...Anne menatap waspada saat mendengar suara pintu penjara terbuka diiringi dengan suara langkah kaki yang terdengar mendekat. Karena cahaya yang gelap, Anne jadi tidak bisa melihat siapa seseorang itu. Anne berpikir jika itu adalah raja Charles hingga membuat Anne beringsut mundur untuk menghindar. "Anne." Panggilan itu membuat Anne menoleh cepat. Terlebih Anne merasa tidak asing dengan suaranya. Seketika tubuh Anne terlonjak saat merasakan seseorang itu memeluknya dengan erat. Jack, Ah tidak. Julian? "Maafkan aku," ujar Julian penuh sesal. Pria itu memeluk Anne semakin erat seolah takut pelukan itu terlepas. Setelah cukup lama terdiam, akhirnya Anne tersadar. Pun Anne mulai berontak dan mendorong Julian untuk menjauh darinya. "Lepaskan aku!" Teriak Anne menolak pelukan Julian. Julian terpaksa melepaskan pelukannya dan menatap Anne teduh. Julian memperhatikan keadaan gadis nya dan itu semakin membuat Julian merasa bersalah. Terlebih ketika melihat satu kaki Anne di rantai sep
...Berapa kali pun Julian mendapat penolakan dan bentakan dari Anne, Julian tetap tidak menyerah. Pria dengan ekspresi dingin itu berjalan ke arah ruang penjara bawah tanah. Julian sudah tidak peduli lagi dengan ayahnya yang mungkin akan marah karena ia diam-diam menemuk Anne. "Pangeran, Yang Mulia raja melarang mu—""Aku tahu." Julian menyela cepat ucapan prajurit itu. Melewati ekor matanya Julian melirik datar pada prajurit penjaga itu. "Tapi aku tidak peduli. Aku berhak pergi kemanapun yang aku inginkan. Jadi jangan ikut campur," lanjut Julian dingin. Nada yang Julian keluarkan terkesan sarkas. Setelah itu Julian pun melanjutkan langkahnya dan mengabaikan prajurit penjaga yang barusan mencegatnya. "Anne," panggil Julian sesaat setelah masuk ke dalam ruangan itu. Langkah kaki Julian semakin masuk ke dalam dan mendekati Anne. Walaupun dalam gelap sekalipun, tapi Julian tetap bisa melihat keberadaan Anne di depannya. Sedikit bibir tipis Julian membentuk senyuman samar. Lalu Jul
...Tampaknya kehadiran Julian selama beberapa hari ini sudah mulai di terima oleh Anne. Buktinya gadis itu tidak lagi berteriak atau bahkan memaki Julian setiap Julian mengunjunginya di penjara. Namun tatapan benci dan wajah dinginnya masih tetap Anne berikan kepada Julian. Walau begitu, Julian tidak tersinggung sedikitpun oleh sikap Anne yang mungkin masih tetap sama. Karena Julian rasa Anne memang pantas memberikan tatapan benci pada dirinya. "Anne, biarkan aku melihat lukamu," ujar Julian. Tanpa menyahut Anne semakin manjauhkan tangannya dari jangkauan Julian. Hal itu membuat Julian menghela nafas karena sulit untuk membujuk Anne. Tadi sesaat setelah Julian masuk dan memperhatikan Anne, tanpa sengaja Julian melihat luka lebam di tangan kiri Anne. Julian yakini jika itu luka baru karena sebelumnya Julian tidak melihat luka itu. "Jika dibiarkan nanti infeksi," imbuh Julian kembali membujuk. "Biarkan aku obati," kata Julian lagi. Namun Anne masih tetap diam dan memalingkan wajah
...Malam ini Eudora mulai melancarkan aksinya. Tepat saat waktu makan malam tiba, Eudora memasuki dapur istana secara diam-diam. Di balik gaun nya, Eudora mulai mengambil botol ramuan itu dan hendak untuk menuangkan nya. Namun seorang pelayan istana tiba-tiba datang dan mengejutkannya."Tuan putri? Apa yang kau lakukan di sini?" Segera Eudora menyembunyikan ramuan itu di balik punggungnya dan berbalik badan menatap kesal ke arah pelayan itu. "Tidak ada. Kenapa kau kemari?" Tanya Eudora berusaha bersikap tenang. Pelayan itu menunduk sopan. "Aku melupakan makan malam untuk Pangeran," ujar nya. Ekor mata Eudora melirik ke arah makanan itu. Kemudian dia beralih kembali menatap si pelayan. "Biarkan aku yang antarkan." "Tapi .." "Sudah sana pergi!" Usir Eudora mendesis sebal. "B-baik." Akhirnya pelayan itu pun pergi atas perintah dari Eudora. Kini Eudora bisa tersenyum puas. Dia berbalik badan dan menatap sejenak makan malam untuk Julian. Bukankah ini kesempatan untuknya? Perlah
