Vio menunggu Rega di pintu kedatangan internasional bandara dengan berjuta rasa. Separuh hatinya ada di samping Jordi yang sejak pagi tak memberinya kabar, bahkan untuk sekedar membalas entah berapa pesan yang telah dia kirimkan. Sedangkan separuhnya lagi merasa cukup penasaran dengan bentuk pertemuan seperti apa yang akan terjadi beberapa saat lagi ketika sejujurnya hatinya tak menunggu momen ini dengan sepenuhnya.
Sekian menit kemudian, Via melihat seorang pemuda tinggi tegap dan tampan yang berjalan santai ke arahnya. Dia tak setampan Jordi tapi bisa di katakan juga bahwa Rega adalah sosok cowok kekinian yang sangat menawan. Penampilannya nampak tenang dan dewasa. Usia mereka yang terpaut sekitar lima tahun membuat Vio sangat suka berlaku manja pada cowok ini. Itu kemarin-kemarin entah apa yang akan terjadi mulai hari ini.
Ketika jarak Vio dan Rega terkikis menjadi semakin dekat, cowok itu menyunggingkan senyum lebarnya sambil merentangkan kedua tangan sebagai isyar
Jam sudah menunjuk angka sepuluh malam lebih. Sejak jam sembilan tadi Vio sudah pamit kepada orang tuanya untuk masuk kamar, sedangkan Rega justru sebelum itu. Selesai makan malam cowok itu segera minta ijin pada kedua orang tua Vio yang sudah lengkap berada di rumah semua beserta pamit ke Vio juga untuk masuk kamar dengan alasan masih merasa sangat capek, ingin mulai menikmati tidur sepuasnya menghilangkan jetlag dan rasa seolah-seolah masih berada di dalam pesawat seperti di jam yang sama di hari kemarin. Sudah sejam di dalam kamar dan Vio tak berhasil menghalau khawatir dan kegalauannya. Jordi tak ada kabarnya, pesan yang dia kirim tak berbalas. Boro-boro di balas, di baca pun tidak. Vio merasa rindu dan merasa sangat bersalah pada cowok itu. Haruskah dia meneleponnya sekarang? Vio membolak balikkan ponsel di tangannya. Sesekali melihat last seen nomor Jordi dari layar chat-nya. Bahkan cowok itu baru membukanya lima menit yang lalu tapi kenapa bahkan pesa
Pagi yang sangat cerah di pelataran kampus.Vio sudah meminta supaya Rega mengantarnya cukup sampai depan pagar kampus saja. Namun cowok tunangannya itu memaksa mengantar sampai parkir dan bahkan sampai menuju ke kelas dengan alasan ingin sekalian jalan-jalan di kampus swasta terbaik di Kota Surabaya ini.“Kak Rega nggak bingung kan nyari tempat parkirnya tadi?” tanya Vio cukup khawatir, mengingat ini adalah pertama kalinya Rega masuk ke kampus besarnya dan kebetulan lokasi gedung fakultasnya dengan tempat parkir lumayan jauh.“Kalaupun bingung masih bisa nanya kan, nih punya kentongan bisa di gunakan,” jawab Rega sambil menunjuk ke bibirnya sendiri yang pada akhirnya membuat Vio tersenyum.“Ya udah, kakak pulangnya hati-hati, ya. Nanti aku bareng sama teman-teman aja karena abis UAS ada jam praktek di lab,” pesan Vio.“Iya ibu dokterku sayang, aku mau jalan-jalan ke mall deket sini dulu, mumpung lagi gabut
Selesai makan soto ayam lamongan bersama di kantin kampus, Aka mengantar Cia menuju tempat ujian prakteknya. Tak sampai depan ruang pas, tapi hanya sampai di ujung lorong yang kira-kira masih lima puluh meter lagi mencapai laboratorium.“Aku ke basecamp UKM teman-teman aku ya sayang, nanti kalau selesai praktek langsung telepon aja,” pamit Aka yang setelah mengacak sayang poni rambut Cia segera berlalu pergi meninggalkan gadis yang juga segera berjalan menuju ruang prakteknya.Dengan santai Cia berjalan seorang diri. Jordi dan Vio tak kelihatan, entah mereka sudah di dalam atau bahkan masih belum datang. Belum sampai mencapai pintu ruang laboratorium, tiba-tiba seseorang menghentikan langkah Cia dengan suara beraninya.“Berhenti kamu gadis ganjen penggoda sok alim,” suara Clara menggema di lorong yang nampak sepi itu.Cia memelankan langkahnya, ternyata Clara datang dari arah yang lain. Tetap dengan santai Cia berjalan semakin mend
Ujian semester sudah berakhir. Hati Cia berbunga pada hari ini, tak hanya karena tugas berfikir beratnya telah usai tapi lebih kepada malam ini ada janji baginya dan teman-temannya berkumpul barbequan di halaman rumahnya untuk menghabiskan malam minggu mereka. Yang lebih membahagiakan lagi adalah, Merlin dan Arya pun saat ini sedang berada di Surabaya, mereka tiba dari Yogyakarta kemarin malam tapi karena lelah mereka baru say hello doang via telepon. Sedangkan Flo dan Vendra juga tengah pulang dari Australia, baru tiba dengan pesawat pagi tadi. Florida si cempreng saat ini sudah bermanja pada kakak sepupu tersayangnya itu. Jadi ceritanya ujian semester mereka sudah selesai duluan, sehingga bisa pulang segera ke kota tercinta ini. “Cia, jadi nanti si Vio dan Jordi datang juga?” tanya Florida ratu kepo sejagat. “Nggak cuma Vio dan Jordi, Kak Rega katanya juga mau ikut datang.” “Wow, aku nggak tahu harus kasian atau memuji pada Vio ya, Cia. Gadis tomboi tapi te
