Mom, Queen Sangat JelekSiang itu langsung dilakukan operasi untuk menghentikan darah yang terus keluar dari perut Lerina. Wajahnya sudah seputih kapas, tampak tak berdarah.Ventilator sudah menempel di hidung mancungnya. Tidak hanya operasi dia juga membutuhkan dua kantong darah. Han, Antonio dan Rivera menunggu di luar dengan cemas. Bagaimana tidak, melihat Lerina tertembak dan langsung tidak sadarkan diri. Sungguh mereka takut kehilangannya.Cita-cita besar dalam hidupnya kini telah tercapai, mungkinkah ia akan berpulang?Ketiganya terlihat tidak baik-baik saja, terutama Han yang terus meraup wajahnya dengan kedua telapak tangan, tangisnya memang tak bersuara, tapi sesungguhnya hatinya menjerit, kenapa harus selalu istrinya? "Sayang, sebaiknya Kau pulang ya, aku akan minta sopir menjemputmu!" Antonio tidak tega melihat kondisi istrinya yang tengah hamil besar saat ini, namun dia juga tidak mungkin meninggalkan Han sendirian yang tampak rapuh. Rivera mengangguk. Di samping memiki
Calvin Dann Zoku Sudah hari kedua Queen berada di yayasan, ia lebih sering menangis dari pada diam, bahkan di malam hari."Aku khawatir dengan anak ini," ucap salah satu pengurus yayasan. Mereka mengelola bagian panti asuhan."Apa kita bawa saja ke rumah sakit?" jawab salah satunya. Ia juga cemas dan takut kalau bayi itu tidak bisa bertahan."Tangisannya bahkan sudah tidak terdengar, tega sekali orang yang mengurusnya." Mereka sungguh kasihan melihat kondisi Queen yang tidak terurus selama ini."Ini berikan dia susu!"Wanita yang memangkunya mengarahkan mulut botol itu ke dalam mulut Queen, anak itu menghisapnya tapi hanya sebentar, ia kembali memuntahkannya."Mungkin pencernaannya sakit?" komentar yang satunya, ia yang ingin merapikan pakaian tadi kembali mendekat."Astaga! Badannya panas sekali. Beeikan obat penurun panas, aku akan menghubungi Nyonya Laura," titah wanita yang lebih tua itu. Ia mengambil ponselnya dan segera mencari nomor Nyonya Laura, untung kemarin Laura meni
Dua hari berlalu, Sarra dan Harry memutuskan untuk kembali Ke Rusia karena pekerjaan yang tidak bisa ditinggal terlalu lama. Sepanjang perjalanan Sarra terus memejamkan matanya, akibat mengantuk.Dia seperti wanita pemalas yang selalu ingin berbaring dan tidur.Harry menyentuh lengan istrinya. "Jangan ganggu, aku masih mengantuk," kata Sarra.Harry berdecak, "Apa dia pikir ini berada di rumah?""Jangan berisik!" sahut Sarra yang tidak sepenuhnya sadar. "Ayo turun, kita sudah sampai!" ucap Harry."Ha, sampai?" Sarra kemudian menyadari bahwa mereka sedang berada di pesawat.HoaaamIa menggeliatkan tubuhnya, Harry menggelengkan-gelengkan kepalanya melihat tingkah istrinya yang terlihat urakan.Sarra hanya tersenyum, ia lalu mengambil kaca mata hitamnya dan memakainya. Mereka pun turun dari pesawat. Di dalam bandara Sarra terus bergelayut di tangan Harry sampai bertemu dengan Patricia yang sengaja datang menjemput mereka dengan Felix yang sudah besar.Harry mengambil alih keponakannya
Jangan Sentuh Aku! Di sinilah Sarra dan Harry sekarang berada, di hadapan dokter spesialis kandungan. Dokter Psikolog tersebut memaksa mereka untuk mendaftarkan diri agar Sarra diperiksa dengan benar.Keduanya menceritakan keluhan mereka akhir-akhir ini. Jika Sarra mengeluh tubuhnya mudah lelah dan gampang sekali mengantuk, Harry mengeluhkan kebiasaan istrinya yang berubah jadi pemalas dan terkesan jorok.Dokter pria tersebut mengerti dan menyuruh suster pendampingnya untuk mempersiapkan tempat agar pasien barunya ini di periksa."Silahkan Nyonya Sarra naik ke sini!" pinta suster tersebut. Sarra pun segera naik setelah menatap Harry sebentar.Sungguh saat ini jantungnya berdetak tidak normal, ketakutan kembali kecewa lebih mendominasi di pikirannya.Apa iya dirinya hamil? Harry mengangguk tersenyum, dia tahu istrinya pasti lebih menyalahkan diri sendiri kalau saja dia terbukti tidak hamil. Meskipun dirinya tidak pernah menuntut. Harry mencintainya tulus dengan atau tidak
