Setibanya di rumah sakit Risa dilarikan ke UGD dan ditangani dengan segera. Lukanya memang cukup serius, tetapi tidak diharuskan menjalani operasi. Hanya ditutup dengan dua puluh jahitan setelah luka dibersihkan menggunakan cairan medis.Meski demikian, dokter meminta agar wanita itu istirahat total dan tidak melakukan pekerjaan berat yang mengharuskannya tetap berdiri dalam waktu yang cukup lama. Bahkan Danu pun mengatakan hal sama dan menegarkan jika Risa harus cuti selama beberapa minggu sampai lukanya sembuh.Sekarang Danu bertanya-tanya siapa orang tak bertanggung jawab yang menabrak seseorang hingga tak berdaya seperti itu. “Kau melihat siapa yang mengemudi?” tanyanya.Risa menggeleng pelan sambil memandangi kaki kanannya yang dibungkus perban. “Aku tidak sempat melihatnya. Mungkin dia benar-benar terburu-buru.”Danu melempar tatapannya yang tajam ke arah Risa sambil berkacak pinggang. “Kau tidak masalah ditabrak karena orang itu terburu-buru? Baik sekali.”Risa menoleh dan mena
Laras pikir setelah melampiaskan kecemburuannya dengan cara mencelakai Risa akan membuatnya puas dan lega. Namun, kenyataannya sekarang perempuan itu merasa ketakutan dan juga bersalah seorang diri di salah satu kamar hotel bintang lima yang ada di Jakarta Pusat. Hari-harinya tidak tenang, dia pun selalu terjaga sampai pagi. Bahkan setiap kali ponselnya berdering, Laras takut jika itu adalah panggilan dari pihak berwajib, atau bahkan Danu yang siap membencinya sampai mati. Daripada hal itu terjadi, Laras lebih memilih untuk dipanggil untuk mempertanggungjawabkan tindakannya ketimbang harus menerima kebencian dari pria yang teramat dicintainya. Namun, sekalipun dia ditahan, Danu juga tetap akan membencinya. “Aku hanya tidak ingin kau begitu peduli dengan wanita itu, Dan ….” Laras terduduk sambil memeluk kedua kakinya di pinggir ranjang. Kedua mata yang berkaca-kaca menatap kosong ke arah lantai, sementara pikirannya terbang jauh memikirkan Danu yang sepertinya tidak bisa dimiliki ol
Sudah dua hari berlalu semenjak perdebatan Danu dan Risa. Sejak saat itu juga mereka saling diam meski hal itu membuat Lastri, penghuni baru di rumah mereka menjadi tidak nyaman. Apalagi Nathan yang makin hari makin peka dengan hubungan orangtuanya yang terlihat tidak baik-baik saja.Seperti sekarang ini saat mereka bertiga duduk di meja makan menikmati makan malam spesial karena Nathan terpilih menjadi pembawa acara saat perpisahan sekolah dua bulan yang akan depan. Suasana di ruang itu terasa hambar dan tidak hidup.Berulang kali anak itu menatap ayah dan ibunya secara bergantian, tetapi keduanya tak juga sadar dan bahkan tidak mendengar helaan napas yang keluar dari mulut Nathan sejak tadi hingga pada akhirnya dia meletakkan sendok dengan keras dan beranjak dari duduknya.“Nathan mau ke mana?” tanya Risa yang sontak membuat anak itu berhenti. “Makan malammu belum habis, tapi kenapa kamu pergi?”Tanpa berbalik badan, Nathan membalas pertanyaan ibunya. “Nathan tidak berselera makan.
