Share

Purnama
Purnama
Author: Juniya Andromeda

1-2

Malam yang gelap, Purnama baru saja pulang dari tempat kerjanya. Setelan blazer dan rok sepannya sudah kusut setelah seharian bekerja. Jam 6.30 pagi ia berangkat dan kini jam 11 malam dia pulang.

Turun dari mobil milik rekan kerjanya, Purnama tergesa memasuki rumah. Menoleh pada rekan kerjanya lalu Purnama melambaikan tangan.

Setelah melepas sepatu dan menaruhnya di rak Purnama mengetuk pintu. Namun, beberapa kali ia mengetuk tidak ada siapa pun yang menjawab. Purnama berinisiatif menggerakkan gagang pintu.

Krek!

Pintu rumah ternyata tidak dikunci, ia membukanya. Di dalam keadaan amat gelap karena lampu ruang tamu dimatikan.

Klik!

Lampu menyala saat Purnama menutup pintu.

"Dari mana kamu jam 11 malam baru pulang?" tanya Bintang–suami Purnama– duduk di sofa sambil merokok.

"Lembur, Mas. Ini kan akhir tahun, aku harus nyelesaiin laporan."

"Lembur apa lembur?!" Bintang meniup asap rokok, menaruh puntungnya lalu berdiri dan berjalan ke arah Purnama. Mata Bintang menatap tajam pada Purnama.

"Ya, lembur banyak kerjaan. Tadi jam 7 kan aku udah bilang kalo malam ini lembur." jawab Purnama hati-hati.

"Yang anter kamu pulang tadi siapa?" tanya Bintang tepat di depan Purnama. Bau asap rokok bercampur alkohol begitu terasa di hidung Purnama.

"Itu Pak Alex, manajer aku, Mas."

"Hm. Mobilnya bagus ya?" tanya Bintang.

"Mobil?" Purnama tidak mengerti mengapa sang suami bicara ke sana dan ke sini.

"Mobil gue kan cuma Avanza model lama, dia Fortuner model baru. Pasti bagusan Fortuner kan?" tanya Bintang sinis.

"Maksud Mas apa?"

"Jangan belaga bego! Uang dia pasti lebih banyak dari uang gue."

"Kok jadi ke masalah uang?" Purnama makin tidak mengerti.

"Lembur tuh cuma alesan kamu biar kamu bisa berduaan sama manajer kamu." tuduh Bintang sambil menunjuk muka Purnama.

Mendengar ucapan suaminya, emosi Purnama naik. "Mas jangan sembarangan nuduh!"

"Buktinya kamu pulang diantar dia!"

"Jam 10 tadi aku minta tolong sama Mas untuk jemput tapi Mas bilang gak bisa, sibuk. Pak Alex cuma berbaik hati nganterin aku karena udah malem, Mas." Purnama berusaha menjelskan dengan menekan setiap kata yang dia ucapkan.

"Owh, sekarang kamu bela dia. Ngerti aku." Bintang mengangguk-angguk.

"Apa sih maksud kamu, Mas?"

"Kamu selingkuh!" Bintang mencengkeram bahu Purnama.

"Itu tuduhan gak berdasar, Mas!" Purnama berusaha melepas cengkeraman tangan suaminya. Namun tenaga Bintang jauh lebih besar dari Purnama. Postur tubuh Bintang yang tinggi besar seakan menenggelamkan tubuh Purnama yang mungil.

"Kamu cari yang lebih kaya kan?!" Tatapan tajam Bintang seakan menusuk Purnama.

"Enggak, Mas, demi Allah dia cuma rekan kerja aku." Purnama bicara penuh kesungguhan.

"Atau kamu cari lelaki yang bisa kasih kamu kepuasan lebih?" Pertanyaan Bintang menyalakan api di hati Purnama.

"Kamu mabuk, Mas! Omongan kamu ngaco semua!"

Cengkeraman Bintang makin keras, tubuh Purnama makin tidak dapat bergerak.

"Sakit, Mas." ringis Purnama.

"Atau kamu cari keduanya, harta dan kepuasan?" Mata Bintang menatap nyalang pada istrinya.

"Ngaco kamu!"

"Dasar jalang!"

Plak!

Purnama menampar suaminya dengan tenaga yang tersisa.

"Aku istri kamu!" ucap Purnama penuh amarah.

Mendapat tamparan dari sang istri, emosi Bintang semakin naik. Matanya menyalang menatap Purnama, gerahamnya saling beradu.

Diusapnya bekas tamparan Purnama lalu tangan kanannya memegang kepala Purnama dari arah belakang.

"Malam ini kamu akan dapat kepuasan dariku!" Bintang menyeringai.

Bintang mencium istrinya dengan kasar, tangannya menekan kepala Purnama hingga Purnama tak mampu berontak atas ciuman suaminya.

Bintang mendorong tubuh Purnama ke dinding tanpa melepas ciumannya.

"Le … pas!" Purnama terus berontak namun Bintang tak peduli. Nafsu menguasainya, Vodka yang diminumnya beberapa saat sebelum Purnama pulang memperparah semuanya.

Bintang melucuti pakaian istrinya satu demi satu dengan paksaan dan membawa Purnama ke kamar mereka.

Air mata Purnama meleleh, ini pertama kalinya ia melayani sang suami dengan terpaksa. Selama ini ia berusaha menjadi istri yang baik, melayani suami sepenuh hati.

Lebih dari satu jam Purnama bergumul dengan suaminya dan kini Bintang telah lelap di sebelahnya. Tubuhnya terasa sakit semua apalagi hatinya.

