"Heum, Laura, ada yang ingin kutanyakan."Laura lantas menghampiri Bella setelah ia selesai memarkirkan mobilnya. Wajah Laura nampak berseri-seri seperti saat pertama kalinya Bella mengetahui sosok Laura. "Kenapa? Kau tidak mungkin ingin pulang setelah kita sudah sampai di sini bukan?"Bella menghela napas perlahan, matanya menatap ke sekitar dengan was-was.Mall. Mereka kini sedang berada di basement Mall yang cukup terkenal di Ibukota. Bella akhirnya menuruti keinginan Laura, ia tidak ingin berdebat lebih jauh lagi dengan perempuan itu. "Tidak, bukan itu., tapi bagaimana nanti jika--""Ouh, Laura!"Belum sempat menyelesaikan ucapannya, suara asing terdengar menyapa indera pendengaran Bella sekaligus memotong pembicaraannya. Sesaat kemudian, seorang perempuan yang tengah memakai dress slim fit berwarna nude muncul dibelakangnya dan melewati Bella begitu saja."Kau ingat denganku, kan?" Laura tersenyum manis, kemudian mengangguk pelan dan segera berpelukan singkat dengan teman laman
Bella tak bisa menyembunyikan ekspresi terkejutnya. Apa yang perempuan berambut sebahu di depannya katakan?! Bella menatap ke sekitar, bersyukur jika keadaan di sana tak terlalu ramai, dan hanya mereka yang ada di bagian sudut ruangan."Kenapa wajahmu begitu tegang? Apa kau setakut hingga kau lantas bergegas untuk kabur? Aku bahkan belum membongkar sifat murahanmu itu pada Laura!" Bella seketika menatap Laura, seperti meminta pertanggung-jawaban atas sikap keras kepalanya yang membuat Bella harus kembali berada di kondisi seperti di basement tadi.Laura sendiri lantas memegang bahu sahabatnya lembut, berusaha membuat perempuan itu meledak-ledak. Bagaimanapun juga ini tempat umum, Laura harus pandai bersikap lemah lembut hingga orang-orang tetap memandangnya berwatak selembut kapas."Ada apa ini? Tenangkan dirimu, jangan mempermalukan dirimu sendiri di tempat umum," ujar Laura lembut, tapi dibalas dengan decakan sebal oleh perempuan berambut sebahu itu."Tidak untuk kali ini, Laura. A
Bella perlahan kembali menatap Laura yang kini tengah menyeruput Brown Sugar Dalgona Boba miliknya, dengan mata menatap nyalang ke arah Bella. Tak ada lagi tatapan lemah lembut yang terpancar di mata dengan iris hitamnya itu seperti tadi saat-saat mereka bertemu dengan relasinya."Sudahlah, lupakan! Aku percaya pada suamiku!" lanjut Laura karena Bella tak kunjung menjawab pertanyaannya. Lagipula perempuan itu memang hanya ingin memojokkan Bella. "Intinya, jangan sampai aku memberi apresiasi untuk penguasaan peran yang ingin kau lakoni!""Maksudmu?" tanya Bella semakin bingung, ia tidak mengerti dengan apa yang berusaha perempuan itu katakan."Aku tidak akan mengampunimu jika kau melakukan hal-hal seperti berpura-pura pingsan agar bisa digendong oleh suamiku," cibir Laura, wajahnya terlihat masam, mungkin tak suka dan cemburu mendengar kenyataan tersebut.Bella menggeleng tegas dengan cepat. "Tidak, aku memang pingsan, tapi itu bukan sebatas pura-pura. Aku juga tidak tahu jika Manu men
"Hey!"Bella tersentak kaget dengan tubuh membeku. Suara yang menyapa indera pendengarannya terdengar begitu asing, Bella hanya takut jika ia kembali dihadapkan dengan situasi seperti di gedung tua ataupun di jalanan sepi tersebut.Dalam keadaan masih panik, resah, dan lemas karena ditinggalkan oleh Laura, Bella perlahan menghapus air matanya dengan kasar kemudian membalikkan badannya."K-kau?!" Mata Bella membulat sempurna, ia tak bisa menyembunyikan ekspresi terkejutnya. Tidak menyangka jika dunia akan sesempit ini."Bella, kan?" tanya pria beralis tebal yang kini tengah mengenakan jas berwarna navy. "Aku tak salah orang, kan?""Bella," panggil pria itu sekali lagi sembari mengibas-ngibaskan tangannya di depan wajah Bella."H-huh?! Iya, Kak Bian, kau benar, ini aku Bella." Bella tak bisa menahan gejolak bahagia yang ia rasakan saat ini. Ia seperti baru saja bertemu malaikat yang siap membantu mengatasi masalahnya."Kenapa kau di sini sendirian?" Bian bertanya bukan tanpa alasan. Pri
