"Sudah lama sekali kita tidak bertemu? Bagaimana kabarmu? Kudengar kamu sudah menjadi dokter yang hebat." Jihan memeluk erat tubuh yang berdiri kaku itu dengan begitu erat. "Kabar? Kau ingin tahu bagaimana kabarku selama ini? Buruk atau sangat buruk? Kau yakin ini pertemuan pertama kita setelah bertahun-tahun lamanya. Mbak Jihan, oh Mbak Jihan sampai kapan kau akan berpura-pura bodoh seperti ini?" Deg! Refleks, Jihan melerai pelukan lalu menatap penuh tanda tanya. "Apa maksudmu?" "Ada yang bisa dibantu, Bu?" "Bekal Rara dan Riri sudah masuk tasnya, ya!" "Baju Galih sudah saya setrika." "Makan malamnya mau disiapkan sekarang atau nunggu bapak pulang?" Kalimat-kalimat yang Niar ucapkan saat meniru perannya sebagai Sari membuat Jihan benar-benar tercengang. Mulut perempuan itu terbuka setengah dengan mata membelalak lebar. "Ba-bagaimana mungkin?" Kali ini Jihan membekap mulutnya, kedua tangan perempuan itu sudah gemetar. Detektif Fahri yang berdiri di belakang sudah bersiap men
November 2003Dua insan yang putus asa itu melangkah menuju sebuah gedung terbengkalai untuk tujuan yang sama. Tubuh mereka bergetar hebat tatkala pintu terbuka dan keduanya melangkah menuju ruangan yang penuh dengan aura mistis. Dingin menusuk, berdesakkan dengan makhluk tak kasat mata yang membuat napas sesak dibuatnya. Sekali lagi Bu Yuli menuntun mereka berdua yang terlihat ragu untuk melangkah lebih jauh menuju singgasana. Berhadapan langsung dengan sang pemimpin organisasi yang baru lima tahun berdiri. Seseorang dengan jubah merah dan topeng menyeramkan, memiliki suara deep yang begitu berat dan dalam seperti disamarkan.Niar dan Burhan berpandangan, sekali lagi mereka meyakinkan bahwa ini adalah jalan keluar yang benar-benar diinginkan meskipun harga yang harus dibayar sangatlah mahal."Jadi, kalian sudah siap menjual jiwa pada Nyai dan mengikat kontrak dengan segala konsekuensi yang disepakati?" ucap sang pimpinan dengan mengintimidasi.Keheningan panjang menyelimuti. Entah B
Plak!Suara tamparan keras itu terdengar di kamar Burhan dan Jihan tepat saat Niar yang sedang berperan sebagai Sari melintas di depannya. Dari balik celah pintu yang sedikit terbuka dia melihat Jihan terisak-isak sembari memukuli dada Burhan yang hanya bisa berdiri pasrah mendengar segala caci-maki istrinya yang selama ini lebih banyak diam."Ceraikan aku dulu, sebelum kamu menikahi wanita itu. Semua kesalahanmu masih bisa kuterima, tapi didua dengan status yang sama aku tak akan pernah bisa menerimanya. Hidup dengan bajingan sepertimu sudah cukup membuatku tertekan, jangan tambah lagi wanita jalang!"Senyum lirih tersungging di bibir Niar. Dia tak bisa tersinggung dengan perkataan Jihan. Karena apa yang dikatakannya memang benar. Banyak alasan untuk berpoligami, tapi menikahi wanita simpanan tak termasuk di dalamnya.Blam!Suara pintu yang terbanting keras membuat Niar terlonjak dari lamunan. Dia melihat Jihan berjalan cepat menuruni tangga. Beberapa saat kemudian terdengar suara kl
"Apa yang terjadi dengan tempat ini?" lirih Jihan saat melihat lahan kosong sejauh mata memandang bersama dengan Detektif Fahri, Zakir, dan Nova. Sudah dua minggu sejak kematian Niar yang juga mengungkap siapa dia sebenarnya. Mereka berempat mulai menyelidiki tentang benang merah yang menghubungkan kasus yang melibatkan banyak orang ini.Pertama, Jihan heran karena di pemakaman Niar tak ada satu pun orangtua atau kerabatnya yang datang. Apakah mereka sudah dikorbankan? Jihan hanya melihat sekilas beberapa staf rumah sakit di mana Niar bekerja sebagai dokter forensik. Sementara itu di rumah Niar, polisi menemukan ketiga anaknya yang entah bagaimana bisa ada di sana, Detektif Fahri dan timnya pun menemukan lab rahasia berisi banyak sekali anggota tubuh manusia yang diawetkan. Namun, tak ada satu pun petunjuk yang mengarahkan mereka pada dalang sebenarnya.Melalui kuasa hukumnya, Niar bahkan berwasiat agar semua harta yang dia tinggalkan agar dibakar sampai tak bersisa, karena Niar tak m
