Part 88
“Trust yourself. You’ve survive a lot, and you’ll survive whatever is coming.” — Robert Tew.
*****
"Ayah? Ibu?" Alexandra menoleh pada Tuan Obis.
"Begitulah."
Pria kerdil itu mengangkat kedua bahunya.
"Kalian menganggapnya anak kalian?" tanya Alexandra.
"Ya, kau benar. Aku akan siapkan makanan untuk kalian. Oh iya, sebentar aku lupa mengeringkan tubuh kalian."
Obis lalu mengarahkan telapak tangan pada Alexandra dan Evander. Makhluk itu sudah memiliki sihir untuk menyembuhkan dan mengeringkan tubuh kedua orang itu.
"Wow, kau hebat! Bagaimana kau bisa melakukan sihir seperti ini?" tanya Alexandra.
"Sejak aku pergi, batu besar tempat pedang Brave Gold memberikan aku kekuatan. Tapi, pedang itu hilang begitu saja. Dia akan kembali saat diperlukan
Part 89 Human progress is neither automatic nor inevitable… Every step toward the goal of justice requires sacrifice, suffering, and struggle; the tireless exertions and passionate concern of dedicated individuals.–Martin Luther King, Jr. ***** Keesokan harinya, Alexandra, Evander dan Ares melangkah mengikuti Obis dan Arial menuju The Dark Hill. Mereka sampai di batu besar bertuah yang menjadi pembuka dimensi waktu. Batu besar yang berpendar kehijauan seolah ada kristal-kristal yang menyelimuti permukaannya kala terkena sinar matahari itu berkilauan. "Wow, cantik sekali batu ini," ucap Evander. "Jadi, ini mungkin pertemuan terakhir kita, karena menurutku batu ini harus dihancurkan agar tak lagi membuka portal dimensi waktu," ujar Obis.
Part 90 “There are all these moments you think you won’t survive. And then you survive.” — David Levithan. ***** Beberapa petugas yang membawa tandu untuk mengevakuasi tubuh Alexandra dan Evander datang. Tuan Edward dan sang istri bersama Selena juga ikut berlarian menuju tepi sungai. Mereka juga tak sabar ingin melihat keduanya. Alexandra mencoba membuka kedua matanya. Ia sudah melihat para petugas lalu lalang di sekitarnya saat sudah berada di atas tandu darurat. Wanita itu menoleh ke arah Evander yang juga sedang ditandu. "Hai, Alex!" sapa Selena yang mengiringi dengan melangkah di samping tandu Alexandra. "Hai, Sel! Di mana Ares?" Alexandra mencari keberadaan anjing peliharaannya itu. "Ada, tuh! Dia terlihat menggemaskan dan lucu sekali." Selena menunjuk Tuan Edward yang menggendong tubuh anjing siberian husky yang kira-kira berusia satu tahun itu. Pria itu merasa berhutang budi
Ekstra Part Happy Ending “Happiness is not something ready made. It comes from your own action," — Dalai Lama. ***** Kondisi Evander dan Alexandra sudah membaik. Mereka diperbolehkan untuk pulang. Ayah dan ibunya menyempatkan diri menjemput keduanya saat pulang dari rumah sakit. Tuan Edward bahkan memberikan mereka bulan madu menuju Maldives dengan pesawat jet pribadi yang bertuliskan E Sky di dinding pesawat. "Ayah, kau benar-benar akrab dengan Ares sekarang ini," ucap Alexandra kala merangkul pinggang ayah mertuanya itu. Tuan Edward menoleh ke arah Ares yang berjalan di sampingnya. "Dia anjing yang pintar, semua yang aku perintahkan dia paham." Gurat kerutan di wajahnya nampak jelas kala ia tersenyum. "Yah begitulah ayah kalian, ia bahkan sengaja pulang cepat untuk bermain dengan anjing ini. Dia sudah menganggap Ares seperti anak
Di sebuah club malam dalam kota metropolitan bernama New Bluex, dua orang gadis terlihat menikmati pesta dengan segelas wine di tangannya masing-masing."Alex, let's have a party baby!"Tania, gadis dengan rambut ikal berwarna cokelat, berseru seraya membenturkan dinding gelas kristal berisi wine itu pada gelas milik Alexandra.Gadis berusia 20 tahun dengan rambut pirang itu sudah terlihat mabuk. Namun, Alex tetap mencoba bertahan. Tubuh ramping berbalut dress Gucci itu terus bergerak gemulai seiring dentuman musik dalam club malam itu.
Sometimes, you never realize how the destiny will bring you to the next journey. Alexandra yang kesal langsung mengikuti anak kecil itu dan kakaknya. Ia ingin sekali mencubit pipi merah anak itu dengan keras. Maria, Kakak Selena, menarik lengan Alexandra dan bersembunyi di dalam sebuah gua di hutan itu. Gadis itu menaruh jari telunjuknya ke bibir. Isyarat matanya juga memerintahkan semua yang ada bersamanya untuk diam. Derap langkah kuda itu terdengar dekat. Terdengar juga beberapa langkah para prajurit saat memindai sekitar. Lalu, suara mereka perlahan pergi menjauh. "Ah, syukurlah… mereka pergi juga." Gadis itu menghela napas panj
Under the blue sky, seeing the beautiful scenery, you already feel save and free, but the fact is not.***Di sebuah kastil nan megah yang terletak di dalam wilayah kerajaan Anathema, seorang pria sedang memandang ombak yang bergulung menampar dinding kastil miliknya. Bangunan megah itu terletak di pinggir lautan biru yang luas.Seorang pria bertubuh tinggi dan tegap memandang birunya lautan dengan mata birunya yang teduh. Rambut merah itu terlihat bersinar karena pantulan cahaya mentari pagi kala itu."Permisi Yang Mulia, boleh saya masuk?"
You never know and can't choose which person that you want to meet when destiny lead you to meet that person that you not want to meet.***"Hei, apa yang sedang kau lakukan di situ?" seru Evander.Teryata sosok yang dilihat Alexandra adalah penguasa Kerajaan Anathema. Sang raja itu sering berkunjung ke Sungai Esen sendirian tanpa pengawalan. Dia juga menyamar menjadi rakyat biasa saat menuju ke sungai itu.Tujuan ia melakukan hal itu karena ingin melihat rakyatnya lebih dekat dan mendengar keluh kesah mereka mengenai pemerintahan
Sometimes, you will never know what destiny is waiting for you. *** "Di sana, Maria ada di sana bersama adiknya!" Pria bernama Jordan yang sakit hati pada Maria itu mengadu pada prajurit kerajaan. Akhirnya dua gadis itu ditangkap dan dibawa ke sebuah kastil di dalam wilayah kerajaan Anathema. "Lepaskan adikku, cukup bawa saja aku!" seru Maria meneriaki para prajurit itu. "Bawa mereka semua, anak kecil itu nantinya akan berguna!" Seorang prajurit berseru dari atas kuda yang ia tunggangi. Derai air mata mengalir di