Zevanya melempar tangan Alejandro yang menggenggamnya. “Oke, kita akan menjadi teman selamanya.” Zevanya tersenyum.“Ya sudah. Matt dan Rey pasti menungguku,” wanita itu mengajak pulang. Dan berjalan lebih dulu lalu masuk ke dalam mobil.Alejandro melongo dengan jawaban Zevanya. ketika sadar wanita itu sudah tak lagi ada di hadapannya. “Anya! Argh! Aku salah bicara.”BRAK!Pintu mobil terteutup rapat. Di dalam sudah ada Zevanya yang sudah mengenakan seatbelt dan sudah tersenyum ketika pria itu masuk.“Ayo, nyalakan mesinnya. Aku harus pulang.”Alejandro menghadapkan tubuhnya pada Zevanya. Pria itu mengingat apa yang sudah dia katakana saat di dalam restaurant tadi. “Anya, bukan teman itu maksudku.”Wanita itu memikirkan kepalanya, wajahnya penuh tanda tanya. “Ale, tadi kau menawarkan unutk kita menjadi teman selamanya. Jelas aku mau. Ayo, cepat anar aku pulang. Reynand sudah menungguku. Kemarin kita belum sempat untuk berbicara karena kau keburu pingsan.”Alejandro mngusap rambutnya
Pria betubuh jangkung itu terdiam. Tak ada pembelaan yang bisa keluar dari mulutnya.“Jadi selama ini Zevanya tahu tentang Chloe?” batinnya.Ingin sekali teriak. Semua tak seperti yang dia inginkan. Semua tak berjalan dengan lancar. Sekarang impiannya untuk menemukan pendamping hidup lenyap sudah. Semua bayangan tentang wanita yang pernah ada dihidupnya muncul satu persatu.Bak susunan puzzle yang mengelilingi kepalanya. Kini pria yang sedang berhadapan dengan Zevanya itu menyusun puzzle satu persatu dikepalanya. Mengingat semua kejadian yang membuatnya kehilangan istri dan anaknya.“Kau memang mirip dengan Chloe, Zeva. Maafkan aku. Selama ini aku terobsesi padamu dan juga Matt. Ketika melihatmu, itu seperti melihat istriku dan Jayden, anakku. Terima kasih kau telah menyadarkanku akan hal itu. aku juga tak bisa menampik semua ucapanmu karena itu semua benar. Aku baru menyadarinya.” wajah Reynand yang tadinya merah padam kini menjadi redup.“Dia sama sepertimu, suka sekali dengan lukis
Deru napas Zevanya menghantam wajah Alejandro. Pria itu memejamkan mata. Menikmati aroma wanita yang lama tak ia jamah. Rahangnya mengeras saat mengingat Zevanya yang menari diatas pusakanya.Beruntung kini wanita itu ada di atas pangkuannya. Gemuruh dada Alejandro kencang. Jika waita itu hanya berjarak beberapa centi meter saja mungkin akan terdengar kencang sekali.Pria itu mengecup dagu Zevanya dan sedikit menggigitnya.“Ackhh!” pekik Zevanya protes.Dengan cepat Alejandro menyerbu leher jenjang Zevanya. Wanita itu menggelinjang hebat. Kepalanya menengadah menikmati sesapan demi sesapan lidah dan mulut Alejandro. sesekali pria itu menggigit dan menjilat leher putih ibu anak satu itu.“Hmph … angh … Ale. cu-kuph!” suara Zevanya terbata dan melemah.“Kau yakin, sayang?” alis Alejandro terangkat satu.Tangannya menyelundup masuk ke dalam pakaian yang dikenakan Zevanya. jarinya lihai membuka pengait bra milik Wanita yang berada di atasnya.PLUB!Gundukan kenyal dan sintal itu berayun s
Kehidupan Alejandro dan Zevanya terasa seperti roller coaster. Siapa yang akan menyangka kedua insan itu akan bertemu kembali setelah sekian lama berpisah?Hal yang didambakan Alejandro dan Zevanya sama-sama terwujud. Melihat orang yang dicintai berkumpul lengkap. Apalagi ada kehadiran malaikat kecil dalam hidup mereka.Alejandro dan Zevanya tidur di ranjang yang sama. Sama seperti dulu. Bedanya sekarang ada balita atau bayi lima tahun yang menyempil di tengah-tengah mereka.Mereka bertiga tidur pulas. Karena tengah malamnya sempat terbangun, Matt menggantinya dengan bangun lebih siang. Tidak hanya Matt, tetapi Mama dan Papanya juga sama.Jam menunjukkan pukul 2 siang. Mereka tidur atau layak disebut pingsan?Seperti biasa saat dulu Zevanya masih dalam masa hamil. Alejandro selalu bangun lebih awal. Sama seperti sekarang. Pria itu bangun lebih dulu dari anak dan Ibu dari anaknya. Dia tak bisa menyembunyikan senyum karena sangat bahagia.Wajah Zevanya ditatapnya penuh cinta. Rasa sena