...Untuk kesekian kalinya Eudora memberikan ramuan itu pada Julian setiap melakukan makan malam. Tentu saja tanpa di sadari oleh orang-orang istana. Seperti halnya kali ini, Eudora kembali memasukkan cairan dalam botol kecil itu ke dalam makanan Julian sembari bibirnya yang tidak pernah berhenti bergumam. "Buat Julian melupakan Anne." Setelah itu Eudora memberikan makan malam itu pada pelayan istana untuk di berikan pada Julian. Dengan wajah yang tersenyum cantik seolah tidak terjadi apapun, Eudora duduk dan ikut bergabung untuk makan malam. "Ayahmu mengirimkan surat. Kau sudah membacanya?" Tanya raja Charles memecah hening.Eudora menoleh dan mengangguk dengan seyum tipis. "Suratnya sudah aku balas." "Baguslah." Suasana kembali hening namun itu hanya berlangsung sejenak karena raja Charles kembali bersuara. "Jadi, kapan kalian siap untuk melakukan pernikahan nya?" Tanya raja Charles kemudian. Ucapan raja Charles memiliki respon yang berbeda dari orang-orang yang berada di me
...Eudora tersenyum puas melihat tetesan terakhir dari ramuan itu. Margareth bilang jika ramuannya sudah habis maka akan terlihat hasilnya. Itu artinya semua ingatan Julian akan hilang dan begitu rencana nya berjalan dengan apa yang ia harapakan. Bagus! Bukankah itu berarti Eudora akan semakin dekat dengan Julian?Seperti biasa, Eudora akan memberikan makan malamnya kepada Julian. Setelah itu Eudora segera bergabung bersama di meja makan disertai senyum manisnya. Duduk dengan anggun berhadapan dengan Julian yang tampak acuh di sana. Netra matanya semakin menatap Julian dengan lekat. Eudora tidak melepaskan tatapannya dari Julian."Ada apa Eudora?" Tegur raja Charles saat melihat Eudora yang tampak melamun. Tersadar, lantas Eudora menggeleng seraya memberikan senyuman tipisnya. Untuk sekali lagi Enduro menatap Julian sebelum fokus pada makan malamnya. "Jadi, apa kalian sudah memutuskan?" Tanya raja Charles kemudian. "Memutuskan apa?" "Pernikahan." Seketika Julian berhenti menguny
...Julian terbangun dengan kerutan tajam di dahinya. Dia berusaha membuka matanya dan membiaskan cahaya yang sedikit mengganggu penglihatannya. "Ssh .." satu ringisan itu keluar dari bibir Julian saat ia mencoba untuk bangun. "Julian."Suara yang memanggil membuat Julian menolehkan kepalanya. Sesosok wanita yang dengan anggun melangkah mendekatinya beserta senyuman yang cantik. Eudora, orang pertama yang menyambut Julian. "Syukurlah kau sudah bangun." Eudora tersenyum manis dengan raut wajah yang berbinar. Julian masih bergeming seraya memijit kepalanya yang sedikit pening. Dia tidak tau apa yang terjadi dengan tubuhnya. "Minumlah," ucap Eudora menyodorkan satu gelas di hadapan Julian. Sejenak terdiam, namun setelahnya Julian meraih gelas yang Eudora berikan padanya dan meminumnya. Saat cairan itu masuk dan mengalir ke dalam mulutnya, Julian mengernyit heran. "Apa ini?" Tanya Julian setelah melepaskan gelas itu dari bibirnya. "Itu ramuan herbal. Tabib yang memberikannya untuk
...Berhari-hari berlalu kini keadaan Julian mulai membaik. Saat ini pria dengan wajah jemawa itu tengah berlatih seorang diri di halaman istana yang kosong. Julian bergerak gesit dengan permainan pedang yang sudah ia kuasai. Setelah dua hari tidak sadarkan diri, Julian memutuskan untuk melatih otot-otot tubuhnya yang terasa kaku. Di sisi lain Duck yang juga berada tidak jauh di sana terus memperhatikan pangeran Julian yang begitu fokus dalam berlatihnya. Setelah beberapa saat memperhatikan Julian dalam diam, Duck memlilih untuk melangkah mendekati Julian di sana. Namun Julian yang menyadari itu lantas menghentikan latihannya dan berbalik badan menghadap pada Duck. Julian tersenyum tipis menyambut kedatangan Duck. "Tepat sekali kau datang. Aku membutuhkan lawan," ucap Julian melempar satu pedang lainnya pada Duck. Begitu cepat dan tepat Duck menangkap pedang yang Julian lempar padanya. Pertarungan pun dimulai. Ini bukan sebuah pertarungan yang nyata, ini hanya sebagai simulasi unt