Share

Dokter Rian, Teman Putraku

“Oh iya, saya harus membawa Cici.”

Aku baru teringat akan cucuku. Ya Allah, hari ini begitu melelahkan. Tapi aku harus segera membawa anak dan cucuku dari rumah ini agar lebih aman. Jika rumah suami adalah tempat paling aman dan nyaman bagi seorang istri dan anak, itu tak berlaku buat putriku. Mereka harus kuselamatkan dari manusia-manusia terkut*uk itu. Apalagi kulihat Maya tidaklah suka pada bayinya Alina. Ya, jelas saja karena Cici bukan darah dagingnya. Dia hanya mneginginkan lelaki yang sudah beristri itu.

“Gak usah dibawa segala, Jeng,” cegah besanku. “Kan ada Maya, babysitter berpengalaman. Selama ini dia bisa menjaga Cici dengan baik kok.”

“Ya, dia baby sitter berpengalaman dalam merebut suami orang. Saya tak mau ambil resiko kalau cucuku akan celaka di tangannya,” tegasku.

Aku bergegas ke kamar dan menggendong bayi menggemaskan itu. Baru sekarang aku bisa menggendongnya. Tak terasa air mataku meluncur lagi. Tapi, aku sedikit heran, kenapa Cici tidur terus? Sejak aku sampai ke rumah ini tadi pagi dan segala keributan yang terjadi, dia tak terganggu sama sekali. Biasanya bayi baru lahir yang tidur terus. Umur lima bulan harusnya lagi aktif-aktifnya untuk telungkup dan mengoceh. Jamn tidurnya juga berkurang dibanding dia baru lahir. Ah, mungkin pola tidur bayi ini berbeda. Aku menepis pikiran buruk.

Kulihat Maya berdiri di depan pintu kamar yang harusnya milik putriku dan suaminya. Dia bersandar ke sisi pintu, tersenyum menyeriangai ke arahku. Dia membuat gerakan mengibas-ngibaskan tangan dengan pelan tanpa dilihat oleh Delon dan mamanya. 

Jangan merasa menang dulu, Maya. Aku membawa putri dan cucuku dari sini untuk bisa kembali lagi dalam keadaan yang lebih baik.

“Delon, kalau memang perempuan ini hanya baby sitter cucuku, mulai sekarang kamu tidak perlu lagi jasanya. Pecat dia sekarang karena saya sendiri yang akan menjaga Cici,” tegasku.

Besanku meneguk ludah, terlihat tak nyaman. Delon yang sedang berdiri menggendong Alina juga tampak gelisah.

“Saya hanya berusaha percaya kalau kalian tak ada hubungan selain majikan dan baby sitter. Buktikan sekarang dengan mengusir perempuan ini, Delon! Tapi kalau kamu tidak mau, berarti sudah jelas kalau selama ini menantu laki-laki yang kubanggakan pada semua orang di kampung sana telah mengkhianati putriku.”

Delon tersenyum hambar, lalu menarik napas beberapa kali. Ah, sebenarnya aku tak perlu pembuktian Delon yang jelas-jelas tadi begitu mesra dengan pengasuh tak bermor*l itu. Tapi setidaknya Maya bisa diusir secara tak terhormat dari rumah ini, di hadapanku.

“Ma-maya! Kemasi barangmu dan pergi dari rumah ini sekarang!” Delon terbata dan bergetar mengucapkannya. 

“Yang tegas, Delon!” seruku.

Menantuku mengulangi ucapannya sekali lagi dengan tegas. Sekarang giliran baby sitter itu  yang pucat pasi. Senyumannya yang angkuh kini terhempas ke dalam jurang ketakutan. 

Dengan gerakan cepat dia masuk kamar, lalu keluar dengan mata berlinang. Perempuan itu melewati kami semua tanpa sepatah kata pun. 

“Ayo buruan berangkat!” 

Aku berjalan duluan dan membukakan pintu mobil agar Delon memasukkan Alina terlebih dahulu. Bu Ambar duduk di samping kemudi dan kuberikan cucu kami padanya karena aku harus menjaga Alina di belakang. Aku takut kalau tubuh lemahnya terjatuh karena tak bisa duduk menyeimbangkan laju dan gerakan mobil nantinya. 

