Kesombongan Yang Menular Hari yang di nantikan pun tiba, semua keluarga sudah berkumpul di bandara, mereka memakai satu pesawat khusus untuk keluarga.Sarra menghampiri kakeknya yang paling banyak kopernya."Wah, ini sih bukan liburan namanya, tetapi mau pindah tempat tinggal," sindir Sarra sambil melihat koper yang berjumlah lima itu."Kau ini, selalu usil pada kakek. Jangankan pindah, bahkan kakekmu ini bisa membeli pulau itu."Sarra menepuk jidatnya, "Sombong lagi," katanya seraya, menggeleng."Kalau tidak suka kakekmu ini meninggi, jangan suka usil. Lagi pula kakek yang membayar pesawat ini." Kakek Zoku terdengar sensitif. Sarra saja kalah di debat olehnya."Baiklah, kalau ada apa-apa, Kakek tidak boleh minta bantuanku." Sarra merajuk dan menjauh dari kakek.Haha hahaKakek Zoku menertawakan cucunya itu. Sean datang menghampirinya."Kakek, ada hadiah dari mommy untuk kakek," kata anak kecil itu, ia mengangkat sebuah kotak kecil di tangannya."Ibumu memang baik, dia selalu me
Ini Juga Olah Raga Alyona yang baru akan menginjak usia satu tahun itu pun terus bergerak dan menunjuk air."Sepertinya Alyona minta diturunkan," kata Han yang masih setia memijit pinggang kakeknya."Dia masih terlalu kecil," kata Antonio."Tidak apa-apa, turunkan saja agar dia mengenal air laut." Kakek memberi saran."Tidak, Kek. Aku takut putriku sakit." Antonio tidak setuju."Hanya karena menginjak air laut tidak akan membuat cucuku sakit. Lagi pula ibunya seorang dokter." "Tapi Kek, Alyona masih terlalu kecil." "Justru karena masih kecil sudah mulai diperkenalkan dengan alam, Kau tidak lihat, para bintang-bintang itu membawa anaknya menyelam ke dalam laut padahal usia mereka belum satu tahun." Kakek membandingkan cucunya dengan anak-anak bintang."Sepertinya Kakek suka mengikuti kehidupan para aktris," sahut Lerina. "Mau apa lagi selain menonton drama dan gosip, kakek tidak punya teman di rumah." Kakek tidak menyangkalnya, "Oh ya, kakek juga suka nonton drama dari korea
Jangan Terlalu Cemas Semua anggota keluarga telah berkumpul untuk menikmati sarapan pagi. Setelah cukup lama mereka berjalan di pantai kini saatnya mengisi energi, tetapi tidak dengan dua orang itu, Lerina dan Han bahkan belum keluar sama sekali."Dasar pengantin tua! Padahal jarang sekali kita kumpul begini, awas saja, nanti malam akan kupisahkan kamar mereka." Sarra menggerutu karena yang di tunggu belum menampakkan batang hidung."Kakek, ayolah, kami sudah lapar." Sarra merengek seperti anak kecil."Tunggu mereka datang," tegas kakek.Lima menit kemudian pasangan itu muncul dengan wajah semringah, pasti mereka memanfaatkan pagi ini untuk berolah raga di kamar."Selamat pagi!" Sapa keduanya bersamaan."Pagi!" jawab mereka serempak.Han menarik kursi untuk istrinya."Sean dan Rain sudah makan?" Lerina langsung bertanya pada anak-anaknya sebelum duduk."No, kami menunggu, Mommy dan Daddy," jawab Sean lesu. Barulah Lerina menoleh ke arah meja yang di atasnya masih terhidangan ma
Kau Terlalu Percaya Diri Patricia tengah bersiap-siap di kamar. Hari ini mereka akan pergi ke kediaman keluarga Dimitri. Ada pembahasan penting termasuk semua sepupu, paman, bibi akan berkumpul semua.Kali pertama bagi Patricia dan bayinya menginjakkan kaki di istana itu. Sebenarnya dia tidak ingin ikut karena sudah tahu watak ibu tiri suami dan adik iparnya, tetapi Bi Minnie bilang."Nyonya harus ikut dan jadi pendukung, Tuan," katanya kemarin saat Dimitri mengatakan bahwa mereka harus ikut dalam pertemuan itu.Bukan hanya dirinya, Bi Minnie juga turut di ajak agar ada yang menjaga bayinya di sana. Bayi yang di beri nama Felix itu sangat suka di gendong sehingga peran Bi Minnie sangat di butuhksn di sana."Akan ada yang tidak menyukaimu di sana dan mungkin akan menyindir atau mengatakannya secara langsung. Aku harap Kau tidak terpancing." Dimitri mewanti-wanti agar Patricia tidak perlu membalas apapun. "Sekalipun mereka menghina, apa aku harus diam?" Tentu Patricia tidak aka
