Jadi Ini Benar Dirimu? "Kenapa denganmu, tampak tidak semangat, apa temanmu itu sudah mencampakkanmu?" tanya kakek Dario di akhiri dengan kekehan.Dario yang baru selesai memakai sepatunya itu menyadarkan tubuhnya di sofa hampir usang milik sang kakek, "Kami baik-baik saja, hanya saja dia sudah di pecat, Kek," jawab Dario sambil memakaikan sepatunya."Biasanya juga Kau tidak berteman dengannya, baru berapa hari dia bekerja sudah sangat mempengaruhimu." Kakek tampak mengambil pisau untuk di pakai bertani, pria itu mulai membersihkan benda itu sebelum di bawa kembali ke halaman rumah.Dario mencondongkan tubuhnya pada sang kakek, tebakannya memang tidak salah, Dario menyukai Sean, "Kakek, tahu tidak?""Tahu apa?" tanya kakek tanpa mengalihkan tatapannya."Sean itu tampak berbeda, Kek. Tadi di kampus saat Alex mendorong tubuhku, dia meninju wajah anak itu," kata Dario. "Dan orang tua si Alex itu datang meminta dia untuk di keluarkan?" tebak kakek yang sudah tahu endingnya.Da
Kita Bukan Sepasang Kekasih.Sehari setelah itu, Sean bertugas membersihkan area yang dijadikan kantor, ia yang meminta hal itu pada Tuan Charles agar Nyonya Belta memerintahkannya.Sean menepi saat Alberto palsu berjalan menuju ruangannya, ia selalu dikawal oleh dua orang, tampak satu pria lagi berjalan di sampingnya, mereka tampak serius berbicara. "Kirim surat permohonan yang baru, aku tidak mau tahu, Han Zoku harus segera mengirim uangnya!" Alberto tampak marah pada pria di sampingnya itu.Sean pura-pura menunduk, tepat di hadapannya ke empat pria itu berhenti."Tuan Han Zoku meminta untuk melakukan panggilan video, dia ingin bicara langsung dengan anda!" kata pria yang diketahui Sean adalah sekretarisnya.Alberto diam sejenak, bagaimana mungkin melakukan panggilan video, dia takut Han akan curiga dengannya."Akan kupikirkan," ucapnya kemudian, tetapi tidak ada kemarahan lagi di nada suaranya, "tetap kirim email permohonan dan sertakan foto palsu renovasi yang meyakinkan. Mengert
Sean, Aku Menyukaimu! Pria berpenampilan sedikit culun itu berjalan memasuki ruangan para petugas kebersihan, ia baru saja tiba di hotel. "Sean, bersihkan kamar Nona Neve segera!" kata Nyonya Belta yang baru melihat kedatangan Sean. "Bukankah tugasku membersihkan area kantor?" protesnya bertanya."Biar Dario yang melakukannya," jawab Nyonya Belta cepat. Ia pun memegang pelipisnya. Satu sisi menuruti perintah Tuan Charles yang senior di sisi lain Neve yang mengancam kalau harus Sean yang membersihkan ruangannya. Kepalanya jadi pusing. "Maaf, Nyonya Neve, aku harus mendahulukan kantor," kata Sean dengan sopan. "Sean, lakukan saja apa perintahku, ini permintaan si gadis manja itu, opps!" Wanita dewasa itu menutup mulutnya karena keceplosan, ia melirik sekitar berharap tidak ada yang mendengarnya. "Baiklah!" Sean tidak punya pilihan lain. Dari belakang Nyonya Belta memperhatikan Sean dari atas hingga ke bawah, "Tidak ada yang istimewa," gumamnya.Belta yakin kalau putri Tuan
Apa Aku Harus Menangis? Sean di dudukkan di sebuah kursi, di apit oleh dua bodyguard Alberto palsu.Alberto memasukkan kedua tangannya ke dalam saku celana, ia memperhatikan Sean dengan seksama.Tidak ada yang istimewa. Batinnya. Emosi memang sempat menguasainya saat melihat Neve terjengkang di lantai, tetapi ia mengingati posisi mereka tadi, jelas sekali kalau petugas kebersihan ini membelakangi putrinya, artinya Nevelah yang sepertinya mengganggu pria di hadapannya ini.Alberto jadi berpikir, kenapa selera putrinya sangat rendah, hanya seorang petugas kebersihan saja.Sean tidak sedikitpun menundukkan kepalanya, ia tetap nampak tenang menunggu apa yang akan dikatakan oleh Alberto padanya.Pria itu meminta kursi pada salah satu bodyguardnya, ia duduk tepat di hadapan Sean."Aku tidak bodoh menilai apa yang sebenarnya terjadi," katanya, "aku akui, Kau memang hebat bisa menolak pesona putriku, tetapi sebagai seorang ayah aku tidak mungkin menghukum Neve."Mendengar ucapan Albert