Aku Mencintaimu Perut Patricia semakin terasa kram dan menimbulkan rasa sakit di sekujur pinggangnya. Dengan air mata yang mengalir di pipi ia terus berlari sampai ia benar-benar tidak sanggup lagi dan berhenti, pada saat itu Dominic menarik tubuhnya.Pria itu menyeringai kejam, "Percuma saja Kau berlari, aku pasti akan mendapatkanmu!" desisnya Dominic kejam. Tidak ada rasa kasihan melihat Patricia yang sudah kesakitan. Patricia menatap wajahnya, "Dominic aku mohon, lepaskan aku! Biarkan aku pergi!" Dia yang terus bertahan dalam kesakitan memohon belas kasihan dari Diminic.Setan dan nafsu yang sudah mengalahkan akal sehat membuat Dominic seakan tuli, ia menarik Patricia menuju tempat sunyi seperti hutan kecil. Patricia bahkan tidak mengenali tempat itu, selama apa dia tertidur di dalam taksi tadi? Hari pun mulai beranjak gelap. Dominic tanpa rasa kasihan terus menarik tubuh Patricia ke dalam hutan yang tidak terlalu lebat.AaaaaSakit di perutnya kian terasa, sampai-sampai
Trauma Atau Depresi Malam itu juga Sarra tak bisa menahan dirinya untuk tidak datang ke rumah sakit, ia teramat khawatir mendengar kejadian yang menimpa adik iparnya setelah suaminya memberitahunya.Setelah dari Harry pergi ke gedung perusahaannya, tepatnya di atas tempat untuk melampiaskan rasa amarah yang masih membuncah di dada. Bukan tak mampu membunuh orang yang menyebabkan adiknya berjuang antara hidup dan mati, tetapi itu terlalu mudah untuk bajingan seperti Dominic. Harry ingin menyakiti fisiknya sampai pria itu sendiri yang memohon untuk mati. Harry duduk seorang diri di atas gedung perusahaannya. Dia terlalu takut kalau Patrcia tidak bisa bertahan. Dia menangis sejadi-jadinya. Belum sembuh trauma saat istrinya berjuang antara hidup dan mati kini adiknya mengalami hal yang sama. Sarra terus menanyakan keberadaannya melalui pesan singkat, tetapi Harry sama sekali belum membalasnya, begitu juga dengan panggilan yang tidak di angkat. Di rumah sakit, Sarra dan Dimitri m
Aku Ingin Berpisah Patricia menyendiri di ruangan itu, ia juga meminta suster untuk meninggalkannya hari ini. Wajahnya masih terlihat pucat, air matanya perlahan turun mengingat kejadian sore itu.Ini salahnya yang menolak saat Harry dan Sarra mengajaknya pulang bersama.Kenyataan pahit yang menimpanya, bayi yang sangat ia nantikan kehadirannya telah pergi tanpa pernah di lihatnya wajahnya.Tiba-tiba Patricia memukul dadanya berulang sambil berucap, "Kenapa aku tidak mati saja! Kenapa ...? Hiks hiks!" Ia kembali histeris membayangkan putranya yang sendirian di dalam tanah. Dia juga menyalahkan dirinya sendiri."Tidak, ini tidak adil, aku harus menyusul putraku," katanya. Patricia menyetak slang infus dari tangannya hingga menimbulkan rasa sakit, tetapi ia tahan. Ia juga menyibak selimut yang menutupi separuh tubuhnya.Dengan perlahan ia bangkit dan berjalan tertatih menuju pintu.CeklekDimitri yang setia berada di luar langsung menatap ke arah pintu. Matanya dan mata istrinya
Apa Kau Pikir Aku Tidak Sedih? Patricia masih betah berada di rumah kakaknya, padahal sudah seminggu berlalu sejak ia kembali dari rumah sakit.Dimitri sebenarnya bisa saja memaksanya pulang, tetapi ia coba untuk tetap mengikuti kemauan istrinya tersebut.Sore hari saat Dimitri baru pulang dari kantor, ia di kejutkan oleh kehadiran ibu dan saudari tirinya.Ia masih menatap dari dalam mobil, enggan untuk keluar dan berbicara dengan mereka. Sedangkan Nyonya Winter langsung berdiri begitu melihat mobil Dimitri datang.Dengan terpaksa Dimitri akhirnya turun dan menghampiri ibunya, ia menyuruh mereka masuk dan duduk di ruang tamu.Dimitri memanggil pelayan agar menyiapkan teh untuk tamunya. Pelayan langsung beranjak ke dapur."Dimitri, ibu datang ke sini memohon belas kasihanmu, Nak!" Nyonya Winter mulai berbicara dengan nada memelas tentunya."Apa masih belum cukup yang kuberikan selama ini, Bu?" Dimitri menjawab setengah hati."Bukan itu maksud ibu, ibu-ibu mohon cabut tuntutanmu