Beberapa waktu berlalu dan kondisi Risa sudah cukup baik sampai-sampai wanita itu yakin untuk kembali bekerja meski harus membuat rekan-rekannya repot karena sesekali harus membantunya mengambil sesuatu.Dia mungkin bisa melakukan sesuatu seorang diri, tetapi Ani dan lainnya merasa kasihan dan tidak nyaman jika hanya duduk diam melihat rekannya kesulitan dan pada akhirnya kepedulian mereka justru membuat Risa tidak nyaman dan merasa telah menjadi beban.“Tahu begini aku ambil cuti lagi sampai benar-benar pulih, Mbak,” ujar Risa saat dirinya berada di dalam lift bersama Ani yang sejak tadi menemaninya berjalan pelan-pelan. “Orang-orang kantor semuanya repot gara-gara aku.”“Memangnya kau bakal diam kalau aku kesulitan begini?” Ani mengangkat kedua alisnya, sementara Risa hanya tersenyum. “Tidak, ‘kan?”Suara denting berbunyi dan pintu terbuka di lantai dasar. Mereka berdua keluar dari lift bersama-sama dan berjalan melalui lobi untuk bisa keluar dari gedung delapan lantai tersebut. Beg
“Aku punya adik baru! Dia lucu dan cantiiiiik sekali!”Nathan memandangi David dari tempat duduknya. Anak itu terlihat iri mendengar bagaimana sang rival memamerkan adiknya yang baru lahir tadi malam dan membuat heboh seisi kelas.“Kenapa bukan cowok saja biar bisa diajak main bola?!” Anak lainnya menimpali dengan nada kekecewaan.“Aku tidak mau adik cowok! Pasti perhatian mama nanti dibagi-bagi.” David menjawab penuh percaya diri.“Memangnya kalau adik cewek tidak?”Anak laki-laki berperawakan tinggi itu terlihat berpikir, tetapi sedetik kemudian dia mengangkat bahu. “Aku tidak tahu, tapi sepertinya tidak!”David kemudian menolehkan kepala ke arah Nathan yang tiba-tiba merengut. Namun, hal itu justru membuatnya ingin mengejek dan melihat bagaimana Nathan kesal karena lagi-lagi dia lebih unggul.Dengan langkah kaki penuh kesombongan, anak itu melangkah menghampiri Nathan yang membuang muka sambil melipat kedua tangan di atas perut. Begitu tiba di hadapan Nathan yang diliputi perasaan
Apa kata Jillian tempo hari memang benar. Mereka berdua suami istri. Danu adalah suami Risa, sementara Risa adalah istri Danu. Tidak ada yang menyangkal kenyataan itu, kecuali perasaan dua orang yang terlibat pernikahan palsu tersebut.Danu tidak bisa membenarkan ucapan Jillian hanya karena dirinya berstatus menjadi suami sah Risa Ayudia, begitu pun sebaliknya karena tidak ada cinta di antara mereka. Hanya ada rasa tanggung jawab kepada anak bernama Nathan Dean Emellius yang hadir di antara mereka.Risa termenung saat berada di depan televisi. Jempolnya terus menekan satu tombol yang fungsinya untuk mengganti saluran, tetapi pikirannya kosong entah kemana. Baru setelah Danu duduk di sebelahnya, wanita itu tersentak.“Kau sedang memikirkan keinginan Nathan atau bagaimana?” tanya Danu sambil mengangkat gelas berisi teh yang rasanya hambar lalu menyeruputnya sedikit.“Aku tidak bisa bilang tidak karena kenyataannya begitu,” jawab Risa sambil menggeser duduknya, memberi jarak yang lebih j
Risa melepas gelungan rambutnya lalu beranjak turun menghampiri Danu yang berdiri tak jauh darinya. Begitu tiba di depan pria itu, dia langsung mengalungkan kedua tangan pada leher san mencoba mencium Danu yang lantas menolak dengan membuang muka. “Kau mabuk,” ucap Danu sambil menyingkirkan tangan Risa dari lehernya lalu kembali menuntun wanita itu ke ranjang. “Tidurlah. Kau mungkin akan menyesal saat mengingat apa yang kau lakukan sekarang.” Risa terduduk di ranjang dan Danu mendorongnya agar berbaring. Lalu setelah itu dia mengangkat kaki Risa agar sepenuhnya berada di atas ranjang dan kembali menyelimuti wanita itu rapat-rapat. Akan tetapi, ketika dia berbalik pergi, dengan cepat tangannya dicekal oleh ibu Nathan. “Aku sepenuhnya sadar sekarang,” kata wanita itu disertai helaan napas panjang. “Dan menyesal atau tidak, itu sesuatu yang harus kuhadapi sendiri.” Danu masih bergeming di tempat, sementara Risa tak juga melepaskan tangannya dan terus meminta sesuatu yang membuat dirin
“Melakukannya satu kali tidak lantas membuatku hamil begitu saja.”Risa mendesah penuh penyesalan saat terbangun pukul enam pagi. Dia duduk bersandar pada kepala ranjang dengan kaki menekuk, memikirkan mengapa dirinya berbuat nekat seperti itu mengatasnamakan keinginan sang anak. Padahal dia sendiri tidak yakin apakah itu karena Nathan atau keinginannya sendiri.Sebab pada kenyataannya, Risa benar-benar merasakan sesuatu yang membuatnya bahagia saat bercinta dengan Danu semalam. Bahkan mengingat-ingat bagaimana mereka saling meneriakkan nama satu sama lain saja sudah membuat jantungnya berdetak-detak tidak karuan.“Ah ….” Risa meremas rambutnya yang berantakan lalu menyibak selimut dan beranjak turun dari ranjang untuk segera keluar kamar.Bersamaan dengan wanita itu menutup pintu, Danu tiba di lantai bawah dengan pakaian rapi. Agaknya dia akan berangkat kerja lebih pagi dari biasanya, atau karena ingin menghindari situasi canggung yang terjadi karena apa yang mereka lakukan semalam.