Vio berusaha membaur dengan baik di antara ketiga cewek lain yang begitu ramai dan ceria. Sesungguhnya dirinyapun termasuk karakter yang seperti mereka juga, hanya saja kondisi saat ini membuatnya serasa tak berpinjak di tanah dengan benar. Hatinya kemana, tapi matanya harus kemana. Ketiga temannya yang menyadari sikon Vio berusaha membantu gadis itu supaya tetap memiliki keceriaan di acara malam ini. Mereka tak banyak membaur dengan para cowok, justru seringkali memisahkan diri dengan menyiapkan makanan atau sibuk dengan hal yang lain. Namun sayangnya momen cewek-cewek dan cowok-cowok itu harus terjeda sesaat ketika makanan hasil bakar mereka sudah banyak yang siap untuk di santap. Tak bisa di hindari, mereka harus makan bersama dalam satu meja. Florida berlari mendekati Vandra yang merengek minta di ambilkan daging sapi siap santap. Entah kenapa cowok tengil itu tak peka dengan situasi yang ada, karena ternyata dia tetap bermanja pada pacarnya. Sepertinya di
Memenuhi ajakan Rega, Vio dan cowok tunangannya itu menikmati malam minggu ini dengan jalan-jalan berkeliling kota Surabaya. Sudah genap seminggu Rega berada di Surabaya dan sepertinya cowok itu belum nampak berniat untuk pulang ke Jakarta. Di sebuah rumah makan seafood akhirnya mereka berhenti untuk menikmati makan malam. Sambil mengobrol ringan sesekali Rega nampak membalas pesan di ponselnya. “Kak, bolehkah Vio bertanya sesuatu?” tanya Vio meminta sedikit perhatian dari Rega yang masih nampak sibuk dengan ponselnya. “Ah iya sayang, tanya aja,” jawab Rega berusaha tersenyum kemudian meletakkan ponselnya bersiap menyimak apa yang akan di tanyakan oleh Vio. Vio menunduk, entah perasaannya saja ataukah memang ada sesuatu yang berubah dari Rega, hampir seminggu dekat dengan cowok ini namun antara dirinya dan Rega serasa ada sesuatu yang menghalangi kedekatan keduanya. Awalnya Vio mengira mungkin karena dirinya penyebabnya, dia yang lebih banyak memikirk
“Vi, kamu kenapa, sih dari tadi diem mulu,” senggol Merlin pada Vio yang tercenung sambil menggigit ujung sedotannya tapi tak nampak pergerakan minuman menuju mulutnya.Vio mendesah, kemudian menyeruput cepat minumannya. Dirinya tengah menimbang-nimbang perlukah kegalauannya saat ini dia utarakan pada ketiga sahabat ceweknya mumpung mereka kini sedang berkumpul setelah tadi sempat nonton bioskop bareng.“Iya, Vio nggak asyik lo, bahagia dong kayak gue gini, nih liat nih, macam gini nih,” lagak Flo menirukan logat Jakarta Vio seperti biasanya di ikuti tingkah tengilnya yang berhasil mengundang senyum tawa sahabat-sahabatnya.“Ada apa, Vi, mumpung kita lagi ngumpul nih nggak pengin bagi-bagi masalah sama kita?” Cia ikutan bersuara sambil mengusap lembut bahu Vio yang kebetulan duduk tepat di sampingnya.“Apaan sih, elo masih galau antara milih babang Rega atau babang Jordi?” cerocos Flo yang di sepak kakinya o
Di antara pertemuan keluarganya dan keluarga Rega, tak urung air mata Vio kembali mengalir deras. Apalagi ketika Mama Rega memeluknya erat sambil meminta maaf ketika Vio mengembalikan cincin yang dia lepas dari jari manisnya. Dan yang lebih membuatnya sedih adalah ketika Papa Rega menampar cowok itu tepat di depan matanya karena mungkin kemarahan dan rasa malu yang terpendam sejak semalam, hingga Vio harus terloncat dan segera menuju Rega kemudian memeluk erat cowok itu melindunginya dari kemarahan papanya meski sesungguhnya Rega patut mendapatkan itu semua karena telah mempermalukan keluarga.Tak mampu lagi menahan sedihnya melihat kedua orang tua dua keluarga itu yang masih berbincang serius, Vio berpamitan untuk meninggalkan mereka dan menuju ke kamarnya. Meninggalkan Rega yang tertunduk diam sambil meremas kedua tangannya sendiri yang tertaut cemas. Memar di pipi dan luka di ujung bibirnya masih nampak begitu jelas, tapi Vio berusaha mengabaikannya meski hatinya teriris t