Di sebuah kamar bernuansa putih, sepasang manusia baru saja menyandang status suami istri tengah duduk di balkon kamar itu. Keduanya baru saja selesai melaksanakan pernikahan yang dihadiri oleh kerabat dan orang terdekat mereka saja. "Kau tidak bahagia?" tanya laki-laki itu. Wanita itu hanya diam, tak merespon laki-laki yang kini berstatus suaminya. Bukan karena tidak bisa bicara, tetapi ia memang malas membalas pertanyaan suaminya. "Jawab, Ara!" ucab Hasbi membuat Ara jengah. "Kau sudah tau jawabannya, bukan? Lantas, mengapa bertanya kembali?" tanya Ara dengan sinis. "Maafkan aku," lirih Hasbi. Kesalahan begitu fatal pada Ara, ia sudah membuat Ara menjadi yatim. Lalu, keluarganya sudah membuat Ara tak mengingat apapun, dan satu lagi kesalahan paling fatal, ialah menghancurkan masa depan Ara. "Maafmu tidak bisa mengembalikan semuanya, Hasbi. Masa depan ku tetaplah hancur, dan itu karena mu!"Selepas mengatakan itu, Ara pergi menuju kamar mandi. Ia ingin menenangkan pikiran dan
Keheningan masih tercipta di mansion milik Mars, ketiga orang dewasa itu saling membisu, diantara mereka tidak ada yang berniat untuk membuka suara, setelah mendapatkan paket misterius berisi foto kecelakaan yang dialami oleh Ayah Ara. "Buang saja fotonya jika tidak penting," ucap Ara, setelah lama terdiam. Ia sebenarnya sangat penasaran siapa yang kecelakaan itu. Tetapi, melihat reaksi kedua laki-laki di hadapannya itu, membuat Ara memutuskan berberi usul untuk membuang foto itu. "Ya, kau benar, Nak. Sebaiknya kita bakar aja fotonya," balas Mars, dengan mengambil foto foto itu, lalu membawanya keluar untuk dibakar. Sedangkan Hasbi masih diam membisu, dalam benaknya banyak sekali pertanyaan yang muncul. Siapa yang mengirim foto itu? Apa maksud mengirim foto itu? Apakah untuk menghancurkan hubungannya dengan Ara? Ataukah foto itu sengaja dikirim agar Ara cepat mengingat kembali kejadian 9 tahun yang lalu?"Hasbi," panggilan Mars, membuat lamunan Hasbi buyar seketika. Ia berdiri da
Pagi hari, kediaman Mars di hebohkan kembali oleh sebuah paket. Namun, kali ini paket itu bukan berisi foto, melainkan berisi boneka kecil milik Ara dulu. Tetapi, orang yang memilikinya tampaknya tidak mengenali boneka kesayangannya itu. "Bonekanya cantik banget," ucap Ara tiba-tiba. Hasbi dan Mars hanya diam, tak menanggapi ucapan Ara. Mereka kini sedang berpikir keras, siapa yang selalu mengirim paket misterius itu ke rumah mereka, dan apa tujuannya. "Sepertinya kita memiliki musuh," ujar Mars, membuat Ara melepaskan boneka itu dari tangannya. "Maksudnya?" tanya Ara tak mengerti. Jika benar mereka memiliki musuh, itu artinya ia berada dalam bahaya. Tapi, siapa musuhnya? Ara merasa ia tak memiliki musuh."Tidak ada," ucap Hasbi dengan cepat. Hasbi tidak ingin Ara tahu, bahwa mereka memiliki musuh. Karena, Hasbi takut kekhawatiran Ara berpengaruh pada kandungannya. Apalagi kandungannya masih terbilang cukup rawan, dan Hasbi tidak ingin hal buruk pada Ara dan kandungannya. "Sepe
Satu minggu berlalu. Namun, paket misterius itu tak berhenti datang. Setiap hari, selalu ada paket di bawah pintu. Semua orang yang ada di mansion itu mencoba tidak menggubris. Namun, tampaknya si pengirim paket itu tak mau menyerah dan terus menerus mengirim paket berisi barang-barang milik Ara dulu. Entah dari mana pengirim paket itu mendapatkan semua barang Ara, yang pasti ada seseorang yang telah mengambilnya di tempat Diana dulu menyimpan barang-barang itu. "Kenapa setiap hari selalu ada paket misterius seperti ini? Apakah kalian memiliki musuh diluar sana?" tanya Ara yang sudah frustasi, karena gangguan paket itu. "Ara, tenang dulu. Kau jangan pikirkan paket itu, karena itu hanya orang iseng saja," ucap Mars menenangkan Ara. "Orang iseng? Jika memang ia iseng, lalu mengapa setiap hari mengirimnya? Apakah dia tidak capek mengirim barang-barang aneh ini pada kita?" tanya Ara. "Sudah jangan dipikirkan, aku dan Om akan mencari tahu siapa orang yang sudah mengirim paket ini pada