Good Boy! Sepeninggal Dimitri dan keluarganya, mereka berembuk untuk memilih keputusan apa yang harus di ambil."Memberi saham dua puluh persen, sangat tidak tahu diri, dia hanya anak selingkuhan." Komentar salah satu sepupu Dimitri."Ya, apa lagi istrinya, berlagak seperti orang hebat, hanya pemilik butik saja sudah sombong." Nyatanya memang beginilah mereka menghujat di belakang Dimitri."Kehilangan dua puluh persen lebih baik dari pada kehilangan semuanya." Nyonya Winter mengutarakan pendapatnya."Itu artinya, ibu mengizinkan Dimitri memiliki dua puluh persen?" protes Dominic yang selalu iri dengan Dimitri."Hanya anak dari wanita selingkuhan, dia pikir dia siapa?" Mulut Ruby ikut menyahut.Nyonya Winter memijit pelipisnya. Dia tahu keluarganya tidak rela bila Dimitri ikut menikmati hasil dari perusahaan keluarga, tetapi dia bisa apa, karena, hanya Dimitrilah yang mampu memajukan perusahaan itu."Kakak, berikan pendapatmu!" Dia, bertanya pada kakak iparnya."Aku lebih mem
Akan Ku Rusak Istrimu! Hubungan yang semakin dekat dan saling membutuhkan membuat Patricia bahagia. Tidak salah ia memilih Dimitri sebagai ayah dari Felix.Patricia membantu Bi Minnie di dapur, semenjak melahirkan dia nyaris tidak pernah ke butik, hanya sesekali saja seraya melihat keadaan. Patricia masih aktif menggambar di rumah, meski tidak seperti biasanya.Dia harus membagi waktu dengan putranya.Hari ini Dimitri akan kembali ke perusahaan keluarganya. Saat pria itu keluar dari dalam kamar mandi stelan baju kemeja dan celana sudah tersedia di atas ranjang.Dimitri mulai mengenakannya, di liriknya Felix yang masih terlelap di dalam boxBayinya tidur dengan posisi telentang. Dia sangat menggemaskan.Dimitri keluar untuk sarapan. Bi Minnie segera mengatur hidangan di atas meja."Kau sudah selesai?"Hem"Tunggu sebentar, ini belum matang," ucap Patricia yang berdiri di dekat lemari pemanggang.Terdengar suara tangisan dari kamar, Patrcia tersentak."Biar aku saja," kata, Dimi
Tidak Apa-Apa Felix Punya Adik Sesuai permintaan, saham dua puluh persen sudah menjadi milik Dimitri dan di buat atas nama Patricia. Dia datang ke perusahaan untuk menandatanganinya."Setelah ini mau ke mana?" Dimitri bertanya pada istrinya. Kini tinggal mereka berdua di dalam ruangannya."Ke rumah besar, kakak dan kakak ipar akan tiba, mereka akan langsung ke rumah dan tinggal di sana."Dimitri melirik arloji yang melingkar di pergelangan tangannya. Ia kemudian menekan tombol di meja.Tidak berapa lama, "Tuan memanggil saya!" Sekretarisnya datang bertanya."Undur rapat sampai sore, saya memiliki urusan yang sangat penting," kata Dimitri."Baik Tuan!" Sekretaris tersebut undur diri."Ayo, aku akan mengantarmu!" ajak Dimitri seraya berdiri.Patricia senang bukan main, Dimitri mulai memprioritaskan dirinya. Ia pun beranjak dan mengikuti langkah suaminya.Mereka meluncur menuju rumah lama Patricia dan Harry, ternyata hal itu di rekam oleh seseorang dan di kirim pada Dominic."Kita
Merasa Di Ikuti "Nyonya, Keluarga Wilson ingin bertemu secara langsung," ucap Evalina di telpon."Kenapa tidak mengabarinya dari kemarin? Felix sedang tidak enak badan bagaimana aku akan meninggalkannya?" jawab Patricia.Keluarga Wilson adalah langganan tetapnya, kali ini ia memesan baju untuk acara pertunangan putri keluarga itu."Nyonya, maafkan aku! Aku pikir karena ini Nyonya Wilson, anda tidak akan keberatan." Evalina merasa tidak enak jadinya.Dia pun sudah terlanjur mengatakan agar mereka datang hari ini."Apa kita harus membatalkannya?" tanya Eva ragu."Tidak perlu, aku akan datang!""Terimakasih, Nyonya!"Patricia meletakkan ponselnya, sesekali terdengar rengekan Felix di pangkuan Bi Minnie."Bi, aku harus pergi ke butik," kata Patricia."Bagaimana dengan susu Felix?""Aku akan memompanya," jawab Patricia sambil berlalu ke dapur.Bi Minnie mengikutinya, "Felix selalu menolak dengan botol," lanjutnya."Iya, aku tahu, tetapi ini penting. Semoga saja dia mau."Bi Minnie