Malam mulai semakin larut. Aktivitas manusia mulai berkurang hingga akhirnya terhenti. Hanya lampu jalanan yang masih senantiasa bercahaya. Setiap penghuni rumah sudah mulai terlelap damai seraya bermimpi hingga hari esok. Lain halnya dengan yang ada di kamar Azura. Setiap dua jam sekali, Cora dan Leo secara bergantian berjaga Azura yang masih enggan untuk membuka mata. Leo berbaring di sofa, sedangkan Cora duduk di kursi tepat di samping tempat tidur Azura. Dia baru saja bergantian dengan Leo yang sudah dua jam berjaga. Kondisi Azura saat ini benar-benar tidak pernah diperkirakan sebelumnya. Azura sangat jarang sakit. Kalaupun sakit, pasti hanya batuk. Lain halnya dengan sekarang. Sesekali Cora memeriksa suhu Azura, denyut nadinya, untuk memastikan tidak ada kejadian buruk yang terjadi padanya.
Di ruangan yang berbeda. Sama halnya dengan di kamar Azura. Lucy dan Maya sedang berjaga di kamar Putri Olivia. Perintah tegas dari Pangeran Gavin membuat mereka harus tidur satu kam
Keesokan harinya. Pagi-pagi sekali, Pangeran Gavin berjalan menyusuri koridor tengah istana. Tanpa pendamping, tanpa penasehat, dia berjalan sendirian menuju ke ruangan ayahnya. Tidak kenal lelah, tidak juga menyempatkan waktu untuk istirahat, sebisa mungkin dia harus segera berbicara dengan ayahnya. Pangeran Gavin berdiri di depan pintu ruangan. Tanpa berlama-lama, mengetuk pintu tiga kali dan dibalas oleh pemilik ruangan. Dengan perlahan, Pangeran Gavin mendorong pintu di depannya kemudian melangkah masuk. “Terlalu pagi untuk datang ke ruanganku, Gavin.” Sebuah celetukkan yang mengawali pembicaraan. “Dan terlalu pagi untuk ayah duduk di sana,” balas Pangeran Gavin dengan sindirannya. Buah jatuh tidak akan jauh dari pohonnya. Sama-sama memiliki pikiran yang sependapat. Sama-sama tidak tertarik dengan harta. Sama-sama berambisi untuk menjatuhkan siapapun yang mengibarkan bendera perang. Yang Mulia William tertawa renyah. “Ha-ha. Memang rasanya
Gulungan kertas dengan tulisan dari Yang Mulia William sudah sampai di tangan Norman. Astra pun sudah diberitahu terkait hal ini. Sedangkan Gabriel sudah kembali ke istana lebih dulu untuk bergantian menjaga Azura. “Aku akan menyiapkan kereta kuda. Kau bisa membujuk mereka untuk mau diantar pulang, bagaimana?” Norman melipat kembali kertas di tangannya kemudian menyimpannya di saku jasnya. Astra mengangguk setuju. “Bukan masalah.” Langkah lebarnya menuju ke salah satu kamar yang ditempati oleh Yang Mulia Geld dan Dandi. Sekalipun luka yang diderita oleh Dandi masih belum sembuh sepenuhnya, namun jika mereka segera sampai di istana maka dokter akan melanjutkan pengobatan padanya. Tok! Tok! “Permisi.” Astra mendorong pintu pelan dan mendapati tamu-tamunya masih duduk di sofa dengan sarapan pagi yang dibuatnya. “A-Apa ada masalah?” tanya Yang Mulia Geld. “Maaf sebelumnya, Yang Mulia. Saya mendapat perintah dari Yang Mulia William, kalau a
Di lain tempat. Ketika canda tawa memenuhi kamar Azura, hal yang berbanding terbalik justru sedang terjadi di ruangan milik Pangeran Louis. Sepuluh orang berjubah hitam berdiri di tengah-tengah ruangannya. Dean pun berdiri di samping meja kerja Pangeran Louis. Pangeran Louis bersandar di meja kerjanya menatap ke sepuluh orang yang berdiri di seberangnya. “Terima kasih sudah datang tepat waktu.” Salah seorang pemimpin dari mereka menjawab. “Tentu saja. Selama ada uang, kami akan menjalankan perintah apapun itu.” Senyuman lebar tercetak jelas di bibir Pangeran Louis. Rencananya sebentar lagi akan dimulai. Sebuah ambisi untuk menjatuhkan dua orang dalam satu rencana. “Tugas kalian tidaklah sulit. Kalian hanya perlu menculik Putri Olivia di Kerajaan Wisteria. Aku berikan kebebasan kapan kalian akan melakukan. Yang jelas, tidak lebih dari dua hari. Apa kalian sanggup?” “Itu sangat mudah. Serahkan pada kami. Kami pastikan kurang dari dua hari, kami pasti me
