***
Esok hari.
“Hujan ini benar-benar keajaiban dari langit,” balas Raja, pria itu mengundang Cantaka untuk hadir di istana, merayakan keberhasilan pemuda itu untuk menepati janjinya.
Cantaka merasakan hal yang sama dengan Raja. Ia tidak bisa meluapkan kesenangannya tatkala kemarin melihat buih-buih hujan turun membasahi bumi gersang ini.
“Kamu hebat, Pangeran. Kamu selalu melakukan hal-hal yang tak bisa kita lakukan,” puji Gunawarman, mengangkat cangkirnya dan bersulang untuk Cantaka.
Pangeran muda itu tersenyum lebar dan menyambut cangkir Gunawarman hingga terdengar dentingan kaca yang nyaring.
Malam itu, mereka para lelaki banyak menghabiskan waktu untuk berbincang satu sama lain, mulai dari membahas ekonomi, bisnis, hingga masalah sepele seperti wanita favoritnya di rumah bordil.
Selagi Cantaka sedang menikmati makan malam bersama Raja dan para menterinya, tiba-tiba pintu istana terbuka dan terpampang jelas
*** Suasana Istana Kujang begitu riuh oleh gosip tentang persaingan Jayadharma dengan Cantaka. Keduanya diceritakan saling beradu tegang merebutkan posisi paling presisius di kerajaan. Berita itu mulai tersebar layaknya air yang mengalir, tak kenal henti dan tak kenal tempat. Bahkan pelayan dan pengawal istana sampai tak hentinya berdiskusi, menentukan siapa yang paling pantas menduduki tahta kerajaan yang suci. “Aku pikir Pangeran Jayadharma yang lebih pantas. Kita semua mengerti betul bagaimana prestasinya bagi kerajaan ini,” tegas salah satu anggota pasukan kerajaan. “Tidak. Pangeran Cantaka yang lebih pantas. Ia memiliki pemikiran yang unik dan berbeda, cocok bagi kerajaan kita,” balas rekan anggota pasukan kerajaan tersebut. Begitulah yang terjadi sampai pergantian waktu, mereka terus membahasnya seakan-akan tidak ada titik temu. Para menteri melihat persaingan ini menjadi momen bagi mereka untuk menggalang kekuatan. Kedua kubu be
Dari kejauhan, mereka mulai membawa jasad Ilja dengan menutupnya menggunakan kain berwarna hitam. Saraswati berdiri menemani Cantaka yang masih larut dalam kesedihan selepas ditinggal oleh Ilja.Pembunuhan itu sangat mengejutkan Cantaka, ia tidak pernah menduga kalau mereka juga ikut menargetkan Ilja yang notabene masih berada di bawah umur.Di belakang punggunya, berdiri Ayodya yang masih memandangi kerumunan orang di kediaman Ilja. Ratu Citraloka tengah berbincang dengan kepala pelayan tentang kronologis ditemukannya jasad Ilja.Cantaka terus berpikir, siapa target selanjutnya dari para pembunuh itu. Yang paling ia takutkan adalah kehilangan Saraswati, wanita itu sudah menjadi bagian lain yang tak terpisahkan darinya.“Apa kamu masih memikirkan tentang tulisan di dinding ruang tamu?” tanya Saraswati, pelan.Atensi Cantaka teralihkan. Ia langsung melirik ke arah Saraswati dan mendapati ekspresinya sama dengannya.“Iya, aku
“Hamba sungguh tidak punya saudara kembar dan juga pelaku apa yang Tuan Pangeran maksudkan pada hamba?” tanya pelayan wania tersebut.Wajahnya begitu polos dan lugu, seperti layaknya seorang anak yang baru terlahir ke dunia. Ekspresi tersebut tidak akan mengalihkan perhatian Cantaka untuk terus bertanya terhadapnya.“Pelaku yang berkaitan dengan pembunuhan tabib pemula bernama Ijla,” balas Cantaka, tegas.“Ilja? Hamba bahkan tidak mengenalnya,” ungkap pelayan wanita tersebut.Jayadharma menyela perbincangan keduanya dan meminta waktu kepada Pangeran Cantaka untuk berbicara secara empat mata. Cantaka mengiyakan dan pemuda itu langsung dibawa menjauh dari posisi pelayan tersebut.“Kenapa kamu tiba-tiba bertanya seperti itu kepada wanita tersebut?” tanya Jayadharma, penasaran.Dengan pandangan yang masih memandang pelayan, Cantaka mulai menjelaskan tentang pesan ancaman yang ia dapatkan dari secar