"Kenapa kau hanya diam saja? Apa aku salah memesankanmu makanan?" Bian mengamati Bella yang tak kunjung menyentuh makanannya. kedua Alis Bian terlihat hampir menyatu akibat kerutan di dahinya, ia tidak mengerti mengapa Bella tak kunjung menyentuh makanan yang dulu begitu ia sukai.Bahkan wajah perempuan itu terlihat sedikit pucat pasi, Aura kebahagiaan yang sempat Bian rasakan tiba-tiba lenyap digantikan oleh Aura gelisah penuh akan ketakutan.“Bu-bukan, bukan seperti itu. Ini aku baru mau menyantapnya.” Bian tidak langsung percaya dengan apa yang dikatakan oleh Bella. Meskipun Bella nampak mencicipi hidangan yang disajikan untuknya. Di mata Bian terlihat jelas bahwa Bella berpura-pura lahap memakannya hanya untuk menyembunyikan sesuatu darinya.pria itu mengenal Bella dengan baik. Semasa SMA dia Lumayan dekat dengan perempuan itu, bahkan beberapa orang sampai menyiram mereka memiliki hubungan lebih dari teman saking dekatnya. “Kau ingin segera pulang sekarang?” Bian mencob
“Kak, tunggu, aku bisa menjelaskannya.”Bella panik bukan kepalang. Takut, bella jelas merasa takut dengan situasi yang tengah ia hadapi sekarang ini. Manu memang tak mengatakan hal apa-apa lagi selain menatapn Bella dingin, tapi Bella sadar jika pria itu tengah menahan kekesalannya dalam-dalam.“Masuk.”Tanpa mau menunggu Bella menjelakan apa yang terjadi, Manu lantas Begitu saja dan masuk ke dalam mobil. Ada keraguan di benak Bella saat ia hendak menuruti perintah Manu, tapi jika ia semakin memberontak, emosi manu pasti akan semakin meluap tanpa henti. Bela hampir saja menapakkan kakinya mendekati mobil Manu yang berjarak beberapa langkah dari tempat mobil Bian berhenti tadi. pria itu sepertinya memang telah menyadari keberadaan Bella hingga membuatnya membuntuti Bella. Namun bukan hal itu yang menjadi fokus dari Bella, tapi spaghetti yang kini telah berserakan tak berharga. Dia memungutnya ke dalam totebag sebelum masuk ke mobil Manu.“Apa kau ingin aku membawa chef
PLAK!Memejamkan mata erat, ia berusaha mengabaikan sensasi nyeri yang merambat cepat di sekitar pipi kanannya. Tamparan yang dilayangkan untuknya begitu kuat sampai membuatnya menoleh ke samping.Kini mata Bella perlahan menatap sosok perempuan yang tengah mengenakan rok putih setengah paha dipadu padakan dengan blus berwarna merah muda di depannya. Wajah perempuan itu nampak merah padam, menahan emosi yang sudah membakar habis dirinya."BERANI-BERANINYA KAU MEMANIPULASI KEADAAN DAN MEMFITNAHKU?!" Dada Laura nampak naik-turun tak beraturan. Hal tersebut membuat Bella berdecih dalam hati. Apa-apaan?!Bukankah kalimat itu malah lebih mencerminkan apa yang sedang dilakukan oleh perempuan itu saat ini?"Apa kau lupa jika kau sendirilah yang malah memilih untuk memisahkan diri denganku di mall tadi hingga membuatku kelimpungan mencari keberadaan dirimu?!" Laura memainkan aktingnya semakin jauh, seolah-olah tak membiarkan Laura mendapatkan celah sedikitpun untuk membela diri."Apa yang ka
"Bijaklah menggunakannya. Kontakku sudah tersimpan di sana."Bella menatap Manu dengan pandangan meminta penjelasan atas apa maksud dari semua ini. Bella tentu dibuat merasa bingung mengapa Manu tiba-tiba meletakkan sebuah benda pipih canggih yang sudah lama tak pernah Bella genggam."Tunggu!" Melihat Manu tak berniat untuk memberikan respon apapun lagi dan malah membalikan badannya, Bella segera menghadang jalan pria itu. Ia tentu tak akan lantas membiarkan Manu pergi begitu saja. "Kenapa kau memberikan benda ini kepadaku? Ponsel siapa ini? Kau memberikannya untukku? Tapi kenapa? Aku tidak pernah memintanya bukan?" tanya Bella beruntun sembari mengangkat ponsel yang ada di tangannya tepat di samping kepala. Manu nampak sedikit berdecih, membuat Bella terpengarah dalam hitungan detik. Kenapa pria itu begitu susah untuk dipahami? Tadi saja dia begitu menyebalkan dengan terus menghadang jalannya, tapi sekarang ia sudah kembali ke sifat dinginnya yang lebih menyebalkan."Kenapa kau