Rencana Lerina AaaaaaSuara jeritan di jalan tepi taman mengalihkan semua mata orang yang mendengarnya. Saat Lerina dan Sean akan menyeberang, ada motor yang tiba-tiba melaju ingin menghantam tubuh Sean yang mendahului Lerina.Lerina refleks mendorong tubuh Sean hingga dia tidak sempat menghindar dan jadi sasaran motor besar yang melaju itu.Kini tubuh Lerina tergolek bersimbah darah dan tidak sadarkan diri."Nyonya, Nyonya!" teriak Jinli yang baru menyadari nyonyanyalah yang barusan mengalami kecelakaan.Dengan bantuan orang sekitar, Jinli membawa Lerina ke rumah sakit terdekat.Tak lupa dia menghubungi Han. Pria yang tengah mengadakan rapat itu pun langsung meninggalkan kantor menuju rumah sakit begitu mendengar istrinya kecelakaan. Sampai disana Han di ceritakan kondisi istrinya yang mana harus, segera di operasi karena perdarahan di otak.Han segera menandatangani dan meminta dokter segera melakukan yang terbaik."Han, bagaimana keadaan istrimu?" Philip baru saja datang bersama
Mulai BergerakSelesai mengantar Sean Lerina langsung bertolak dengan dua orang polisi menuju perusahaan mendiang ayahnya yang sebenarnya telah di wariskan untuknya.Lerina akan menghentikan keserakahan keluarga pamannya, biarlah di bilang memanfaatkan kekuasaan suaminya, Lerina tidak peduli lagi. Kenekatan Selena yang selalu ingin mengusiknya harus di hentikan, mungkin kemiskinan lebih pantas untuk manusia jahat seperti mereka. Mobil mereka tiba di lobby perusahaan. Jinli membukakan pintu belakang mobil majikannya. Lerina melangkah keluar, ia mematung, sekelabat bayangan masa lalu muncul di benaknya. Lerina menatap gedung tinggi itu, dia masih ingat dengan jelas tempat ini salah satu tempat yang memiliki banyak kenangan dengan kedua orang tuanya. Dulu tak jarang Rose Smith membawanya kemari menemui ayahnya.Sungguh Lerina ingin menangis, namun sebisanya ia tahan air mata itu. Tujuannya kesini adalah ingin merebut kembali apa yang menjadi haknya, ia harus kuat, tidak boleh terlihat l
Cukup Lahirkan Anak UntukkuUntuk sesaat mereka terdiam mendengar penuturan polisi tersebut, hingga terdengar kembali suara tawa dari Barbara. "Apa Kalian percaya dengan wanita ini?" deliknya sambil berjalan mendekati Lerina.Lerina mencoba untuk tidak terusik, dia tetap berusaha tampak biasa. Barbara pasti ingin memprovokasi polisi. "Tugas Kami adalah menjalankan perintah sesuai tuntutan pelapor, jadi Nyonya tidak berhak menanyakan tentang kepercayaan kami," jelas polisi dan itu mulai membuat Barbara geram."Ayo, kita geledah tempat ini!" ajak polisi satunya dan di angguki oleh temannya."Tuan, silahkan buka brankas ini!" perintah mereka setelah tidak menemukan apapun yang di cari.Robin mendekati polisi. "Pak, aku bisa membayar Kalin lebih dari wanita itu, tidak perlu melakukan hal sia-sia, karena ini perusahaan saya," bisik Robin. Dia tidak ingin masalah ini berlanjut, mungkin dengan mengeluarkan sedikit uang untuk kedua aparat ini, maka semua akan beres. Polisi tersebut tampak me
Mendatangi Frederick Seperti keinginan Sean, di siang hari Lerina selalu bersamanya, sedangkan Han tidak boleh lagi mengajak Lerina ke kantor."Han, Tuan Frederick tidak tinggal di kota ini lagi, dia sudah pindah enam tahun yang lalu," lapor Paman Peng. Dia menyampaikan informasi dari informan mereka."Dimana Paman?" tanya Han singkat, dia tidak peduli kemana pun Frederick pindah, mereka akan membawanya kesini."Ke Kanada, dia ikut bersama putranya," jawab Paman Peng. "Berikan alamatnya, aku akan kesana menemuinya," ucap Han tegas."Kau yakin?" "Tentu saja, perusahaan itu harus kembali kepada istriku, Paman," jelas Han sambil melihat ke arah laptopnya. "Tentu bukan hanya itu tujuanmu bukan?" tebak Peng.Han menutup laptopnya yang di buka sedari tadi, Paman Peng memang lebih mengerti dirinya. "Aku senang Lerina mandapatkan kembali apa yang menjadi miliknya, Paman. Selain itu, bila Lerina memiliki perusahaan, ibu tidak akan meremehkannya lagi. Dia pantas memiliki itu, keluarga Robin