"Apa yang terjadi padamu, Nisya?!" Bu Yuli mengguncang tubuh putri bungsunya. "Dua kali pertemuan kamu absen tanpa alasan, lalu datang hanya untuk mengacaukan prosesi ritual. Bagaimana bisa kamu menghajar partnermu di tengah acara sakral, Anak Sial!" Nisya duduk geming mendengar segala caci-maki yang ibunya lontarkan, sebab ritual pertemuan yang baru saja dia kacaukan di akhir pekan. Entah apa yang mendasari tindakannya saat memukuli partner seorganisasi yang hendak menjamah tubuhnya saat proses ritual dilakukan. Perempuan itu hanya merasa bahwa ini adalah jalan yang dia anggap benar. "Apa yang sudah si brengsek itu lakukan? Bukankah seharusnya dia yang terbuai, bukan malah kamu yang dilumpuhkan. Zidan benar-benar sudah mencuci otakmu, Nisya. Sadarlah!" "Ma!" Setelah sekian lama akhirnya Nisya menyela. Dia mengangkat kepala dan menatap nyalang tepat di manik mata ibunya. "Apa ini hidup yang benar-benar kita inginkan?" Bu Yuli terdiam. "Berapa banyak lagi korban? Sedalam apa lagi
Zakir tersentak saat memasuki rumah megah milik Pak Ridwan. Keadaan di dalam begitu kacau, berbagai barang berserakan, bahkan lampu gantung berhias kristal yang begitu besar di ruang tengah jatuh berserak di lantai. Masih di tempatnya Zakir melihat Pak Ridwan lalu-lalang kelimpungan menangani para asisten rumah tangganya yang sudah terkapar tak sadarkan diri. Sementara Galih, Rara, dan Riri dia lihat terikat pada kursi besi. Mata mereka melotot, terus berontak sembari berteriak nyaring memekakkan telinga. Pak Ridwan yang baru menyadari kehadiran Zakir, langsung memutar kursi rodanya dan menghampiri. "Za-kir?" Pak Ridwan memastikan. "Bapakmu, Jihan, dan Nova di mana?" Zakir membungkuk, lalu mencium tangan Pak Ridwan. "Nanti Zakir ceritakan, sekarang kita tangani ini dulu. Omong-omong sudah berapa lama seperti ini?" "Kurang lebih dua jam, Kir. Bapak juga tak paham kenapa bisa seperti ini," tutur Pak Ridwan kebingungan. Tiba-tiba mata Zakir memicing, pandangannya terpaku pada s
"Alam jin adalah dimensi ghaib yang tidak bisa dimasuki sembarang manusia. Kalau pun bisa, akan sulit untuk kembali dan membutuhkan waktu berhari-hari. Di sana adalah tempat bersemayamnya makhluk tak kasat mata dari berbagai jenis dan bentuk yang tak terbayang di nalar kita. Alam itu juga menjadi tempat bagi manusia-manusia yang sudah bersekutu dengan jin dan sebangsanya. Kesepakatan itulah yang mengikat jiwa mereka sebagai budak jin sampai habis masanya di dunia, sebelum dibangkitkan kembali pada hari akhir nanti." Di dalam kamar utama, Jihan, Zidan, Zakir, Nova, dan Pak Ridwan berdiri mengelilingi tubuh Galih dan si kembar yang terbaring tak sadarkan diri. Waktu sudah menunjukkan pukul delapan malam, tetapi mereka belum bisa menentukan siapa yang akan pergi menemani Zakir untuk pergi menyelamatkan anak-anak asuh Jihan dan Nisya yang terjebak di dunia lain. "Kita pergi berdua," putus Zidan begitu final. "Aku ikut!" timpal Jihan akhirnya setelah terdiam cukup lama. "Tapi ini terla
"Mereka masih belum sadar?" tanya Pak Ridwan pada Nova dan Detektif Fahri yang baru saja memeriksa keadaan Zakir, anak-anak, serta cucu-cucunya. Mereka tampak dibaringkan di atas ranjang masing-masing dalam satu ruangan besar, dipasangi infus dan alat-alat penunjang kehidupan. Sebab meski jiwa mereka berpetualang di dunia lain, tapi tubuh mereka tetap butuh asupan. Terlebih, tubuh dengan jiwa yang kosong sangat mudah dihinggapi setan yang ingin bersarang. Jadi, sejak hari kepergian Jihan, Zidan, dan Zakir untuk menjemput Galih dan si Kembar, Pak Ridwan rutin melakukan pengajian di kediamannya."Masih belum, Pak. Beberapa kali saya mendapati tubuh mereka keringat dingin, tampak gelisah, bahkan sampai kejang," terang Nova."Astagfirullah." Pak Ridwan mengelus dada. Gurat-gurat kecemasan terlihat di wajah rentanya."Doakan saja, ya, Pak. Semoga mereka dalam keadaan baik-baik saja," sahut Detektif Fahri.Lelaki berusia 70-an itu memejamkan mata, ia mendorong kursi rodanya sampai ke tepi j