Sesampainya dirumah, saat sudah menyelesaikan hukumannya. Safira keluar dari rumah, dan bertemu dengan David. “Ada yang bisa aku kerjakan?” tanya David saat Safira sudah berada dirumah David. “Tolong lacak plat nomor ini!” ucap Safira memberikan selembar kertas yang berisikan nomor plat mobil. David langsung menghack plat mobil tersebut. Saat sudah mendapatkan informasi tentang plat motor itu, Safira segera mencari tahu tentang pria berjas hitam tersebut. Motor Safira berhenti disebuah rumah, Safira segera menelpon seseorang melalui earphonenya. “Bisakah kau melacak rumah yang akan saya kirimkan padamu? Apakah dirumah ini memiliki cctv?” “Baik….” ujar David segera melaksanakan perintah Safira. “Saya hanya mendeteksi adanya cctv dibagian depan rumah. Dibagian dalam rumah aman.” jelas David. “Bisa kau matikan rekamanan cctv nya?” tanya Safira lagi. “Baiklah….” perintah Safira segera dilaksanankan. “Sudah…” jelas David melalui earphonenya. “Terima kasih.” Safira melakukan penyam
Saat memasuki rumah Hartawan, Safira terkekeh saat melihat Fikri sedang sibuk mengepel lantai, bahkan kakinya sesekali tergelincir karena memijak lantai yang barusaja dipelnya. Merasa ada yang mengawasi, Fikri langsung melirik kearah Safira yang tersenyum tipis saat melihatnya. “Apa senyum-senyum? Kau pikir ada yang lucu? Kemana saja sih kau? Ngilang begitu saja! Bantu saya mengepelnya!” bukannya langsung membantu Fikri mengepel lantai, Safira malah menjulur lidahnya mengejek Fikri dan dengan santai menginjak lantai yang sudah dipel Fikri. Fikri yang geram melihat Safir mengejeknya, langsung hendak menyerang Safira, namun Safira lebih dahulu lari dari hadapan Fikri. “Sial….” desis Fikri kesal. “Akan kubalas kau….” gerutu Fikri. Safira memasuki kamarnya, dan memeriksa barang bukti kasus sebelumnya. Untung saja dia masih memegang barang bukti sebelumnya, dan barang bukti tidak jatuh pada orang yang salah. Safira menimang sebuah hp, yang diambilnya dari dalam kantong plastik. Safira k
Satu bulan yang lalu.... “Kamu tahu kenapa kamu dipanggil keruangan saya?” tanya Barra Rafeyza Zayan dingin. Safira hanya diam, menatap kepala sekolah dengan tatapan dingin juga. Dia yakin kepala sekolah akan berpihak pada anaknya. “Jika anda tidak ingin dikeluarkan dari sekolah ini, anda harus meminta maaf pada Davina Rafeyza Zayan.” ancamnya. “Saya tidak bersalah pak, kenapa harus meminta maaf?” Safira berujar. Matanya melotot menatap kepala sekolah. Tidak adil rasanya jika dia yang harus meminta maaf, padahal bukan dia yang memulai keributan. “Jika anda tidak bersedia meminta maaf, maka anda akan dikeluarkan dari sekolah ini.“ jawab Barra Rafeyfa Zayan tegas. Menatap sorot mata Safira dengan tatapan menantang. Safira tersenyum simpul, lalu badannya maju kedepan menatap tajam Barra. “Saya tidak akan meminta maaf! bukan saya yang memulai perkelahian itu dan bukan saya yang bersalah.” hatinya mendidih menatap Barra Rafeyfa Zayan. Dia bertekad tidak akan meminta maaf dan merendahka
Pagi-pagi sekali setelah menyelesaikan pekerjaan rumah, Safira memakai seragam Sma N Bangko mengetuk kamar Fikri. Fikri keluar, dan menaikkan satu alisnya, saat melihat Safira memakai seragam sekolah. Seperti tahu apa yang dipikirkan oleh Fikri, langsung Safira angkat bicara,”Mulai hari ini, saya akan bersekolah di Sma N Bangko.” jawabnya datar. Fikri hanya mengangukkan kepalanya, dan berlalu begitu saja dari hadapan Safira. Setelah mengantar Fikri, motor yang dikendarai Safira melaju menuju Sma N Bangko. Semua orang terpana dengan kehadirannya, dan juga penampilan barunya, mengendarai motor ninja milik Fikri, membuat banyak murid iri dan mengunjingnya. "Hmm, paling-paling semua itu hasil dari jual diri." gunjingan para siswi, saat Safira melewati para siswa. Safira hanya tersenyum sinis. "Tunggu saja tanggal mainnya." bathin Safira. Di hatinya ada dendam yang tiba-tiba mengelora di setiap aliran darahnya. Targetnya kali ini adalah kepala sekolah, anaknya Davina, dan juga teman-tem
