"Kau belum menjawab pertanyaanku,” kata Dominic.
Diana mengangkat tangannya yang dicekal, "Apa aku harus menjawab pertanyaan dari orang kasar sepertimu? Lepaskan tanganmu sekarang!"
Dominic hanya tersenyum sinis lalu melepaskan cekalannya. Namun, ia tidak benar-benar berniat melakukannya. Apa yang dilakukannya telah membuat Diana kini benar-benar berada di ambang batas kemarahannya.
Bagaimana tidak? Dominic memang melepaskan tangannya namun dia langsung beralih ke Pine dan menempatkan tangannya di leher wanita ini. Mencekiknya dengan erat secara perlahan-lahan.
"Sangat mudah bagiku mematahkan lehernya. Kau tahu itu bukan?" ujar Dominic dengan senyum liciknya. Diana langsung mengepalkan tangannya dengan erat.
"Wanita ini membawa sesuatu yang berharga, dan aku harus mengembalikan apa yang dia bawa ke pemilik yang sebenarnya," sambung Dominic.
Diana berteriak marah, "Apa lagi yang akan kalian lakukan!!! Tanpa sepengetahua
"Ada apa dengan wajah ini? Guratan kemarahan itu… aku pernah melihatnya di suatu tempat. Tidak! Aku bukan pernah melihatnya. Aku selalu melihatnya! Wajah ini tidak asing, tapi siapa dia!?" batin Pine."Mata biru dan rambut merah ini... Dulu aku mengenal orang yang memiliki warna mata dan rambut sepertimu," Dominic memandang intens Diana. "Tapi sayang, dia sekarang sudah tidak ada di dunia ini lagi.”“Kenapa setiap orang selalu mengomentari rambut dan mata ini? Aku benar-benar tidak mengerti dan tidak peduli!!” batin Diana.Manusia ini kemudian memperat cekikannya pada leher Dominic, “Aku tidak peduli dengan apa yang kau ucapkan.”"Nggg..." erang Pine ketika Dominic melakukan hal yang sama padanya."Kau yakin mau melakukan ini? Apa yang kau lakukan padaku akan berlaku sama dengan wanita ini,” Dominic menantang lalu tersenyum sinis.Sementara itu, Diana tidak b
"Tunggu di sana!" seru Al dari sisi dalam jendela yang kacanya sudah hancur. Tapi yang Ika malah tidak berniat untuk patuh."Aku bilang tunggu! Kenapa kau menyebalkan sekali!" seru Al.Tap!Orang yang diberikan perintah melangkahkan kakinya, berniat mendekat. "Rika Harrison de Haltz!" pekik Al kesal, dan Ika pun langsung diam di posisinya seraya mengerucutkan mulutnya sebal. Ia hanya ingin membantu, namun Al terus saja bersikap protektif padanya, padahal Ika bukan vampir biasa."Aku tahu kau ingin membantu, tapi tunggu di bawah sana saja. Jika kau ikut membantu, semuanya akan berantakan," kata Al lalu menghilang dari pandangannya.Ika mendengus keras, "Apa aku tidak boleh membantu? Ahh...! Aku merasa sangat tidak berguna!”Ika lalu melihat ke hamparan vampir yang mengelilinginya, "Mereka hanya terbujur diam sejak tadi. Mereka tidak mati... aku bisa mendengar detak jantung yang saling menyahut."Kemudian
Rai mengangkat tubuh Iki yang terjatuh di lantai akibat terlepas dari cengkeraman prajurit yang baru saja ia bunuh tadi. Bagaikan sebuah barang, Rai kemudian memberikan Iki begitu saja ke Diana."Aku rasa urusan kita sudah selesai," tegas Rai. "Mereka milikku, jadi aku akan mengambilnya kembali. Dan manusia itu, aku tidak punya urusan dengannya.”Dominic hanya terdiam dengan wajah datar. Sedangkan Rena masih setia berdiri melindunginya. Prajurit yang lain pun tidak berkutik mengingat di hadapan mereka adalah pemimpin Klan Haltz, terlebih tidak ada satu pun perintah yang mengatakan untuk menyerangnya.Sedetik kemudian, senyum dengan makna tersembunyi terbentuk di wajah Dominic, tanpa membalas ataupun berbicara satu kata pun dia berbalik pergi dengan Pine yang masih ia cekik lehernya, membuat tubuhnya bergelayut ke sana kemari mengikuti langkahnya."Dia milik Haltz," ucap Diana yang tiba-tiba berada di hadapan Dominic, menghalangi jal
