Kedatangan Keluarga Sean Sejak saat itu, hotel kembali dikelola oleh Alberto yang sesungguhnya. Kembarannya Alfonso menghilang entah ke mana. Alberto sudah menyarankan agar Sean saja yang mengambil alih hotel itu, dia bersedia di tempatkan di mana saja, dengan tegas Sean menolak karena ingin membuka usaha lain. Kini telah satu bulan berlalu sejak kejadian itu. Sean dan Alberto kembali menyumbangkan keuntungan hotel untuk sekolah gratis dan panti asuhan yang di kelola oleh Nyonya Marylin. Selama itu pula Sean tidak pernah lagi berkunjung. Semua dikembalikan seperti semula, mereka hanya melakukan pengiriman uang.Dario kini sudah tidak bekerja lagi menjadi petugas kebersihan, Sean mengajaknya join bisnis restauran.Restauran yang terancam tutup, letakmya tak jauh dari tempat merekakuliah, di beli oleh Sean dan di rubah menjadi kekinian. Sean mencari koki terbaik untuk mengolah santapan di restorannya. Dario menjadi pemasok bahan makanan berupa sayuran serta kacang-kacangan.
Jangan Sampai Kau Kedinginan Satu keluarga itu tengah menikmati hidangan ala chef pilihan Sean. Mereka juga mengajak Dario bergabung.Dario masih terkagum-kagum dengan keluarga Sean yang tampak bersahaja padahal kaya raya, dari cara mereka menyapanya dengan ramah.Dari meja kasier, Neve juga mencuri pandang ke arah mereka, ingin sekali ia menyapa, tapi ia takut Sean akan tidak nyaman nantinya."Kakak, siapa nama pelayanmu itu?" Rain bertanya sambil menunjuk ke arah Lucia yang berjalan dari arah dapur. Gadis itu membawa nampan pesanan.Sean mengikuti arah telunjuk adiknya, tampak Lucia sedang menghidangkan makanan di atas meja pengunjung."Aku suka warna matanya," lanjut Rain yang belum mendapat jawaban dari Sean."Mom, kenapa tidak ada yang mirip dengan Queen?" Semua mata beralih menatap gadis remaja itu.Jujur dia kadang merasa asing sendiri, mommy dan daddynya tidak ada satupun yang mirip dengannya."Itu karena Kau bukan anak mommy dan daddy," celetuk Rain tanpa pertimbanga
Demi Nama Baik Lucia "Nyonya Marylin, Lucia bilang sudah banyak barang rusak di gudang, aku sudah janji akan mengambilnya hari ini," ucap seorang pria tua yang berprofesi sebagai pengumpul barang rongsokan. Rumahnya tidak jauh dari panti. Padahal masih pagi pagi, tapi pria itu sudah berada di panti. Nyonya Marylin yang sedang merapikan tanamannya di luar, "Oh ya, sebentar saya panggil Lucia," kata Nyonya Marylin meninggalkan pria itu. Ia pun lantas masuk ke dalam menuju dapur panti."Lucia! Lucia!" panggilnya."Kakak Lucia tidak ada, Nenek, mungkin masih di kamarnya," jawab anak kecil berusia delapan tahunan yang sedang sarapan di dapur."Lucia tidak ikut memasak?" tanyanya memastikan pada juru masak panti asuhan. "Ya, Nyonya, Nona Lucia belum ke luar dari kamarnya," jawab juru masak itu. Nyonya Marylin melangkah menuju kamar gadis panti itu, "Tidak biasanya dia seperti ini, apa dia pulang larut tadi malam?" Sambil bertanya-tanya ia mengingat bahwa Lucia bukanlah gadis
Aku Akan Kembali Menjemputmu Suara gemericik air dan merdunya kicauan burung pagi itu membangunkan dua manusia yang baru saja tertidur saat menjelang dini hari tadi.Keduanya terbuai oleh nikmatnya penyatuan, meski masih menyisakan perih untuk Lucia, ia tetap bahagia, seperti pagi ini wajahnya merona saat di tatap oleh Sean.Seketika Lucia merasa dirinya beruntung di miliki oleh lelaki seperti Sean. Mereka kembali ke panti sambil bergandengan tangan. Sesampainya di panti mereka dikejutkan oleh kedatangan Alberto. Ia datang dengan wajah khawatir dan di sebelahnya Nyonya Marylin pun tampak terdiam, bola matanya mengarah pada Lucia.Keduanya masuk ke dalam dan Sean menghampiri Alberto. Sedangkan Lucia mendekati Nyonya Marylin yang tampak pucat. "Nyonya sakit?" Lucia tahu raut wajah itu tidak seperti biasanya. Nyonya Marylin memang punya riwayat lambung hingga tak jarang wanita pemilik panti itu di rawat di rumah sakit."Hanya lambung, tidak parah," jawab Nyonya Marylin."Nyonya
Sama-Sama Terluka Selama dua bulan ini Sean memang disibukkan oleh bisnis Han. Kesehatan daddynya sedang menurun dan Sean menggantikan posisinya di perusahaan.Malam ini Lerina sengaja menunggu putranya itu pulang karena ada yang ingin dia bicarakan. Belakangan ini Sean memang sering pulang malam hingga tidak ada waktu untuk bicara. "Sean, baru saja Paman Alberto menelpon ke nomor daddy," kata Lerina menyusul Sean ke kamarnya. Sean langsung berbalik, "Apa dia sudah dapat nomor panti asuhan?" tanya Sean antusias.Lerina menggeleng, "Katanya Lucia sudah tidak tinggal di panti lagi dan tidak bekerja di restauranmu lagi," lapor Lerina sesuai dengan apa yang di katakan oleh Alberto.Sean terdiam ia memilih duduk, sudah dua bulan kenapa susah sekali mendapatkan nomornya, "Mom, apa aku harus pergi ke sana?" Sean berpikir hanya ini cara untuk tahu kabar istrinya."Jangan, mommy tidak setuju," tegas Lerina, "keadaan di sana masih rawan, Kau coba saja tanya Dario, siapa tahu dia pernah
Semua Demi Neve Di panti asuhan Lucia selalu di perlakukan dengan baik, anak-anak turut menghiburnya setiap hari karena Nyonya Marylin tidak mau Lucia bersedih lalu berdampak pada bayi kembarnya. Selain itu dia tidak lagi bekerja, Lucia memilih ikut bertani untuk mengisi waktu luangnya di lahan panti yang kosong.Meski begitu, tetap saja Lucia tidak lupa tentang Sean, pria yang menancapkan cinta di hatinya sekaligus mencabutnya dengan surat perceraian.Lucia hanya terlalu pintar menutupinya di hadapan orang-orang, sejatinya dia menangis saat sendirian. Rindu serta ungkapan kebahagiaan atas kehadiran bayi kembar di dalam perutnya seolah meminta untuk di ceritakan pada sosok yang menghilang."Lucia!"Calon ibu muda itu tersentak saat Nyonya Marylin memanggilnya dari jarak yang sedikit jauh.Buru-buru ia hapus air matanya, lalu bangkit berdiri, bersamaan dengan itu Nyonya Marylin sudah ada di dekatnya."Besok saja diteruskan, hari hampir hujan," kata Nyonya Marylin seraya menata
Kau Merindukan Menantu Mommy Sepanjang Nyonya Marylin bercerita Lucia memilih tidak menghampiri mereka. Dari yang ia dengar ternyata Nyonya Marylin sangat peduli padanya. Lucia datang dengan nampan di tangan saat mereka berdua sudah selesai bicara, ia tersenyum tipis lalu menghidangkan tehnya.Mereka tidak lagi membahas Sean, pun dengan Lucia yang memilih tidak bertanya lagi, toh dia sudah mendengar bahwa Dario juga kehilangan kontak suaminya itu.Dario pun pamit setelah menghabiskan tehnya, "Terimakasih Lucia, teh mu benar-benar enak!" Dario memujinya, ingin mengukir senyum di bibir Lucia."Terimakasih, Kak!" Lucia, mengucapkan terimakasih. "Nyonya, sepertinya aku harus kembali ini sudah terlalu larut," kata Dario pamit, "Ini nomor ponselku, kalian bisa menghubungiku kapan saja." Nyonya Marylin dan Lucia mengangguk, mereka masuk mengunci pintu saat mobil Dario sudah pergi.Sungguh cerita tentang Sean benar-benar menyita pikiran Dario, dia tahu Sean bukanlah orang yang mud
Bagaimana Dengan Neve? Hari berikutnya tetap sama, Sean belum di izinkan oleh Lerina bekerja, karena lagi-lagi dia mengalami mual dan muntah, bahkan ia sampai mengoleskan minyak angin di dada dan perut putranya yang tampak lemas di pagi hari."Kau mirip pria yang sedang mengidam, Sean," ucap Lerina. "Mengidam?" Sean tidak mengerti. "Ya, seorang suami yang istrinya sedang hamil, istrinya baik-baik saja tetapi suaminyalah yang mual muntah," terang Lerina tanpa melihat raut wajah Sean yang sudah berubah. Apa Lucia tengah hamil sekarang? Batin Sean. Tapi, bukankah kami hanya melakukannya malam itu? Ah, rasanya tidak mungkin. Monolog hati Sean. Dia, masih sangat lemas, Lerina sudah memintanya untuk periksa ke dokter, tapi Sean menolaknya."Kemarin dokter bilang aku tidak apa-apa, Mom," ucap Sean yang tidak ingin di bawa ke tempat orang sakit itu."Pemeriksaan di rumah dan di rumah sakit berbeda, Sean. Di sana mereka memiliki alat untuk mendeteksi apa yang terjadi padamu," jelas