Aku Tidak Suka Bergosip. "Neve, tolong jangan begini!" Sean melepas tangan Neve saat mereka akan kembali ke area kampus. Benar dugaan Sean, dia sangat agresif."Sean, kita kan pacaran, apa salahnya berpegangan tangan? biar semua orang-orang tahu kita ini pacaran," ucap Neve. Masih terlihat jelas kebahagiaan di wajahnya."Neve, bisa saja ada yang mengadu pada ayahmu dan Kau pasti tahu dia akan memisahkan kita," kata Sean. Neve tampak berpikir, "lagi pula, Tuan Charles sudah membantuku kembali ke hotel, aku tidak mau ayahmu memecatku lagi."Sean memang pandai membuat alasan. Neve menatapnya dengan mengeryit, "Sean, apa hubunganmu dengan si tua itu?""Tuan Charles?""Ya, siapapun namanya aku tidak peduli, dia karyawan yang tidak mau berhenti, padahal sudah tua, ayahku sangat membencinya." Neve mulai membicarakan sedikit hal pribadi.Sean menghela nafasnya, "Mau bagaimana lagi, hanya dia yang bersedia membantuku." Sean pura-pura tidak berdaya di depan Neve."Untuk kali ini, ak
Sean Menemui TobiasSuara celotehan serta tawa kebahagiaan terdengar dari anak-anak penghuni panti, terlihat di luar panti asuhan milik Nyonya Marylin mereka berkumpul, padahal sudah malam hari, tetapi anak-anak masih bermain di luar.Pemilik panti itu hanya berdiri menatap penuh senyum bersama gadis bermata biru Lucia."Sudah lama sekali mereka tidak merasakan hal seperti ini," ucap wanita tua itu. Setitik bening menyembul dari sisi matanya."Aku sangat bahagia, Nyonya," balas Lucia. Kemudian ia teringat pada dua orang yang datang beberapa malam yang lalu, "Kira-kira kapan lelaki itu akan datang lagi?" tanya Lucia. Ada sesuatu yang ingin ia berikan sebagai ucapan terimakasih pada sosok yang dia anggap sebagai malaikat malam itu."Entahlah, Aku tidak terlalu ingat wajahnya karena kurangnya cahaya, semoga saja ia akan datang lagi ke sini!" Nyonya Marylin pun berharap akan hal itu.Bertepatan dengan itu, mobil klasik milik Dario berhenti tepat di depan panti. Dario memasukkannya langsun
Ayah Kejam, Tidak Punya Hati! Di hadapan ruangan Tuan Charles, Alberto palsu tersenyum menyeringai. Dia pun melangkah, memerintahkan anak buahnya untuk mengikuti putrinya. Mereka mengira ia tidak tahu tentang Sean yang kembali bekerja. Neve begitu riang saat Sean mengajaknya jalan, ini sebagai kencan pertama mereka. Wanita itu langsung meluncur ke alamat yang Sean berikan.Sebuah tempat makan sederhana, Neve tidak menyukai tempatnya, tetapi demi Sean dia tidak memprotes apapun. "Hai!" Sean melambaikan tangannya agar Neve melihat keberadaannya.Neve tersenyum dan menghampiri meja pria yang baru saja menjadi kekasihnya itu. Saat melewati beberapa pengunjung, terlihat sekali wajah Neve yang tidak menyukai tempatnya."Aku mengajakmu ke restoran mahal, kenapa pilih yang ini?" Neve akhirnya bertanya juga. "Neve, sebagai seorang laki-laki, aku tentu tidak mau kencan pertama kita Kau yang menanggungnya. Biarkan aku membuktikan padamu bahwa aku memilihmu bukan karena uang dan keka
Astaga, Kau Mengompol? Alfonso membaca ulang apa yang diberikan oleh sekretarisnya tadi. Beberapa lembar kertas beserta foto keluarga. Ingin rasanya ia tertawa, namun sekaligus miris. Sekretarisnya jauh lebih pintar dari pada dirinya."Kau memang pintar, aku saja tidak pernah berpikir sejauh itu." Alfonso memuji kepandaian sekretarisnya tersebut."Dua kali dia di pecat dari hotel dan dua kali pula Tuan Charles membantunya, sedangkan di hotel hanya Tuan Charles yang berpihak padanya." Itulah alasan sekretarisnya mencaritahu siapa Sean sebenarnya.Alfonso diam, dia sedang memikirkan apa yang harus di lakukannya untuk anak itu. Yang dilakukannya tadi semata karena tidak rela putrinya berbubungan dengan Sean, itu saja. "Bagaimana dengan penjualan hotel, Tuan?" Sekretarisnya bertanya lagi, "Pria tua itu pasti akan datang lagi menagih." Ia mengingatkan Alfonso pada janjinya waktu itu. "Tidak ada yang berubah, hotel itu tetap akan ku jual," kata Alfonso yakin, kemudian menatap par