***“Tunggu, Jayagiri membawa kotak khusus dari luar istana?” tanya Jayadharma, kaget.Cantaka mengangguk. Ia menceritakan apa yang ia dengarnya kepada pria di depannya tanpa mengubah isi dari cerita tersebut, biarkan Pangeran Jayadharma yang memeriksa sendiri apakah cerita yang Cantaka katakan sesuai dengan kenyataan.“Aku perlu memeriksa langsung di kamarnya,” ucap Jayadharma.Cantaka menjulurkan tangan dan menghentikan langkah Jayadharma. Itu sesuatu yang terlalu tergesa-gesa.“Jangan. Mereka justru akan mencurigai kita,” ungkap Cantaka.“Kita sendiri belum mengetahui secara pasti siapakah orang-orang yang terlibat dalam rencana jahat ini,” sambung Cantaka.Mereka berjalan berdampingan di malam hari tersebut menuju kediaman Ayodya, tempat Cantaka menyekap pelayan wanita yang ia curigai.“Terkait keterlibatannya juga, aku belum bisa memastikan karena data dari pasuka
Seisi istana benar-benar gempar, pasalnya Ayodya yang terkenal kuat dan lincah takluk oleh para penjahat yang mengancam Cantaka.Desakan dan intimidasi mulai bermunculan. Mereka resah dan khawatir jika target selanjutnya justru diri mereka sendiri.Cantaka belum ada niatan untuk mengundurkan diri dari posisinya sebagai salah satu kandidat Pangeran Mahkota. Ia yakin betul mampu menangkap para penjahat tersebut dan mengadilinya seberat mungkin.Mereka langsung membawa Ayodya pergi untuk dirawat oleh tabib istana. Keadaannya yang sekarat membuat pria itu tak berdaya, Cantaka juga tak bisa mendapatkan informasi penting darinya.Cantaka berada di dalam ruang perawatan istana, terlihat Ayodya sedang diobati oleh beberapa tabib handal. Sesekali Cantaka juga ikut membantu dengan membuat ramuan herbal yang ia ketahui dulu ketika masih menjadi dokter di zamannya.Ketika hendak mengoleskan obat di matanya yang berdarah dan bernanah, tangan Ayodya menyadari ke
***“Apa yang hendak kamu lakukan dengan pakaian besi itu, Pangeran?” tanya Han.Pagi itu, Han datang bersama seorang pelayan hendak memberikan berkas tentang pencariannya di kebun belakang rumah Ayodya. Ia benar-benar terkejut tatkala mendapati Cantaka sudah bersiap dengan zirah besi seakan-akan peperangan akan segera dimulai.“Diam dan berpura-puralah tidak melihatku, Han,” ucap Cantaka, dingin.Tanpa banyak berpikir, Pangeran muda itu segera berjalan menuju halaman belakang kediamannya dan berdiri tepat di depan 20 orang pasukan setia Cantaka.Han semakin terkejut melihat pasukan sebanyak itu, ia melihat wajah mereka tertutup topeng kelana yang berwarna merah pekat dan terlihat menyeramkan. Han baru menyadari kalau apa yang terjadi adalah imbas dari kejadian penculikan Ayodya.Cantaka menarik pedang panjang miliknya dan mengangkatnya tinggi-tinggi, “Tanggalkan semua perasaan, hilangkan rasa empati, hancurkan
Mereka semua pergi meninggalkan kediaman Cantaka tanpa hasil. Saraswati bisa bernapas lega, begitu juga dengan Cantaka. Dengan perginya mereka, maka Cantaka tidak akan dicurigai sebagai dalang dari penculikan Adibaya.Saraswati melepaskan tangannya dari mulut Cantaka. Wanita itu juga ikut membantu Cantaka untuk melepaskan zirah besi yang menempel di tubuhnya.Terkejutnya ia mendapati luka tusukan di punggung sebelah kiri Cantaka. setelah Saraswati membuka zirah tersebut, terlihat ujung anak panah masih tertancap dan berada di dalam tubuh Cantaka.“Siapa yang menembakkan anak panah ini?” tanya Saraswati, kaget.“Argh ... Pangeran Jayadharma.”“Pangeran Jayadharma? Bukankah sudah kukatakan padamu untuk tidak berhadapan secara langsung denngannya?” tanya Saraswati, kesal.Cantaka mengangguk pelan seraya mengangkat tangannya sejajar dengan kepala, meminta maaf karena telah bersikap bodoh dengan mengabaikan nas
***Cantaka mengangkat ember berisi air dingin dan langsung menyiram Adibaya yang terikat di atas kursi. Pria itu seketika bangun seraya tersentak kaget mendapati ia berada di satu rumah yang tak ia kenali.“Tch! Apa untungnya kalian menangkapku? Aku sama sekali tidak akan memberikan kalian informasi apa pun tentang penculikan itu,” timpal Adibaya, menantang.Cantaka melempar ember kosong ke depan wajah Adibaya, pemuda itu langsung menjambak rambut panjang Adibaya dan mengancam pria itu dengan siksaan yang sama seperti yang dialami Ayodya.“Lakukanlah. Aku ingin tahu seberapa gigih kalian mengancamku,” tantang Adibaya.Terpancing emosi, Pangeran muda itu langsung mendaratkan tinju pertamanya di hari itu tepat mengenai pelipis kiri Ayodya. Kekuatan Cantaka yang besar membuat Ayodya terjatuh bersama dengan kursi yang terikat dengannya.“Bawakan besi panas itu padaku,” titah Cantaka kepada anggota pasukannya.