Alano puas dengan pemikiran Elrissa untum saat ini. Karena hal tersebut, dia mengeluarkan kunci mobil. Lalu, benda itu disodorkan kepada wanita tersebut. Dia berkata, "Maaf, kalau selama ini aku terlihat seperti mengekangmu. Tapi, mulai sekarang, kamu bebas kemanapun ... ini mobil untukmu, pakai saja." "Hah? Ini serius? Mobil untukku?" Terkejut, Elrissa agak gemetaran menerima kunci mobil itu. Dia bisa menyetir, tapi tidak pernah memiliki mobil sendiri. "Iya, di garasi 'kan ada dua mobil, satunya yang warna putih itu pakai saja, jenis matic, kamu pasti bisa 'kan? Atau kalau kamu nggak suka, kita beli baru. Kamu pilih sendiri." "Nggak usah. Aku bukan orang nggak tahu diri." "Jangan gitu dong, Sayang. Kamu itu istriku." "Tapi ini beneran. Aku pernah pakai mobil, tapi nggak tahu kalau masih bisa..." "Misal kamu lupa, kamu les berkendara dulu nggak apa-apa, kok." "Makasih." "Sama-sama." "Aku belum pernah punya mobil, y- jelas sih ...." Elrissa terharu menatap kunci mobil yang
Seperti biasa, sebelum atau bangun tidur, Elrissa dan Alano melakukan hubungan intim.Alano semakin mahir dalam melakukan kegiatan ranjang ini, bahkan terus mencoba berbagai gaya.Elrissa terpejam sembari mendekap bantal layaknya guling. Antara masih mengantuk tapi juga bergairah.Dia hanya bisa diam, menikmati hujaman Alano dari belakang.Gerakannya pelan, namun dalam. Alano sengaja agar durasi bercinta mereka lebih lama dan romantis.Sehelai selimut tebal menutupi aksi tubuh bawah mereka yang bergulat."Selamat pagi, Sayangku yang nakal ..." bisik Alano diiringi erangan lirih di belakang telinga Elrissa. Tangannya meraba2 pinggang Elrissa."Bagaimana, sayang, enak bukan caraku membangunkanmu?" Ia bertanya.Elrissa berbalik badan, kini telentang. Dia menarik selimut sampai menutup dadanya. "Kamu sudah gila."Ia menyentuh perut bawahnya yang hangat. Benih cinta Alano telah memenuhinya."Ini masa suburku, loh, kamu dari kemarin-kemarin keluar banyak, aku takut pil kontrasepsinya nggak
Elrissa dan Alano sampai di tempat yang dikatakan bersejarah bagi hubungan Daniel dan Elrissa. Di sana sudah ada Bella, dan disusul dengan Reno.Reno sendiri kaget dengan kehadiran Alano di sini, begitu pula Bella yang kaget karena Alano malah ramai-ramai datangnya.Mereka berempat berkumpul di tepi danau indah dekat dengan rumah penginapan bernama Mindy Inn. Danau itu cukup indah, airnya sudah hampir mengering— tapi sangat jernih.Akhir-akhir ini sering hujan sehingga suhu udara menurun, menyebabkan suasana menjadi dingin dan sembab."Kamu kedinginan, Sayang?“ Alano menengok Elrissa, lalu mendongak ke langit siang yang terlihat agak mendung, pertanda akan turun hujan.Dia berkata lagi, "Sepertinya memang cuacanya akan buruk malam ini. Ayo kita ke penginapan saja.”Bella meliriknya. Dari tadi suasana hatinya buruk, terlebih mengetahui kalau Elrissa dibelikan mobil baru. “Jangan banyak drama, Rissa, kamu mau melarikan diri karena nggak bisa mengelak lagi 'kan?”Pundak Elrissa menggigit
Reno kaget melihatnya. "Daniel?" Dia menyapa. Elrissa seakan kehabisan napas saat mendengar nama itu sekaligus menatap pria itu. Dadanya berdebar entah karena apa. Untuk pertama kalinya, dia bertemu dengan pria yang selalu dibilang tunangannya itu. Daniel berhenti di hadapan mereka. "Aku nggak mengira kamu benar-benar ada disini, Ris." "Aku ..." Elrissa tak bisa berkata-kata. Ia tak berkedip menatap pria itu. Sekalipun tidak ingat, tapi ada sesuatu yang membuat dirinya tak bisa berhenti menatapnya. Daniel menyentuh telapak tangan Elrissa di atas meja. Dengan tatapan mata yang sedih, dia mengatakan, "Aku tahu kamu nggak ingat sama. Tapi, percayalah ... Aku adalah tunanganmu. Aku sudah berusaha keras sekali agar kita bisa bertemu." Elrissa sontak menarik tangannya, dan berdiri. Dia mundur, tak ingin dekat-dekat. "Aku ... Aku nggak ingat." "Kamu waspada dengan orang asing, aku paham. Tapi, aku mohon biarkan aku membuktikan semuanya. Kita harus pergi sebelum pria itu datang.
