Cia menatap pria tampan berumur yang duduk di sampingnya. Wajah bulenya sama sekali tak dia lupakan.
“Selamat siang, Nona Cia.”
“Jimmy? Sungguh ini kamu, Jim?”
“Betul Nona, terima kasih masih mengenali saya.”
“Ada apa, Jim, kenapa tiba-tiba menemui aku, jangan membuat aku takut, Mommy, Daddy, Kak Zona, Kak Helen dan Zecca semua baik-baik saja, kan?” tiba-tiba ingatan Cia melayang pada kejadian sebulan lalu yang melibatkan interpol harus datang dan muncul di Indonesia memburu para orang jahat yang menurut berita karena urusan persaingan bisnis.
Jimmy menyodorkan air mineral dan sekotak makanan kepada Cia.
“Semua baik-baik saja, Nona. Lebih baik Nona makan dulu karena perjalanan kita akan memakan waktu kurang lebih empat jam dari sekarang.
Cia sedikit tenang meski banyak pertanyaan di kepalanya. Dia mengenali karakter para pengawal keluarga Aka ini. Mereka akan berkata aman jika memang semua aman, dan mereka tak akan banyak bicar
Tetap simak ya, akan ada 2 episode extra part untuk menjawab penasaran kalian😘
“Tuan, berikan ponsel tuan kepada saya,” tanpa menunggu jawaban dari Aka Mike langsung merebut ponsel di tangan Aka yang sejak tadi berada di tangan Aka karena cowok itu baru saja mengirimkan pesan kepada Cia mengabarkan bahwa dirinya bersiap untuk penerbangan ke Indonesia. Sepuluh menit lagi Aka harus segera masuk ke dalam pesawat supaya tak ketinggalan penerbangan, namun yang ada justru Mike menahannya dan membuka ponsel itu kemudian mengambil nomornya dan merusak chip kecil itu. Setelahnya memasukkan ponsel itu begitu saja ke dalam kotak sampah tak jauh dari pintu terakhir sebelum menuju masuk pesawat. Aka ingin marah namun lama-lama dia mencerna dan mulai memahami situasi yang ada setelah Mike menariknya cepat untuk pergi meninggalkan bandara melewati pintu yang tak seharusnya. Sebuah mobil sudah menunggunya, dan baru saja masuk ke dalam mobil suara dentuman memekakkan telinga terdengar di seantero bandara itu. Mike duduk diam di sampingnya dan hanya menginstruksikan sop
“Jadi sekarang kamu sudah tahu kan bagaimana aku bisa berada di sini dan maaf harus menahan diri tanpa menemui kamu, Sayang,” beritahu Aka mengakhiri ceritanya. Mereka berbaring di ranjang mewah salah satu kamar di resort Aka, lebih tepatnya Valencia Resort. Sesekali Aka mencium pundak telanjang Cia, memeluknya dengan erat di dalam selimut yang melindungi tubuh mereka dari dingin AC setelah percintaan panas mereka beberapa saat lalu. “Sudah, Sayang, terima kasih banyak karena kamu masih kembali kepadaku,” balas Cia yang menikmati setiap sentuhan dan dekapan hangat Aka yang sudah begitu lama di rindukannya. “Terima kasih juga buat kamu yang selalu yakin dan percaya padaku, Sayang. Semua itu kekuatan tak ternilai yang aku punya di hidup aku.” “Jadi sekarang kondisi sudah aman?” “Sudah, kita bisa menikah segera.” “Bukan itu maksudnya, Sayang,” balas Cia sambil tertawa, sadar jika Aka hanya menggodanya meski wajah Pangeran Saljunya ini nampak tak
“Hemhhh ... sebenarnya terbuat dari bahan apa sih dia ini? Adem banget,” batin Cia pagi ini sambil menatap satu sosok teman cowok sekelasnya yang duduk hanya berjarak beberapa bangku dari tempatnya. Cowok itu terlihat tenang, pandangan matanya fokus ke arah buku yang terbuka lebar di mejanya. Padahal di kelas mereka pagi ini penghuninya baru mereka berdua, tapi sepertinya keberadaan Cia tak berarti apapun bagi seorang Aka, si cowok dingin itu. Bahkan, beberapa menit kemudian ketika kelas sudah mulai gaduh dengan suara teman–teman mereka yang satu persatu mulai berdatangan, sikap cowok itu sedikitpun tak terusik. Dia tetap tenang, tetap fokus dengan bacaannya.Valencia, akrab di panggil dengan nama Cia. Gadis cantik yang usianya belum genap 17 tahun di kelas XI ini. Ceria, ramah, pintar, baik hati dan berlatar belakang keluarga kaya namun tidak sedikitpun membentuknya menjadi seseorang yang angkuh selayaknya abg labil jaman sekarang yang sedang mencari jati d
