkan ekspresi sangat menyesal,itu langsung terbaca oleh Evan.“Aku tidak keberatan kamu tidur di sini,Karina.” Evan duduk di pinggir ranjang dan menempelkan telapak tangannya di dahi Karina “Apa kamu sakit?”“Aku... ini cuma serangan panik.” Gumam Karina, dia malu mengakui kelemahannya itu.“Separah ini, tapi aku tidak tau. Aku minta maaf,Karina.” Bohong Evan, dia tidak mau membuat Karina malu karena dirinya yang tau soal masala
Mereka berdua berhenti di sebuah rest area. Sekitar 2 jam lagi mereka akan sampai. Bahkan sekarang, mereka sudah menjauh dari hiruk pikuk kota yang ramai.Karina baru keluar dari toilet, dia duduk di bangku dekat mini market. Gadis itu menggeluarkan ponsel dan memberi pesan kepada Papa.-Aku akan sampai dua jam lagi, aku akan menginap di hotel. Itu demi kebaikan bersama.Karina menatap matahari yang rendah, memamerkan warna jingga yang apik. Biasanya dia tidak akan berhenti saat pulang. Dia heran, area ini ternyata cukup indah.Angin yang menerpa wajah Karina, tidak membuat gadis itu kedinginan. Walau dia di paksa memakai jaket oleh Evan.Evan menghampiri Karina dengan membawakan camilan. Evan tau kalau Karina tidak suka makanan manis dan lebih menikmati sesuatu yang gurih.“Aku belikan camilan ini. Tidak ada matcha. Sayang sekali.” Canda Evan ketika menyodorkan minuman coklat.“Asal tidak kopi.” Balas Karina, dia tersenyum nakal pada Evan.Karina mengigit roti berisi ayam yang di bel