Reno berkendara mengikuti mobil Elrissa, namun di tengah perjalanan dia intai oleh mobil Alano. Mau tidak mau, dia terpaksa menepi. Mereka berdua keluar mobil dan bertemu. Tidak ada yang ingin keributan, apalagi di pinggir jalan ramai begitu. "Jangan ikut campur urusan orang lain, sebaiknya kamu pulang." Alano menyarankan. Reno berkata, "aku sebenarnya juga nggak mau tahu, tapi apa yang kamu lakukan itu kriminal. Berani sekali kamu menggunakan obat nggak jelas untuk membuat saraf Elrissa terganggu. Kamu berusaha membunuhnya?" "Nggak. Itu nggak ada efek buruknya." "Aku nggak bisa diam kalau begini. Dokter yang telah kamu suruh itu sudah mengaku, cepat atau lambat, kalian akan dalam masalah." "Kamu yakin kalau aku ikut campur urusan ini? Aku nggak kenal dengan dokternya. Aku memilih rumah sakit itu karena permintaan Elrissa— aku nggak kenal siapapun.“ ”Sudah ketahuan pun mengelak?“ ”Apa buktinya aku menyuruh dokter itu memberikan obat dariku?“ "Dia berkata sendiri.”
Mobil Alano? "Itu 'kan mobil Alano? Apa dia disini? Semalaman? Tapi ... Disini hujan deras ... Pasti dingin sekali.” Elrissa berkata sendiri. Tanpa disadari, sebenarnya dia sangat khawatir terhadap Alano. Dia keluar dari kamar, dan pergi ke pintu depan. Begitu pintu dibuka, angin berembun mengembus ke arahnya. Dinginnya sampai mampu membuat gigi gemeratak. Cepat atau lambat pasti terjadi hujan badai disini. "Alano ..." Elrissa melihat Alano ternyata duduk di kursi teras. Alano masih terlelap, padahal dalam keadaan kedinginan diterpa hujan, ini sangat berbahaya. Elrissa segera mendekat, membungkuk demi kondisi wajah Alano. Lalu, dia meraba kulitnya yang sangat dingin, nyaris kaku. "Alano? Alano, bangun! Hei, bangun ..." Alano bisa membuka matanya, tapi dia memang kedinginan. "Rissa ..." "Apa kamu sudah gila? Apa kamu semalaman disini? Kamu kedinginan!" Elrissa mengomel sambil terus memperhatikan kulit pucat Alano. "Nggak apa-apa, aku hanya ingin menjagamu. Aku nggak ma
"Apa aku keterlaluan?" Elrissa bertanya ke diri sendiri. Dia terus memikirkan ucapan kejamnya kepada Alano selama beberapa jam. Tubuhnya terbaring di atas ranjang, terbungkus selimut tebal. Dia enggan keluar sebenarnya, terlebih di ruang tengah ada Alano. Namun, ketika hari menjelang malam—mau tak mau dia harus keluar. Dia khawatir juga dengan kondisi pria itu. Ia berjalan pelan, nyaris seperti pencuri yang mengendap-endap di rumah sendiri. Untuk mencapai dapur harus melewati ruang tengah. Ternyata, pria itu sudah tidak ada di ruang tengah. Di atas sofa hanya ada selimut. "Alano?" Elrissa melihat ke luar jendela, anginnya masih kencang, tidak mungkin pria itu sudah pulang. Dia mencarinya ke dapur, dan benar saja— pria itu sedang membersihkan meja dapur. "Apa yang kamu lakukan?“ Elrissa kaget. Suasana dapur menyatu dengan ruang makannya ini menjadi rapi seketika. "Aku mencari sesuatu untuk menghangatkan tubuh.” "Maaf, tapi nggak ada alkohol di rumahku." "Nggak, Saya
David hendak mencari sesuatu di dapur. Namun, dia tidak mengira mendapati pemandangan yang cukup panas disini. Iya, sepupunya, Daniel sedang akan berhubungan intim dengan Sarah di situ. Kedua tangan Sarah terlihat bertumpu di atas meja makan. Tangan Daniel yang kekar mendorong punggungnya sedikit membungkuk sampai Sarah agak menungging. Sarah membuka kakinya, dan Daniel cepa-cepat menyatukan tubuh mereka. Terlihat di wajah keduanya yang sama-sama tak bisa menahan hasrat. David terpaksa harus berdiam diri di balik tembok dekat pintu masuk, tak ingin melihatnya. Walau tidak melihat, tapi dia bisa mndengar suara rintihan dan desahan Sarah. Ia berusaha untuk tidak terangsang. Dalam hati, dia bingung— kenapa mereka masih berhubungan? Dan kenapa seenaknya melakukannya di tempat seperti ini padahal ada dia? Daniel jelas tidak peduli apapun, ia terus menghujam Sarah dari belakang hingga menit demi menit berlalu. Hingga kemudian, persetubuhan singkat itu selesai. Usai sam