Safira mengikuti Barra saat pulang sekolah. Dari rekaman cctv yang dia dengar, pria itu akan mengadakan pertemuan dengan seseorang. Safira tetap memantau dari jauh mengikuti Barra, saat sebelum motornya ditabrak oleh seseorang yang tidak dikenal. Tubuhnya terhempas di aspal. Safira berusaha bangkit dan meringis kesakitan. Namun saat hendak berdiri, seseorang menghajarnya hingga membuatnya kembali tersungkur ke aspal. Lima pria itu mengeroyoknya tanpa belas kasihan, dan Safira melepaskan beberapa tembakkan ke tubuh lima pria itu. Dia berdiri dengan amarah yang memuncak, dan memborgol para penyerang itu. Safira menelepon rekan kerjanya, dan membawa para penyerang ke mobil tahanan. Safira mengumpat saat kehilangan jejak Barra. Safira pulang dengan tangan kosong. Saat masuk kedalam rumah dan mendengar suara seseorang marah-marah. Safira segera berlari kearah sumber suara dan mendapati Fikri lagi-lagi disiksa oleh ibunya. Pria itu dicambuk, ditendang, dan disiram pakai air es membuat pr
Safira mengangkat pakaian dijemuran dan menyetrikanya. Safira mendengar dengan seksama percakapan seseorang dari earphone yang selalu dipakainya. Safira tersenyum, saat sudah mendapatkan informasi. Saat malam tiba Safira hendak keluar, namun dia kaget saat melihat Hanum menegurnya. “Saya mau keluar sebentar bu, ada kerja kelompok dengan teman-teman,” ucapnya berkelit. “Kok, kerja kelompoknya malam? Emang siang nggak bisa?” tanya Hanum mengerutkan keningnya. Jam sudah menunjukkan jam sepuluh malam. “Nggak tau sih bu, teman-teman sih mau malam bu. Saya hanya ikut saja.” jawab Safira dengan wajah sok polos. “Baiklah, hati-hati dijalan. Jangan pulang terlalu malam ya,” ujar Hanum mengingatkan. Safira menganguk menyalami Hanum dan meninggalkan rumah Wijaya Kusuma.” Safira mengendap dan menyiapkan pistolnya dengan posisi siap menyerang, pada beberapa orang yang sedang berbicara disebuah jalan dan juga gelap. Sedangkan beberapa orang tengah mengawasi dua orang yang sedang melakukan tran
Safira meninggalkan Sma N 2 Bangko mengendarai motornya dengan kecepatan tinggi. Namun motor yang dikendarai oleh Safira tiba-tiba oleng dan menghantam aspal saat sebuah mobil dengan sengaja menabrak dirinya. Safira menatap tajam para pria yang keluar dari dalam mobil. Para pria tersebut tertawa dengan cukup keras, saat melihat Safira meringis. “Tidak usah sok jago gadis kecil! Menginginkan kami kepenjara? Mustahil, itu tidak akan pernah terjadi! “Maksud kalian apa? Kenapa kalian menabrakku? Apa kesalahanku?” bentak Safira. Ia mencoba berdiri. Para pria tersebut mendekati Safira dan menjambak rambutnya. “Kesalahanmu adalah kenapa kau hidup didunia ini dan menyusahkan kami!” ujar satu dari lima orang tersebut dengan dingin. Percakapan tersebut terekam oleh mini voice recorder yang ada dikantong jaketnya. Lima pria tersebut menghajar Safira dengan beringas. Safira melawan mereka dengan tak kalah beringas juga, menghindarai pukulan demi pukulan dan menghantam para pria tersebut. Namun
Geng Red Dragon berserta Barra Rafeyfa Zayan menjambak rambut Safira dan juga melakukan tindakkan pelecehan didepan semua orang. Davina menarik baju Safira hingga robek dibagian dada, dan juga merobek lengan bajunya. “Ini akibat dirimu tidak mau meminta maaf didepan semua orang dan mempermalukanku! Sekarang meminta maaflah, jika tidak ingin kami permalukan dirimu lebih dari ini lagi…..” bentak Davina dengan dingin. Safira tidak mengubris permintaan Davina, malah dengan angkuhnya meludahi wajah Davina. “Kurang ajar….” jerit Davina marah dan menghajar Safira hingga kursi tempat dirinya diikat terjatuh diaspal. “Siksa ia dan permalukan dirinya!” perintah Davina pada anak buah ayahnya. Sang anak buah pun langsung melakukan tindakkan pelecehan demi pelecehan. Safira dipemalukan dengan keji. Semua orang yang menonton, hanya bisa menghela napas tanpa bisa membantu. Jika membantu, mereka akan diperlakukan sama dengan Safira, bahkan bisa lebih dari itu. “Siksa dia, sampai dia mau meminta ma