Galih berlari kencang dengan Merlyn yang berada dalam gendongannya. Ia nyaris tidak sanggup menggendong Mer karena kedua tangannya terus saja gemetaran hebat. Ibunya lah yang menyadarkannya untuk segera membawa Merlyn ke rumah sakit terlebih dahulu ketimbang membunuh preman-preman itu. Briptu Hendrawan lah yang akhirnya menghandle masalah preman, dan Bripda Indra yang berusaha dengan sekuat tenaga menahan tangannya yang terus saja tidak puas-puasnya memukuli si preman, walaupun orangnya sudah tidak sadarkan diri. Ternyata ibunya menelepon kedua anak buahnya untuk mencegahnya menjadi seorang pembunuh.
"Aduhhhh... bagaimana ini Non? Bibik bisa dimarahin tuan sama nyonya ini karena nggak bisa ngejagain si Enon. Sadar dong, Non. Bibik takut ngeliat si Enon diem aja kayak gini."
Bik Sari menangis ketakutan saat melihat majikan kecilnya tergolek lemah di dalam mobil Galih. Galih yang sedang menyetir di depan, kehilangan konsentrasi karena terus
"Jadi beneran barang belanjaan kami sudah diantarkan anak buah Abang polisi ke rumah? Apa anak buah Abang polisi itu tahu kalau alamat rumah saya itu di--""Pondok Indah 12 Kebayoram Lama, Jaksel, kan?" Potong Galih cepat."Iya bener, Bang. Hebat banget ya anak buah Abang Polisi. Kayak Rommy Rafael. Tau aja alamat rumah orang. Eh Abang juga hebat ding, hapal sama alamat rumah saya. Padahal saya cuma bilangnya sekali." Merlyn memandang takjub Galih yang tengah konsentrasi menyetir. Ternyata polisi itu hebat-hebat ya? Mereka tahu aja alamat rumah kita ada di mana."Abang polisi bukan sekedar hafal dengan alamat rumah kamu, Merlyn. Tapi Abang polisi ini memang sengaja ngapalin. Iya kan, Abang Polisi?" Sekar sengaja menggoda putranya yang wajahnya kembali memerah karena ia ketahuan telah menghapal alamat rumah Merlyn.Galih yang bertingkah seperti ini sangat membuat Sekar penasaran. Ia ingin melihat s
"Lima belas menit sudah berlalu dari saat Galih mengatakan suka kepadanya. Sekarang ia dan Bik Sari sudah ada di dalam mobil. Galih sedang mengantar mereka pulang. Di dalam rumah tadi ia memang tidak mengatakan apapun soal perasaan Galih padanya. Bukan apa-apa, ia masih kaget. Tapi sekarang ia pensaran setengah mati. Lebih baik ia menanyakan saja semua rasa penasarannya sampai tuntas. Toh tidak ada orang di sini. Kalau Bik Sari dan ARTnya yang paling ia cintai. Jadi bukan orang. ""Abang suka sama saya? Sungguh?" Galih mengangguk mantap. Merlyn seketika mengangguk-anggukkan kepalanya. Puas akan jawaban Galih yang tidak berubah."Jadi udah 21 orang sama Abang polisi. Abang suka saya karena apa? Harta atau wajah?" Tanya Merlyn serius."Kenapa kamu bertanya seperti itu?" Kalau saja Galih tidak mengenal Merlyn dengan baik, pasti ia akan tersinggung mendengar kata-kata frontal Merlyn. Tapi karena ia sudah mengenal Merlyn luar d
Pagi menjelang siang yang sibuk. Merlyn membawa serta Bik Sari ditambah dengan 3 orang pelayan baru untuk membantunya di kantin. Di saat jam-jam menjelang makan siang seperti ini, mereka semua sibuk berjibaku di dapur. Sebagian makanan memang ada yang sudah dimasak dari rumah, tapi sebagian lagi di masak di dapur kantin. Merlyn lumayan bisa memasak walau tidak sepintar Bik Sari yang cuma masak tumis kangkung saja enak. Tangannya juara, euy! Saat ini gas kebetulan habis. Dan untungnya abang tukang gas tiba hanya dalam waktu sepuluh menit. Alhamdullilah. Tapi Merlyn sedikit takut saat melihat warna tabung gasnya."Abang tukang gas. Bisa nggak kalau besok-besok nganter gas 3 kilogramnya warnanya jangan ijo begini. Saya mau yang warnanya kuning, kelabu, merah muda atau biru pun boleh. Karena kalau warna hijau, pasti nanti meledak kata abang tukang balon."Sahut Merlyn takut-takut saat memasang tabung gas elpiji yang
"Abang polisi yakin ini mau nganterin Mer pulang? Nanti kalau Abang digebukin sama ayah dan Bang Tian bagaimana?"Merlyn mengikuti langkah Galih menuju tempat mobilnya di parkir. Wajah Merlyn tampak mendung. Ia sebenarnya memang kepengen sekali memberitahukan keluarganya tentang status abang polisinya yang sudah naik pangkat menjadi pacarnya. Tetapi ia juga tahu kalau ayah dan abangnya itu tidak begitu menyukai Galih. Sebenernya sih bukan cuma Galih. Tapi semua makhluk yang berjenis kelamin laki-laki yang menyukainya. Ayah dan abangnya sudah langsung curigaition saja. Ujung-ujungnya pasti pada berantem semua. Merlyn tidak ingin wajah ganteng abang polisinya jadi jelek kayak kue cake jatuh ke aspal. Hancur tak terbentuk lagi pastinya. Pada Bintang saja, ia terus mewanti-wanti untuk tidak mengatakan apa-apa. Ia belum siap kalau keluarganya menolak abang polisinya. Jelasnya, ia tidak sanggup disuruh putus saat sedang sayang-sayangnya.