“Kenapa harus Putri Olivia? Apa mungkin Azura memang ingin dijenguk oleh putri?” Leo meninggalkan bukunya ketika kabar menyenangkan sekaligus mengejutkan itu didengarnya. Gabriel menggeleng pelan. “Kita tidak akan tahu sebelum bertanya langsung padanya. Apa yang dirasakannya ketika tidak sadarkan diri dan saat dia tersadar.” “Mau menjenguknya sekarang?” “Nanti saja. Setelah putri pergi, kita kesana. Aku lebih tertarik membayangkan wajah Astra yang melihatnya secara langsung.” Gabriel terkekeh pelan membayangkan wajah Astra yang begitu senang melihat Azura tersadar. Leo hanya bisa mengangguk kemudian kembali melanjutkan membaca bukunya. “Oh ya, kau sudah mengintai di Kerajaan Thorn, bukan? Apa ada sesuatu yang mencurigakan?” Topik berganti. Gabriel teringat tugas yang diberikan pada Leo untuk mengawasi Kerajaan Thorn. Leo mengeleng pelan. “Tidak. Tidak ada. Masih sama seperti biasa. Menurutmu, apa Pangeran Louis akan kembali ke Kerajaan
Di tempat lain. Tiga orang yang membawa Putri Olivia tiba di bangunan yang menjadi penjara Kerajaan Mandelein. Bangunan tersebut terpisah dengan istana, lebih tepatnya berada di ujung timur istana, sangat dekat dengan dinding perbatasan istana. Bangunan tersebut hanya memiliki penerangan obor, karena sudah tidak digunakan lagi. Raja memutuskan untuk memindahkan bangunan tahanan dekat dengan istana jadi bangunan lama tidak digunakan lagi. “Letakkan dengan hati-hati.” Noir berdiri di samping Palte yang membaringkan Putri Olivia di ranjang penjara. Pandangannya beralih menatap Axel yang terduduk di luar sel tahanan dan terlihat sedang menahan sakit di perutnya. “Kau baik-baik saja?” Axel tertawa pelan seraya memegangi perutnya. “Sepertinya tidak. Rasanya ada beberapa tulangku yang patah dan sepertinya pin-ku hilang.” Palte keluar dari bilik tahanan mendekat ke arah Noir yang mencoba mengobati Axel. “Beruntung kau bisa selamat tadi.” Perlahan Axel berdiri
Ruangan Yang Mulia William. Rapat darurat segera digelar. Semua orang berkumpul kecuali Azura, Lucy, dan Cora. Azura dan Lucy sedang dirawat oleh Cora. Luka di tubuh mereka, memaksa mereka untuk istirahat total. Terutama Azura, yang kembali tidak sadarkan diri.“Berita buruk yang sangat tidak ingin kudengar...” Yang Mulia William menjeda kalimatnya. Bahkan dua kabar yang didapat sangat tidak pernah disangkanya. “Namun kita juga tidak bisa berlama berdiam diri. Kita harus segera menyelesaikan semua ini. Lebih cepat lebih baik. Kita mulai dengan apa yang terjadi di Thorn. Aku berencana untuk mengirimkan Norman ke sana. Astra, kau–”“Astra akan tetap di sini. Gabriel yang akan pergi dengan Norman.” Pangeran Gavin memotong pembicaraan. Azura dan Lucy yang menjadi dasar ucapannya. Dia tidak ingin ada korban jiwa di kerajaannya. “Ayah akan tetap di sini dan jangan pergi kemana pun. Aku akan pergi dengan Leo ke Kerajaan Gambera.
Tengah hutan, dua kilometer dari Kerajaan Gambera. Pangeran Gavin dan Leo muncul dan mulai bergerak mendekat ke tujuan mereka. Kondisi yang gelap tidak menyulitkan bagi mereka untuk menyusuri jalan setapak. Malam ini bulan pun bersinar redup karena awan menutupinya. Semakin larut, semakin dingin pula angin yang berhembus.Sesekali Pangeran Gavin memperhatikan sekitarnya yang gelap. Tidak ada pencahayaan di jalan setapak yang mereka lewati. Bagi yang belum terbiasa, mungkin gelapnya hutan akan sangat menakutkan. Sesaat terlintas bayangan Putri Olivia, malam itu dia melarikan diri dari kerajaannya sendiri, dan malam ini dia dipaksa kembali ke kerajaannya. Perang yang disebutkan olehnya di siang itu, menjadi kenyataan dalam beberapa hari ke depan.Apapun yang terjadi, aku akan menyelamatkanmu.Sebuah cahaya terlihat sangat kecil di seberang kanan Pangeran Gavin membuatnya menghentikan laju kudanya. Matanya memicing menatap cahaya yang terbilang jauh dariny
Di ruangan perawatan. Norman keluar dari ruangan dan dihampiri oleh beberapa pelayan. Sarung tangan yang dipakainya segera dilepas kemudian meletakkannya di nampan yang disodorkan oleh pelayan padanya.“Apa Yang Mulia baik-baik saja?” tanya pelayan tersebut.Dandi berdehem. “Beliau sudah melewati masa kritis. Sisanya tinggal menunggu beliau sadar. Omong-omong, kalian melihat rekanku?”“Ada bersama Tuan Dandi di kamar Yang Mulia Geld.”“Terima kasih.” Dandi pun melangkah menuju ke tempat Gabriel. Hingga kasus ini diketahui siapa pelakunya dan memastikan Yang Mulia Geld sudah sadar, mereka berdua tidak bisa pulang begitu saja.Gabriel berjongkok tepat di depan bercak darah Yang Mulia Geld yang berceceran di lantai kamar pribadinya. Masih belum ada bukti lain kecuali darah di lantai. Gabriel bahkan dibuat pusing karena bukti yang sangat sedikit.“Bagaimana?” Norman melangkah masuk, ber