Wanita itu selalu saja diuji kesabarannya oleh Alejandro. Bagaimana tidak? Saat sedang ada Matt meski berbeda ruangan, Alejandro bertingkah seenaknya sendiri dengan menjamah sana sini.Wanita mana yang tak terbuai. Apalagi pria itu sangat lihai dalam memainkan tubuh Zevanya dari atas hingga kakinya. Namun kali ini tak akan seperti semalam. Dia harus tegas.“Jangan gila kau!” Zevanya menghindarinya dengan buru-buru hingga merapikan baju yang tadi diangkat oleh Alejandro.“Hei kau mau ke mana, sayang?” tanya Alejandro mendekat.“Kau berani mendekat, piring ini akan melayang untuk memecahkan kepalamu!” ancam Zevanya.Zevanya menggigit sandwich yang ada di piringnya. Kemudian kedua tangannya meraih piring. Dia akan melempar piring itu ke pria mesum itu.“Kalian kenapa lagi?” tanya Matt anak yang polos itu sudah selesai dengan sandwich dan memegang gelas kosong bekas susu. Lalu anak itu menaruh piring dan gelasnya di meja.Alejandro menggendong Matt. “Mamamu itu dulu seperti kucing. Tetapi
Kedua pasang bibir yang baru saja bertaut akhirnya terlepas juga. Kedua pasang manik dari masing-masing saling adu pandang. Beberapa detik ini taka da suara dari mereka. kecuali kedua pasang matayang berusaha menemukan makna dibalik semua.Alejandro memejamkan mata saat napas Zevanay menyapu wajahnya. indra penciumannya bekerja keras menikmati udara yang keluar dari mulut Zevanya. tak menyangka mereka bisa sedekat ini sekarang. Namun pertanyaan yang baru terlontar dari Alejandro tak mendapat jawaban. Apakah akhirnya mereka berdua harus berpisah kembali?Padahal keduanya sama-sama saling nyaman satu sma lain. Mereka tak sungkan untuk menunjukkan rasa cinta melalui berbagai sentuhan. Apa itu semua tak cukup bagi Zevanya? sehingga dia masih enggan menjawab pertanyaan Alejandro?Akhirnya setelah beberapa saat menunggu. Bibir Zevanya terbuka. Terciptalah suara dari rongga mulut dan pita suaranya.“Aku tak mengatakan bahwa tidak ada kesempatan lagi untukmu. Tetapi maaf karena aku memang ha
Setelah mengantar Zevanya sampai bandara. Alejandro mendapat panggilan.“Dia orang yang bekerja di perusahaan Papa, nak,” jelasnya. Kemudian jarinya menekan tombol dengan gambar telepon berwarna hijau.“Halo, Mikha,” sapa pria itu.“Oke, besok kita bertemu,” pungkasnya dengan menutup panggilan telepon.Matt memiringkan kepalanya. “Papa akan bertemu wanita lain?”Alejandro melangkahkan kakinya meninggalkan bandara. Dia harus sampai rumah dan menidurkan Matt, anaknya.Mansion yang dituju adalah mansion kedua orang tuanya. Bianca dan Ronald sudah tak sabar menyambut kedatangan anak dan cucunya yang seperti pinang dibelah dua itu. Karena memang semakin bertumbuhnya Matt, mereka berdua semakin mirip saja.Sesampainya di mansion. Di sana sudah ada Bianca dan Ronald. Mobil yang dikendarai Alejandro sudah sampai di depan pintu. Roanld yang tak sabar langsung menghampiri mobil. Di sana Alejandro sedang membukakan kuncian carseat Matthew. Alejandro berhasil menggendong Matt keluar dari mobil.N
“Lian! Kau yang benar saja! Jadi dari tadi Ale menghubungiku karena ini?” Zevanya shock mendengar kabar bahwa anaknya sakit dan sedang di rawat di rumah sakit. “Aku akan segera mengatur penerbanganku ke sana sekarang,” Zevanya memutuskan sambungan telepon.Ponsel yang masih ia genggam berdering kembali. “Ada apa lagi, Lian?”“Eem, penerbangannya jam berapa?” tanya Lian memastikan.“Sekarang, siang ini. Mungkin sore sudah sampai estimasi kotornya.” Wanita itu segera mematikan kembali sambungan telepon dari Lian.“Aduh hari ini kenapa aku sial sekali. Berita yang berada di media itu juga membuat public salah paham. Benar aku memang dilamar tapi aku menolak. Bukan menerimanya. Astaga!” pekiknya membanting setir mobil.“Matt juga sedang di rumah sakit sekarang. Mimpi apa aku semalam. Ya Tuhan,” Zevanya menyugar rambutnya kasar.Dia langsung pergi ke bandara. Tak pulang terlebih dahulu.Semenjak meninggalkan Matt dan Alejandro. Dia memang selalu membawa paspor ke mana pun dia pergi. Untuk