Jam dinding menunjukkan angka 19.05.Weekend.Tapi, Cia asyik bergelung diri malas–malasan di kamarnya seorang diri. Satu kondisi yang rutin terjadi hampir setiap minggunya. Cia hanya akan sibuk chat dengan teman–temannya dan menolak menerima telepon dari siapapun yang bukan keluarganya. Gadis itu bukan tipe yang suka menghabiskan waktu dengan kongkow di cafe, keluyuran kesana kemari tanpa tujuan yang jelas atau kumpul-kumpul bersama geng-geng cewek supaya terkenal layaknya remaja gaul masa kini yang mengikuti arus kehidupan modern. Dia tak membutuhkan kehidupan macam itu, biarlah di anggap kolot atau kuper yang penting dirinya enjoy dengan kehidupan santai dan kesederhanaannya.Selesai otak atik ponsel sejenak dan menekan satu tombol untuk mengunci layar ponsel pintarnya, Si Gadis cantik itu meletakkan ponsel yang sedari tadi menemaninya bercanda dengan teman–temannya lewat aplikasi chat berciri khas logo hijau yang paling familiar saat
Setiap pulang sekolah, Flo selalu nyamperin Cia di kelasnya untuk mengajak pulang bersama. Begitupun siang ini, berdua mereka berjalan keluar dari kelas Cia. Baru beberapa langkah dari pintu kelas, mereka terpaksa berhenti karena mendengar sebuah panggilan. Nampaklah Bu Hanny, ibu guru muda dan cantik yang merupakan wali kelas sekaligus tetangga satu blok di komplek perumahan Cia berjalan anggun mendekat ke arah mereka. Senyum terukir di bibir guru berperangai sabar itu. Bu Hanny tak sendiri, ada seseorang di sampingnya.“Eh, Tante Han ... eh, Bu Hanny, A-ada apa, Bu?” tanya Cia gugup dengan kalimat belepotan tak karuan. Dahinya sedikit berkerut merasa heran, kenapa tiba–tiba wali kelasnya itu memanggilnya di jam pulang sekolah. Yang semakin membuatnya heran adalah kenapa ada Aka di samping perempuan cantik ini? Cowok itu berdiri diam dan tenang dengan ekspresi seperti biasanya, dingin. Tanpa sapa meski cuma sekedar isyarat saja.“Kamu mau langs
Cia yang tersentak dari lamunan sejenaknya segera mendesah pelan, balik di tatapnya Aka yang tengah memandangnya dengan mimik keheranan.“Aku masuk ya, Ka,” permisi sopan Cia sekaligus dengan niat menghilangkan kecanggungannya. Tanpa menjawab Aka segera balik badan melangkah masuk di ikuti Cia di belakangnya.“Langsung ke ruang tengah aja, lumayan ada AC-nya buat ngadem,” ajak Aka tanpa menoleh, terus berjalan lurus. Sedangkan Cia kembali mengekor di belakang Aka menuju ruang tengah sambil sesekali matanya tak lepas mengamati suasana di dalam rumah Aka yang nampak rapi dan sepi.Pemandangan nyaman ruang tengah yang di maksud Aka tersuguh di hadapan Cia. Sebuah ruangan yang tidak terlalu luas, tapi cukup lengkap perabotnya.Sebuah karpet tebal berwarna hijau segar, sebuah sofa empuk yang terlihat begitu nikmat untuk duduk bersantai sambil nonton TV, sebuah TV besar berukuran kurang lebih 60 inchi lengkap dengan atribut pendampingnya
Cia terpekur sendiri dengan malas di tempat duduknya. Posisi bangkunya yang pas dekat jendela dan kebetulan menghadap lapangan basket, membuatnya bisa dengan leluasa memperhatikan polah tingkah cowok–cowok yang saat ini tengah ramai bertanding basket di jam istirahat mereka.Aka salah satu di antaranya, terlihat serius dalam permainannya dan nampaknya sedang ada pertandingan seru melawan kelas sebelah yang tepatnya kelas Flo. Karena di lapangan itu terlihat juga Vandra, Si Cowok Tengil teman sekelas Florida yang sekaligus mantan teman SMP Cia ikut bermain beda team dengan Aka.Cia yang pada dasarnya menyimpan rasa penasaran pada sosok Aka, fokus memperhatikan segala gerak-gerik cowok itu. Apalagi begitu mengetahui sisi kehidupan Aka yang lain sekitar seminggu lalu ketika dia datang ke rumahnya. Rasa penasaran itu berubah menjadi rasa kagum. Dalam sudut pandang Cia, cowok itu begitu mandiri, itulah salah satu alasan yang melatari rasa kagumnya pada Aka.
Dingin AC mobil Vandra di tambah dengan kondisi jalanan yang padat merayap benar–benar menggoda Cia untuk segera memejamkan matanya. Apalagi sebelum mobil jalan tadi, dengan semangatnya Flo sudah menyodorkan puding manis, lanjut dengan obat dan air mineral supaya segera bermanfaat ke fungsi yang sebenarnya, yaitu mereparasi kondisi tubuh Cia. Dalam keadaan sakit begini Cia memang menjadi sangat istimewa. Bahkan sangking istimewanya, mama mempercayakan tetek bengek urusan obat yang harus di minum Cia secara tepat waktu kepada Florida. Dan atas mandat itulah, Flo benar–benar super perhatian dengan menu sekaligus jadwal makan dan jadwal minum obat Cia, 100% mirip tugas seorang artist manager. Benar sekali, seorang Mama Cia sangat tidak mempercayai putrinya untuk urusan seperti ini. Jika obat berada di tangan Cia, yang ada obat–obat itu nggak akan tersentuh sama sekali. Di tambah lagi sudah di pastikan akan terjadi pergeseran menu makan yang menjadi amburadul keluar dari catatan