Ara terus melangkahkan kakinya menuju lantai dua. Namun, saat dipertengahan jalan, Ara terpaksa menghentikan langkahnya saat sebuah suara memanggilnya. "Ara," suara bariton itu berasal dari atas tangga, Ara mendongak dan menemukan Mars sedang berdiri menatapnya. Ara tersenyum, lalu melangkah lebih cepat untuk menghampiri Omnya. "Ada apa?" tanya Ara setelah berada di dekat Mars. "Kau habis darimana?" tanya Mars pura-pura tidak tahu. "Bukannya sudah Ara bilang, kalau Ara pergi keluar sebentar.""Darimana?" tanya Mars kembali. "Beli ini," Ara menunjukkan sebuah es krim pada Mars. "Aku sedang ngidam es krim, Om. Karena itu tadi aku pergi sebentar keluar," lanjut Ara. "Kenapa kau tidak minta saja pada Hasbi untuk membelikannya?""Hasbi sedang menelpon rekan kerjanya, dan membahas tentang pekerjaan. Jadi, Ara tidak enak mengganggunya hanya untuk membeli sebuah es krim," jawab Ara. Mars tersenyum, mengagumi kepintaran Ara dalam menutupi kebohongan."Ya sudah, istirahat lah. Kau pasti
Bandara Soekarno-Hatta. Hasbi menapakkan kakinya ke tanah kelahirannya itu, ia mengedarkan pandangannya menatap bandara itu. Tidak ada yang berubah, karena Hasbi hanya meninggalkannya satu bulan, bukan satu tahun. Senyum terlukis indah dibibir itu, saat melihat keberadaan orang tuanya. Namun, senyum itu seketika luntur saat melihat ada sosok wanita muda yang ikut bersama mereka. Angel, mantan tunangannya. Wanita itu tampak berjalan disamping kiri Mamanya, dan mulai berjalan mendekatinya. Sesampainya di depannya, mereka berpelukan melepas rindu yang mereka tahan selama sebulan. "Bagaimana kabarmu, Nak?" tanya Gina. "Baik," balas Hasbi. "Kenapa kau tidak memberitahu kami, kalau kau akan datang ke sini?" tanya Gina kembali. "Aku hanya ingin membuat suprise untuk Mama."Gina hanya tersenyum mendengar jawaban dari putra satu-satunya itu. Namun, senyum itu Seketika hilang dari bibirnya, saat Yuda bertanya. "Bagaiamana kabar menantu Ayah dan cucu Ayah?" tanya Yuda. "Mereka baik-baik s
"Bawa aku pergi darinya, Om."Langkah kaki Mars terhenti karena ucapan Ara, dia membalikkan tubuhnya dan menatap tak percaya dengan apa yang didengarnya tadi. "Kau jangan bercanda!" tegas Mars. "Aku serius, Om. Bawa pergi aku, Om. Aku tidak ingin melihat wajahnya," ucap Ara dengan memelas. "Tapi, bagaimana dengan janin mu,Nak?" tanya Mars menghampiri Ara. "Aku bisa membesarkannya seorang diri," balas Ara cepat. "Itu tidaklah mudah!""Jika Om tidak ingin membantuku, aku bisa pergi sendiri."Ara beranjak dari duduknya, dan melangkah dengan cepat meninggalkan Mars. "Ara!" teriak Mars. Namun, Ara tak menanggapinya. Ia tetap berlari meninggalkan Mars. Tetapi, karena tidak hati-hati, Ara terpeleset dan jatuh dari tangga. Mars yang melihat itu segera berlari dan untungnya, ia tepat waktu menangkap tubuh Ara yang akan terjatuh. "Sudah aku bilang, jangan berlari di atas tangga!" bentak Mars tanpa sadar. Sedangkan, Ara yang dibentak oleh Mars langsung terdiam. Namun, sesaat ia pun ter
Waktu berlalu begitu cepat, tak terasa kini waktunya Hasbi untuk kembali ke LA. Pagi-pagi sekali, Hasbi sudah mempersiapkan semuanya. Karena penerbangannya jam 06.00 pagi, ia takut nanti akan tertinggal pesawat. Kini Hasbi dan kedua orang tuanya tengah sarapan, dengan dibumbui obrolan ringan. "Nak, tidak bisakah kamu menginap satu hari lagi? Kami masih sangat merindukan mu," ucap Gina merayu Hasbi agar menginap lagi. "Tidak bisa, Ma. Karena Hasbi khawatir dengan keadaan Ara. Jika Mama tidak keberatan, Mama saja yang ikut dengan ku ke LA. Bagaimana?" tanya Hasbi menatap Mamanya. "Ah … Mama takut merepotkanmu nanti," ucap Gina menolak halus tawaran Hasbi. Hasbi tersenyum mendengar penolakan Mamanya, dia sudah menduga Mamanya pasti akan menolak. Karena, Mamanya belum sepenuhnya menerima Ara sebagai menantunya. Tetapi, Hasbi akan berusaha agar Mamanya bisa menerima Ara sebagai menantunya. Hasbi tahu Mamanya pasti akan sedikit sulit menerima Ara. Namun, dia harus berusaha lebih dulu,