“Delon, kita ini harus ke rumah sakit. Jangan mencoba membawa kami ke tempat lain dan merencanakn hal buruk. Sejak sampai ke rumahmu, saya belum menelpon ke kampung. Jika sampai siang tak ada kabar, mereka akan datang membawa polisi,” ancamku. 

“I-iya, Bu. Delon mau memperbaiki semuanya. Delon tak akan macam-macam lagi,” pintanya. Halah, itu semua hanya omong kosong. Bagiku semua sudah terlambat karena yang terjadi sekarang tidak pantas dimaafkan. Apalagi kalau putriku tak bisa disembuhkan. Ya Allah, aku tak bisa membayangkannya. 

Sepanjang perjalanan, aku terus melihat sekeliling karena tidak begitu tahu tentang kota ini. Aku harus berhati-hati dan teriak jika mobil melaju melewati jalanan sepi. Tapi untung saja Delon terus menyetir melwati jalanan yang ramai hingga berhenti di depan sebuah rumah sakit.

“Tolong istri saya, Sus!”

Delon berteriak kepada perempuan berseragam yang sedang mendorong kursi roda. Dengan sigap perawat itu datang. Ayah dari cucuku itu mengangkat Alina ke kursi roda dan mendorongnya menuju ruangan yang ditunjuk sang perawat. Delon bersikap seperti suami siaga yang menyangi istrinya. Dramanya lumayan juga untuk meraih simpati orang. Mungkin tiada yang akan percaya kalau dia sendirilah penyebab istrinya seperti itu.

Bu Ambar memberikan Cici padaku dengan alasan mau mengurus administrasi. Dia menarik tangan putranya menjauh dan kulihat mereka seperti berdebat. Aku menghampiri dokter yang berjalan menuju ruangan dimana putriku berada.

“Tolong sembuhkan anak saya, Dok. Anak saya ditemukan dalam keadaan mengenaskan di rumah suaminya. Buat juga bukti-bukti kalau terjadi kekerasan padanya. Saya mohon, Dok!” pintaku. 

“Bu Rahimah? Siapa yang sakit? Kenapa Ibu bisa di sini?”

Aku mengangkat kepala untuk bisa melihat dengan jelas lelaki berjas putih itu. Dia masih muda, tapi bagaimana bisa mengenalku. Aku berusaha mengingat-ingat, tapi tak menemukan kepingan ingatan tentangnya.

“Siapa kamu, Nak? Apa kita saling kenal?”

Seingatku tak punya keponakan dekat maupun jauh yang berprofesi sebagai dokter. Hanya karena Alina yang membuatku punya kerabat di kota ini. 

“Saya Rian, temannya Raka saat dulu sekolah di Sidimpuan. Kita pernah bertemu saat Ibu berkunjung ke kosan kami. Tapi mungkin Ibu sudah lupa,” jelasnya. Aku tahu Raka punya banyak teman dari berbagai daerah dengan tujuan yang sama, mengecap ilmu pendidikan. Tapi aku tak ingat wajahnya lagi, apalagi namanya. Sudah banyak yang berubah. 

“Tapi siapa yang sakit, Bu?” lanjutnya.

“Alina, adiknya Raka, Nak. Tolong selamatkan dia, ya, Nak. Ibu mohon,” pintaku sekali lagi. Air mataku meluncur lagi dengan bebas. Rasa sedih bercampur haru, bisa bertemu teman anak lelakiku di tempat yang jauh dari kampung halaman. Ada secercah harapan yang membuatku semakin optimis kalau putriku akan pulih seperti sedia kala.

Yang belum subscribe, jangan lupa ya. supaya dapat notif up bab baru. 

Komen (4)
goodnovel comment avatar
Kajool Ajha
waaah dpt tantangan baru ini...utk membaca setiap bab nya, lanjut terus ya tor sampai alinanya happi ending
goodnovel comment avatar
Nur Elhuda
siipp cerita yg sgt menyentuh hati
goodnovel comment avatar
Sarti Patimuan
Semoga Alina bisa sembuh
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status