"Maksud kamu, kamu tidak memerlukan restu saya, karena restu saya itu tidak penting selama anak saya mau-mau saja, begitu Galih?" Chris merasa darahnya naik semua ke kepalanya."Kamu tahu Galih, bagi semua orang tua di dunia ini, kebahagiaan anak dan istrinya adalah hal nomor satu baginya. Saya adalah orang pertama yang melihatnya lahir, menimangnya, menggendongnya, mengajari tentang kehidupan. Memeluknya ketika ia menangis. Membesarkan hatinya ketika ia bersedih. Dan menjaganya siang malam ketika dia sakit. Saya adalah orang pertama yang akan pasang badan untuk melindunginya jika ada orang yang berani coba-coba untuk menyakitinya. Saya sudah mencintainya, sejak ia ada dalam rahim ibunya. Saya melakukan itu semua selama 25 tahun usianya. Bukan berarti saya ini ayah yang hebat. Tapi karena semua ayah yang ada di muka bumi ini pasti akan melakukan apa yang saya lakukan. Begitulah peran seorang ayah dalam kehidupan anak-anaknya.Dan kini kamu
Drttt... drrtt... drttt..."Assalamualaikum, Bu. Ada apa Ibu menelepon Galih di jam-jam seperti ini? Ibu sakit?" Galih langsung deg-degan saat menerima telepon dari ibunya pada jam-jam kerja seperti ini. Ibunya biasanya hanya meneleponnya di atas jam 6 sore, itu pun jarang-jarang. Hanya apabila ia belum pulang dinas dari jam yang seharusnya."Waalaikumsalam, Nak. Bukan Ibu yang sakit, Lih. Tapi Pak Herman. Pak Herman kritis dan saat ini ada di ruang ICU bersama dengan Arini. Kamu bisa ke sini sebentar, Nak? Kata Rini, ayahnya ingin berbicara dengan kamu. Bisa, Nak?" "Iya Bu. Galih akan ke rumah sakit sekarang. Galih izin atasan Galih dulu sebentar ya, Bu? Setelah itu Galih akan langsung ke sana. Galih tutup dulu teleponnya ya, Bu. Assalamualaikum."Galih tahu apa yang ingin dibicarakan oleh Pak Herman. Pasti beliau ingin membicarakan masalah perjodohannya denga
"Abang kok tumben jam segini bisa ke sini? Abang nggak kerja? Oh penjahatnya juga perlu makan siang dulu kali ya, Bang? Biar kuat nanti larinya kalo pas Abang kejar-kejar. Hehehe... ayo Bang, duduk sini. Abang mau makan apa?" Senyum manis Merlyn menghadirkan dua dekik kecil di pipinya. Merlyn senang sekali abang pacarnya datang mengunjungi kantinnya."Sepertinya di sini juga banyak penjahat, Mer. Cuma kamu tidak menyadarinya saja." Sahut Galih kalem. Tapi tatapannya tampak begitu tajam dan mengancam kepada para executive muda yang seketika tampak tidak berkutik. Galih dengan sengaja memperlihatkan sedikit glock 17nya soalnya. Bagaimana mereka tidak keder? "Hah? Masa sih, Bang? Bahaya banget kalau penjahat bisa sampai masuk ke sini? Lagian apa lah yang mau dicuri di sini, coba? Paling cuma makana
"Kamu mau ke mana, Galih? Ini masih jam tujuh lewat lima menit, tapi kamu sudah mau pulang aja. Ayo sini dulu, temani saya main catur. Kemarin saya sengaja mengalah hanya karena saya tidak mau membuat kamu kehilangan muka di depan si Mer. Kan nggak keren amat kalau baru aja jadian, tapi kamu sudah kalah saja sama saya. Saya hanya menjaga perasaan putri saya. Nanti dia malu kalau pacarnya yang dia puja-puja setinggi langit, malah keok di tangan ayahnya sendiri. Kan ngenes bener."Chris yang sebenarnya sejak dari pukul empat sore tadi terus saja menunggu Galih datang, langsung membawa kotak catur ke ruang keluarga. Ia ingin kembali menjajal kemampuan catur calon menantu polisinya ini. Tian terlalu sibuk mengurus istrinya yang sedang hamil muda, sementara ia sendiri mengidam muda. Istrinya yang hamil, tapi bukan istrinya yang mengidam. Malah yang mendonor sperma yang mengidam. Anak menantunya saat ini seperti sedang bertukar peran saja.