Purnama melihat jam yang bertengger di dinding. Hari sudah berganti dan ini adalah hari ulang tahun pernikahannya dengan Bintang, tepat setahun mereka menikah.

***

Purnama bangun setelah 2 jam tertidur. Ia segera menuju dapur untuk memasak air. Diisinya air di panci besar lalu menjerangnya di atas kompor. Dikeluarkannya bahan-bahan untuk memasak dari dalam kulkas. Nasi sisa semalam ia masak menjadi nasi goreng untuk sarapan. Ia juga memasak nasi baru untuk makan siang.

Adzan Subuh berkumandang, Purnama mandi hadats besar lalu   menunaikan   kewajibannya  pada   Sang Pencipta. Bintang masih terlelap di ranjang tepat di samping Purnama yang sedang sholat. Ia tidak tahu kenapa sang suami menuduhnya selingkuh bahkan menyematkan julukan paling menjijikkan padanya. Ia berdoa agar Allah membuka tabir kebenaran tanpa ada lagi keributan di antara mereka.

"Mas, Subuh, mandi, sholat!" Purnama menggoyangkan bahu suaminya.

"Euh ...." Bintang melenguh dan merubah posisi menjauhi istrinya.

"Mas, nanti waktu Subuhnya keburu habis loh,"

"Ngantuk." ucap Bintang tanpa sedikit pun membuka matanya.

"Ayo, Mas, bangun!" Purnama membuka sedikit selimut yang menutupi suaminya berharap ia segera bangun.

"Cerewet banget sih lu!" Bintang menutup tubuhnya kembali dengan selimut lalu kembali tidur.

Purnama menghela napas, ia tahu suaminya bukanlah lelaki sholeh saat mereka menikah namun ia selalu berharap suaminya dapat berubah. Tiap hari Purnama berusaha dengan lembut menegur dan memberi tahu suaminya tentang kewajiban dalam agama yang harus dilaksanakan dan doanya tidak pernah putus untuk suaminya.

Purnama juga sadar dia bukanlah wanita sholehah, dia pun belum melaksanakan kewajiban untuk menutup aurat. Namun, Purnama selalu berusaha melakukan yang ia bisa. Bajunya selalu sopan, sholat 5 waktu juga tidak pernah ia tinggalkan, bersedekah pun menjadi kebiasaan dan kadang ia melakukan puasa sunah.

Ia tinggalkan Bintang yang masih bergelut dengan selimut menuju ke dapur. Jam 6.30 pagi ia harus berangkat dan sebelum ia berangkat makanan untuk suaminya harus sudah matang. Setiap hari sebelum bekerja Purnama selalu memasak untuk sarapan dan makan siang suaminya.

Asyik berkutat di dapur, tidak terasa waktu telah menunjukkan pukul 6 pagi. Pintu rumah diketuk, Purnama tahu siapa yang datang karena beliau hampir tiap pagi datang ke rumah.

"Masuk, Pih." Pria paruh baya dengan rambut yang telah memutih berdiri di depan Purnama. Begitu pintu dibuka ia masuk ke dalam. Ucapan Purnama yang mempersilakannya masuk hanya basa basi semata karena tanpa dipersilakan pun beliau akan masuk.

"Udah bikin sarapan?" Martoyo, sang bapak mertua bertanya sambil melihat ke arah meja makan.

"Udah, itu ada nasi goreng di meja makan."

Martoyo duduk di meja makan dan menyendokkan nasi ke piringnya, "Kamu udah sarapan?"

"Saya sarapan di kantor saja, takut kesiangan."

"Mana Bintang?"

"Masih tidur." "Owh."

"Saya siap-siap ke kantor dulu, Pih."

Ini adalah pemandangan sehari-hari di rumah Purnama. Rumah yang dihuni Purnama adalah milik mertuanya, mereka memiliki 2 rumah yang berdampingan. Mertua Purnama tinggal di samping rumah yang dihuni Purnama. Sang ibu mertua lebih sering berada di ruko yang mereka miliki dan pulang hanya beberapa hari sekali. Karena itulah bapak mertua Purnama selalu sarapan di rumah Purnama.

Blazer beserta celana panjang dengan warna senada dikenakan Purnama, kantor tempatnya bekerja sedang amat sibuk hingga beberapa hari ini ia harus berangkat lebih pagi. Biasanya jam 7.30 ia berangkat.

Messenger bag diselempangkan Purnama di bahunya. Rambut selehernya telah disisir rapi. Ia mendekati bapak mertuanya yang sedang menikmati sarapan.

"Pamit, Pih. Saya berangkat. Assalamualaikum."

"Waalaikum salam."

***

Bintang bangun dari tidurnya saat matahari telah sepenggalan naik. Dari kamar tidur ia langsung menuju meja makan. Kopi buatan istrinya telah dingin begitu juga dengan nasi goreng yang ada di sebelahnya.

Kopi dingin dan nasi goreng itu ia nikmati dengan lahap karena perutnya sangat lapar. Bintang mengecek pesan di gawainya sambil menyuapkan sesendok nasi goreng.

[Bener kan kata mami kalo istrimu diantar atasannya?] [Iya]

[Jangan diam saja Bintang]

[Udah aku kasi pelajaran semalam.] [Bagus]

Bintang menaruh gawainya lalu melanjutkan makannya. Satu piring nasi goreng beserta segelas kopi telah ia habiskan. Sekarang waktunya Bintang bekerja.

Tanpa mandi, hanya cuci muka dan berganti baju Bintang berangkat ke bengkel miliknya.

***

note: Judul bab 1-2 berarti  bab 1 dan 2 digabungkan dari buku aslinya.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status