FERDIMita masih secantik dulu. Tubuhnya pun tetap padat berisi, sangat menggoda dan menantang naluri kelelakianku. Air liur ini sempat terbit saat membayangkan kemolekan yang terkurung dalam pakaian tertutupnya.Dia, wanita yang bayangannya pernah memenuhi tiap inchi ruang-ruang di otak ini. Hampir-hampir tak tersisa celah yang kosong dari segala tentangnya. Senyum, tawa, tangis, kedipan dan seluruh gerak tubuhnya membuatku terpasung dalam jeratan asmara. Gilakah aku di kala itu? Tentu saja tak waras sebab hayalanku hanya seputar Mita dan Mita.Tapi, hayalan-hayalan itu pudar kala cakrawala berpikirku melebar. Nyatanya ada yang lebih menyilaukan dibanding wanita, apalagi kalau bukan gemerlapnya harta.Dengan harta berlimpah, aku dapat memiliki banyak wanita, tidak sebaliknya. Seribu Mita dapat kujadikan pelampiasan napsu kala dunia di tangan. Untuk itulah ketika ada Lidia, janda kaya raya, aku mengempaskan Mita. Saat itu aku berpikir mengorbankan satu Mita takkan menjungkirbalikan du
Pantauan terhadap kinerja anak buah harus ketat. Seloyal apapun mereka, tetap saja peluang curang akan terbuka. Aku tak ingin usaha yang telah dibangun belasa tahun hancur begitu saja.Sesuai perintah, anak buah memberi laporan soal Mita esoknya. Dia memang cekatan sebab semua keterangan tentangnya sudah ada..Jadi suaminya hanya karyawan biasa. Paling berapa, sih, gajinya? Mau-maunya wanita secantik itu hidup bersama dengan lelaki miskin. Apalagi Mita pandai cari uang, bisa jadi benalu itu laki-kaki dalam kehidupannya "Mita memiliki ketidakcocokan dengan keluarga suaminya. Menurut sumber informasi terpercaya, mereka kerap berkonflik. Ini informasi tentang saudara suami Mita."Sepertinya mereka bisa digunakan untuk merebut Mita dari suaminya. Biasanya orang yang memusuhi orang baik itu culas atau pendengki.Orang-orang seperti itu mudah dibeli dengan sejumlah uang. Mereka akan menyerahkan loyalitas jika hidupnya bergantung padaku."Atur pertemuanku dengan mereka, hari ini juga!""Oke
DODIKetika hasutan soal rekening rahasia milik Mita dari mulut mas Agus, tak terlalu kupedulikan. Anggap itu hanya angin lalu yang tak penting dibahas apalagi diselidiki. Namun, beda dengan foto yang disodorkan Adi, meski berusaha untuk tidak terlalu menanggapi, otak ini terus saja ingin tahu lebih jauh tentang pertemuan Mita dan mantan tunangannyaApalagi ketika Adi dan istrinya terus mengatakan bahwa Mita dan Ferdi pernah sangat dekat. Katanya Mereka masih saling cinta. Orang tua Ferdilah yang memisahkan keduanya karena lebih setuju dia dengan wanita lain. Pertemuan mereka kali ini bisa saja membangkitkan perasaan lama. Kalau itu berlanjut tentu saja akan membahayakan rumah tangga kami. Aku sadar secara harta sangat jauh berbeda dengan Ferdi. Bisa saja Mita berpaling karena laki-laki itu akan memberikan kehidupan yang lebih baik padanya.Tapi, Mita bukan wanita seperti itu. Dia setia dan tidak menuntut lebih pada pasangannya. Hanya saja, namanya manusia tetap bisa khilaf, apalagi
DODINantilah minta padanya agar punya pegangan untuk berbagai keperluan. Jadi tak harus setiap saat meminta padanya. Dan kalau sedang kepepet begini jadi tak bisa apa-apaAkhirnya aku hanya menunggu di seberang restoran tersebut. Tentu saja tidak di depannya, agak jauhan biar tak ditegur satpamnya. Dari posisi ini, aku tidak bisa secara langsung melihat keadaan di dalam. Akhirnya kuputuskan untuk meminta bantuan Adi. Pinjam uanglah agar bisa masuk ke restoran itu.Untunglah Adi tidak sedang kumat kepelitannya. Bahkan ia bilang tidak usah pinjam, tapi memang mau ngasih. Di akhir telepon, dia bilang makanya jangan diberikan semua pada Mita. Beginilah akibat seluruh uang dipegang istri Kalau ada perlu, malah pinjam orang, memalukan sekali.Aku mengatakan sedang mengintai Mita di sebuah restoran. Itulah mengapa perlu uang dadakan. Mendengar itu Adi bilang akan menuju ke sini untuk membantu melakukan pengintaian. Terserahlah, yang penting ada uang untuk bisa masuk sana.Tapi, tunggu, Haru
"Apa kata, Mba. Mita itu tak sebaik penampakannya. Sikap luar, sih, boleh baik, dalamnya ternyata busuk juga. Makanya kalau saudara ngomong, tuh, didengerin. Jadi laki jangan terlalu bucin!"Aku malas pulang ke rumah. Makanya pulang kerja langsung ke rumah mama. Tak apalah ada mba Winda yang hobi nyerocos. Dengarkan saja pakai kuping kanan, lalu keluarkan dari kuping kiri. Kalau terlalu banyak bicara lebih baik tinggalkan. Di sini aku bisa tiduran tanpa harus melihat wajah Mita. Bisa makan masakan mama semaunya. Aku tak mau lagi mendengar Mita minta penjelasan akan sikap diam ini. Aku mendiamkannya berhari-hari sebab tak bisa menahan kekesalan. Meski tak marah-marah, sikap itu pasti membuatnya sakit hati.Pertanyaannya tentang perubahan sikap ini tak kugubris. Meski Mita mendesak terus, aku tetap bungkam.Yang kuperlukan saat ini uang. Maka dari itu tadi pagi minta dia mentransfer tiga juta agar ada pegangan. Ada ini uangku hasil usaha di rekening Mita. Jadi hanya ambil hak saja. Bu
MITAAku hanya bisa menjerit ketika mas Dodi menghajar Ferdi. Karena tubuh Ferdi terdorong akibat pukulan, tubuhku ikut terdorong. Posisi kami berhadapan otomatis kena imbasnya.Seperti orang kesetanan, mas Dodi kembali menghajar Ferdi. Ia kalap hingga tak memberi kesempatan mantan tunanganku untuk melawan. Hingga Ferdi terjatuh ke lantai, mas Dodi tak kunjung berhenti mengamuk.Yang dapat kulakukan untuk menghentikan aksi mengerikan ini hanya menjerit. Aku memohon pada mas Dodi berhenti memukul. Bukan karena kasihan pada Ferdi, tapi takut terjadi apa-apa. Nanti yang kena hal buruknya dia.Mas Dodi baru berhenti ketika Adi datang. Adik iparku itulah yang memaksanya berhenti. Ia menahan dengan mengunci tubuh kakaknya yang masih berontak."Lepas, aku akan bunuh bajingan itu!""Pergi cepat, pergi!" teriak Adi pada Ferdi. Laki-laki jahat yang tadi memftnahku pun cepat-cepat bangun, lari dan masuk mobilnya.Setelah mobil Ferdi menghilang, Adi menarik kakaknya, lalu mengempaskan tubuh itu d
MITA"Apapun yang aku katakan, Mas Dodi takkan percaya karena tak punya bukti untuk beladiri. Tapi, aku akan mencari bukti guna membersihkan nama. Sekarang terserah Mas, mau bagaimana bersikap, aku pasrah. Biar Allah yang terang benderangkan kenyataan sesungguhnya."Lepas berkata begitu, kami diam-diaman lagi. Memang tak ada lagi yang bisa aku katakan selain itu. Sekarang, aku lebih baik berpikir mencari cara membersihkan diri. