Apa Aku Harus Menangis? Sean di dudukkan di sebuah kursi, di apit oleh dua bodyguard Alberto palsu.Alberto memasukkan kedua tangannya ke dalam saku celana, ia memperhatikan Sean dengan seksama.Tidak ada yang istimewa. Batinnya. Emosi memang sempat menguasainya saat melihat Neve terjengkang di lantai, tetapi ia mengingati posisi mereka tadi, jelas sekali kalau petugas kebersihan ini membelakangi putrinya, artinya Nevelah yang sepertinya mengganggu pria di hadapannya ini.Alberto jadi berpikir, kenapa selera putrinya sangat rendah, hanya seorang petugas kebersihan saja.Sean tidak sedikitpun menundukkan kepalanya, ia tetap nampak tenang menunggu apa yang akan dikatakan oleh Alberto padanya.Pria itu meminta kursi pada salah satu bodyguardnya, ia duduk tepat di hadapan Sean."Aku tidak bodoh menilai apa yang sebenarnya terjadi," katanya, "aku akui, Kau memang hebat bisa menolak pesona putriku, tetapi sebagai seorang ayah aku tidak mungkin menghukum Neve."Mendengar ucapan Albert
Aku Tidak Suka Bergosip. "Neve, tolong jangan begini!" Sean melepas tangan Neve saat mereka akan kembali ke area kampus. Benar dugaan Sean, dia sangat agresif."Sean, kita kan pacaran, apa salahnya berpegangan tangan? biar semua orang-orang tahu kita ini pacaran," ucap Neve. Masih terlihat jelas kebahagiaan di wajahnya."Neve, bisa saja ada yang mengadu pada ayahmu dan Kau pasti tahu dia akan memisahkan kita," kata Sean. Neve tampak berpikir, "lagi pula, Tuan Charles sudah membantuku kembali ke hotel, aku tidak mau ayahmu memecatku lagi."Sean memang pandai membuat alasan. Neve menatapnya dengan mengeryit, "Sean, apa hubunganmu dengan si tua itu?""Tuan Charles?""Ya, siapapun namanya aku tidak peduli, dia karyawan yang tidak mau berhenti, padahal sudah tua, ayahku sangat membencinya." Neve mulai membicarakan sedikit hal pribadi.Sean menghela nafasnya, "Mau bagaimana lagi, hanya dia yang bersedia membantuku." Sean pura-pura tidak berdaya di depan Neve."Untuk kali ini, ak
Sean Menemui TobiasSuara celotehan serta tawa kebahagiaan terdengar dari anak-anak penghuni panti, terlihat di luar panti asuhan milik Nyonya Marylin mereka berkumpul, padahal sudah malam hari, tetapi anak-anak masih bermain di luar.Pemilik panti itu hanya berdiri menatap penuh senyum bersama gadis bermata biru Lucia."Sudah lama sekali mereka tidak merasakan hal seperti ini," ucap wanita tua itu. Setitik bening menyembul dari sisi matanya."Aku sangat bahagia, Nyonya," balas Lucia. Kemudian ia teringat pada dua orang yang datang beberapa malam yang lalu, "Kira-kira kapan lelaki itu akan datang lagi?" tanya Lucia. Ada sesuatu yang ingin ia berikan sebagai ucapan terimakasih pada sosok yang dia anggap sebagai malaikat malam itu."Entahlah, Aku tidak terlalu ingat wajahnya karena kurangnya cahaya, semoga saja ia akan datang lagi ke sini!" Nyonya Marylin pun berharap akan hal itu.Bertepatan dengan itu, mobil klasik milik Dario berhenti tepat di depan panti. Dario memasukkannya langsun
Ayah Kejam, Tidak Punya Hati! Di hadapan ruangan Tuan Charles, Alberto palsu tersenyum menyeringai. Dia pun melangkah, memerintahkan anak buahnya untuk mengikuti putrinya. Mereka mengira ia tidak tahu tentang Sean yang kembali bekerja. Neve begitu riang saat Sean mengajaknya jalan, ini sebagai kencan pertama mereka. Wanita itu langsung meluncur ke alamat yang Sean berikan.Sebuah tempat makan sederhana, Neve tidak menyukai tempatnya, tetapi demi Sean dia tidak memprotes apapun. "Hai!" Sean melambaikan tangannya agar Neve melihat keberadaannya.Neve tersenyum dan menghampiri meja pria yang baru saja menjadi kekasihnya itu. Saat melewati beberapa pengunjung, terlihat sekali wajah Neve yang tidak menyukai tempatnya."Aku mengajakmu ke restoran mahal, kenapa pilih yang ini?" Neve akhirnya bertanya juga. "Neve, sebagai seorang laki-laki, aku tentu tidak mau kencan pertama kita Kau yang menanggungnya. Biarkan aku membuktikan padamu bahwa aku memilihmu bukan karena uang dan keka
Astaga, Kau Mengompol? Alfonso membaca ulang apa yang diberikan oleh sekretarisnya tadi. Beberapa lembar kertas beserta foto keluarga. Ingin rasanya ia tertawa, namun sekaligus miris. Sekretarisnya jauh lebih pintar dari pada dirinya."Kau memang pintar, aku saja tidak pernah berpikir sejauh itu." Alfonso memuji kepandaian sekretarisnya tersebut."Dua kali dia di pecat dari hotel dan dua kali pula Tuan Charles membantunya, sedangkan di hotel hanya Tuan Charles yang berpihak padanya." Itulah alasan sekretarisnya mencaritahu siapa Sean sebenarnya.Alfonso diam, dia sedang memikirkan apa yang harus di lakukannya untuk anak itu. Yang dilakukannya tadi semata karena tidak rela putrinya berbubungan dengan Sean, itu saja. "Bagaimana dengan penjualan hotel, Tuan?" Sekretarisnya bertanya lagi, "Pria tua itu pasti akan datang lagi menagih." Ia mengingatkan Alfonso pada janjinya waktu itu. "Tidak ada yang berubah, hotel itu tetap akan ku jual," kata Alfonso yakin, kemudian menatap par
Citra Hotel Ini Akan Buruk Sean turun dari mobil tepat di luar gerbang rumah Tobias. Ia membunyikan bel pagar hingga muncullah pria yang mengusirnya kemarin."Mau apa lagi? Apa perlu ku patahkan lehermu?" Pria itu menampilkan wajah sangarnya tanpa membukakan pintu pagar."Aku ingin bicara dengan Tuan Tobias, izinkan aku masuk!" pinta Sean dengan nada biasa."Tidak bisa, dia sudah mengusirmu," ucap pria itu tidak mau, "pergi dari sini atau ku patahkan lehermu!" Pria itu malah mengancam Sean lagi. Markus yang baru selesai bertelepon dengan istrinya pun segera turun saat melihat Sean masih berdiri di luar pagar."Di mana Tobias?" tanya Markus."Pengawalnya tidak mau membukakan pintu pagar," jawab Sean.Markus menatap pria yang terhalang pintu pagar itu, hanya ada lobang persegi empat puluh centimeter yang bisa melihat ke dalam."Buka pintunya atau ku hancurkan pagar ini!" ancam Markus dengan wajah garangnya.Pria di dalam tidak takut, dia justru membalas tatapan tajam Markus, "Ka
Suami Takut Istri Neve membuka pintu kamarnya dan langsung berlari ke dalam menuju tempat terakhir kali ia menyimpan laptopnya.Ketakutan masih menguasai hatinya, Neve menduga bahwa ayahnyalah yang membuka laptop tersebut.Neve bernafas lega setelah melihat benda yang dicarinya itu ada di tenpat terakhir kali ia letakkan dan dengan posisi yang sama. Neve menemukan laptop itu, dia langsung memeluknya, memeriksanya, tetapi tidak ada yang mencurigakan dari benda itu.Neve pun memutuskan untuk membawa benda itu pulang ke rumah.Hal itu tak luput dari penglihatan Sean dan Markus. Mereka memang segera mengembalikan laptop tersebut setelah memeriksa isinya. "Jadi Kau memiliki hubungan dengannya?" Markus ingin tergelak setelah mendengar cerita Sean tadi. Bagaimana tidak, banyak video Alex dan Neve di dalam. "Aku melakukannya untuk mencaritahu tentang Paman Alberto, tidak lebih," jawab Sean."Sepertinya Kau memang harus melanjutkan hubungan kalian," ucap Markus setelah lama ber
Aku Tidak Pernah Menyukaimu "Dario!"Panggil Sean begitu melihat temannya ada di dalam sel khusus berukuran tiga kali tiga yang sepertinya sengaja dibangun di dalam rumah itu.Tobias yang berpikir cepat segera menembak gemboknya hingga terbuka. Sean langsung menarik pintunya dan masuk ke dalam.Di hampirinya Dario yang nyaris pingsan, matanya tampak sayu sekali dan tubuhnya juga sangat lemah, "Tuan Alberto lari membawa orang yang mirip dengannya," ucap Dario sebelum kesadarannya hilang sepenuhnya. "Dario! Dario!" Sean mengguncang tubuhnya, "Dario!" menepuk pipinya pelan. "Sepertinya dia tidak pernah makan dan dehidrasi, dia hanya pingsan," kata Tobias. "Paman akan mengejar Alfonso, mereka pasti belum jauh," ucapnya kemudian. Tobias meninggalkan Sean di dalam sel bersama Dario.Benar saja, di belakang rumah tersebut suara mobil menderu kian menjauhTobias berlari sekencangnya mengejar mobil yang terus melaju, tapi kemudian ia sadar tidak akan bisa mengejar mereka.Muncung p