Keadaan semakin bertambah kacau. Suasana juga semakin bertambah berat dengan hadirnya aura-aura membunuh yang perlahan menekan atmosfer udara di sekitar. Bahkan bagi Iki yang merupakan anggota keluarga utama Klan Haltz, keadaan seperti ini tidak bisa dia atasi."Aku benar-benar tidak bisa bernapas..." batin Iki merasa kembali tercekik.Dilain pihak, Dominic terus mengabaikan keberadaan Kevin, dirinya lebih tertarik dengan surat yang tadi ditunjukkan Diana tepat di depan wajahnya. "Kau membuat manusia ini menjadi pengganti pemimpin Klan Haltz?""Tidak ada peraturan yang mengatakan aku tidak bisa melakukannya," jawab Rai dengan memfokuskan pandangannya ke Diana.Merasa benar-benar diabaikan, dan juga karena perbuatan Dominic yang berani menyakiti Pine, membuat Kevin tidak bisa lagi mengontrol emosinya. Dia akhirnya menyerang Dominic."Aku benar-benar membencimu!!" teriak Kevin yang maju menyerang.Namun langkahnya lan
Al keluar dari dalam kastel seraya menggendong tubuh Iki yang sudah sangat lemah. Al langsung menghampiri Ika yang berdiri cemas menunggu kedatangan siapa pun."Iki!" teriak Ika ketika melihat saudara kembarnya dengan keadaan yang seperti itu. "Kau baik-baik saja?" dan Iki menjawab dengan anggukan."Di mana Kak Diana, Al?" tanya Ika dengan muka cemas."Di dalam, bersama dengan Rai," jawab Al.***Kevin bergeming di tempatnya, dia sama sekali tidak mengerti hal yang diucapkan manusia yang sedang menghalanginya, atau lebih tepatnya Kevin tidak mau mengerti.Kevin tahu bahwa maksud wanita ini adalah membuat Pine menjadi utusan Haltz, namun ini berarti Diana mengorbankan dirinya sendiri. Inilah hal yang paling tidak mengerti oleh Kevin. Dia bahkan tidak mengenalnya, dan kini manusia ini malah berusaha menyelamatkan Pine."Apa yang kau ucapkan!?" tegas Rai marah.Diana melihat ke arah Rai
Shh!Diana sudah berpindah posisi di hadapan Kevin yang sejak tadi diam membisu. "Terima kasih sudah menyelamatkannya," ujarnya tulus. Kemudian Diana melangkahkan kakinya mendekati Dominic, dan berdiri di belakangnya.Diana menatap Rai yang kini terpisah oleh jarak, "Kami pernah membuat janji bersama, dan aku sudah menyelesaikan janji itu. Sampaikan padanya bahwa sekarang dia bisa memiliki kehidupan yang dia mau," dan Diana menutup perkataannya dengan sebuah senyuman."DIANA!" teriak Rai."Sekarang kita bisa pergi," ucapnya ke Dominic yang lalu memberikan perintah melalui lirikan matanya."Seperti katamu, kau hanya mengambil apa yang menjadi milikmu, dan kami mengambil apa yang menjadi milik kami," ucap Rena ke Rai.Rai mengatupkan mulutnya rapat-rapat, membuat giginya saling bergesek kencang, "Apa yang sebenarnya kau lakukan Diana!!? Kenapa kau berani mempermainkanku!!?”Rai berniat untuk meny
Ssrrkk... Ssrrkk... Ssrrkk...Terdengar suara langkah kaki Rai membelah tebalnya salju. Ekspresinya sungguh mengerikan dengan mata yang tajam memandang lurus ke depan, dan aura membunuh yang kuat memancar.Al yang melihatnya dari jauh hanya bisa bertanya-tanya apa yang telah terjadi, terlebih dia melihat tuannya menggendong seorang wanita dalam tangannya. Sementara itu, Ika dan Iki hanya melihat dengan rasa penasaran dan khawatir atas tidak adanya kehadiran Diana di sana."Bawa dia," ucap Rai menyerahkan Pine ke tangan Al yang menerimanya tanpa ada satu pertanyaan pun."Di mana Kak Diana?" tanya Ika memberanikan dirinya."Kita kembali sekarang," tambah Rai menulikan pendengarannya.Hap!Iki meraih baju Rai dengan sisa tenaganya, "Apa yang terjadi? Di mana Kak Diana? Kenapa dia tidak kembali bersamamu!?"Manik mata Rai sudah berubah merah, dia menatap dalam-dalam manik mata milik Iki, "Kita kem
Tok. Tok. Tok.Suara ketukan terdengar beberapa kali di daun pintu. Al mencoba memanggil yang ada di dalam, "Rai..." namun tidak ada sahutan.Tok. Tok. Tok."Mau sampai kapan kau mendekam di sana? Apa kau ini seorang tahanan? Keluarlah!" ucap Al kehilangan kesabarannya."Rai! Cepat keluar!!!"Hening...Rai sama sekali tidak merespons.DAK!Al yang sudah sangat kesal akhirnya menendang pintu ruangan dengan sangat kencang, “Sial! Apa lagi yang kau pikirkan, hah!?"Dari jauh Iki dan Ika hanya bisa terdiam melihat semuanya. Sejak kepulangan mereka tiga hari yang lalu dari Raltz, Rai sama sekali tidak pernah keluar dari ruangan singgasananya. Bahkan tidak ada suara apapun yang terdengar.Semua penghuni kastel Haltz pun tidak tahu apa yang terjadi di dalam sana. Entah mati atau hidup, Rai tidak pernah merespons sama se