Ketakutan FrederickKini Han dan Lerina sudah duduk di sofa sedangkan Frederick masuk ke dalam menemui istrinya."Nuela, apa yang harus kulakukan? Di-dia, dia datang Manuela!" Tuan Frederick tidak dapat menutupi ke khawatirannya."Bersikaplah seperti biasa Frederick, Kalau Kau seperti ini akan sangat mencurigakan bagi dia," jawab Nuela menatap aneh pada suaminya."Manuela, apa Kau tahu dia datang dengan orang terpandang di Minnesota, sudah pasti ini ada hubungannya dengan masa lalu." Frederick berjalan mondar-mandir dengan ekspresi tidak tenang.Manuela menepuk jidatnya sendiri. "Astaga, Frederick, Kau bahkan belum tahu tujuannya datang kemari. Jangan berburuk sangka, siapa tahu dia hanya mampir dan ingin mengunjungimu!" Manuela mengingatkan suaminya."Manuela, tidak ada yang kebetulan, tempat ini terpencil dan tidak ada yang tahu aku berada di sini," ucap Frederick. Dia berbicara dengan istrinya berharap mendapat dukungan, namun Manuela selalu menyangkal apa yang dia katakan."Freder
Kemarahan SweenMereka sudah mendarat di Minnesota, Tuan Frederick tinggal di hotel sebelum besok siang mereka menemui ketua GBM.Manuela tidak ikut karena tidak bisa meninggalkan putranya di rumah, tak ada yang mengurusinya.Sean masih tinggal di rumah kakeknya, dia sudah berulang kali minta di antar pulang, tapi di tahan oleh Laura."Sean, tinggallah bersama nenek disini, di sana Kau tidak akan di perhatikan lagi, bila ibumu itu sudah memiliki anaknya sendiri," ucap Laura. Dia ingin meracuni pikiran cucunya, dia, tahu semuanya karena Sean yang ingim mommy hingga Han nekat menikahi Lerina, maka sekarang dia akan menghasut Sean."Sean, pergilah sarapan dengan nannymu!" Philip datang menghampiri mereka."Baik Kakek!" Sean turun dari sofa dan berlari ke dapur.Philip duduk di seberang Laura, wajahnya tidak menampakkan keramahan."Kopinya sangat enak, aku akan membuatkannya untukmu!" Laura ingin berdiri setelah menyesap kopi miliknya."Tidak perlu, duduklah, aku ingin bicara," ucap Phili
Rencana Licik SweenSalah satu teman Sween masuk ke toilet, dia sudah menduga kalau Sween sedang gusar karena merasa cemburu dengan Han.Gadis bernama Dania itu mengelus punggungnya. "Aku mengerti perasaanmu, Sween!" ucapnya bersimpati."Dia lebih memilih wanita rendahan itu Dan, aku harus apa agar Han melirikku?" Akhirnya dia jujur dengan perasaannya.Dania menyeringai. Dia memiliki ide dan membisikkan sesuatu pada Sween. Seketika wanita itu membulatkan matanya."Tidak buruk, tapi bagaimana caranya Dania?" Dia sangat penasaran dengan rencana salah satu temannya itu."Tenang saja, aku akan mendekati Han lalu menumpahkan air minum di bajunya, dengan begitu Han akan pergi ke toilet saat di toilet obat itu sudah akan bereaksi, Kau cukup menunggunya di sini lalu selanjutnya terserah padamu." Dania, mengedipkam matanya."Oh Dania, idemu sangat bagus, aku akan memberikanmu sesuatu sebagai balasannya, katakan Kau ingin apa?" Sween sangat senang dengan ide Dania ini."Aku melihat tas gucca ke
Lihat! Kau MembangunkannyaHan mengerjapkan matanya perlahan, menatap plafon yang terasa asing dengan rumahnya.Dia kemudian mendudukkan dirinya, memegangi kepala yang sedikit pusing hingga selimutnya sedikit tersingkap dan menampilkan satu tubuh polos yang begitu terlelap di sampingnya, wanita itu tidak bergeming dan Han mengingat kepingan-kepingan kejadian tadi malam. Astaga! Dia begitu buas dan Lerina sampai kewalahan menghadapinya. Sungguh keterlaluan orang yang sudah memberikan obat laknat itu padanya.HahSetidaknya dia bisa bernapas lega karena Lerina yang menemukannya pertama kali, Han tidak bisa membayangkan jika itu orang lain. Tentu dia akan mengutuk orang itu, bila perlu mengenyahkannya dari muka bumi."Kau sudah bangun?" Suara Lerina membuatnya menoleh.Serak sekali, sepertinya dia belum puas tertidur. "Maafkan aku!" ucap Han seraya mengusap rambut pujaan hatinya.Lerina beringsut mengikuti Han yang sedang menyandarkan tubuhnya. Tangannya, menyentuh dada bidang Han, mem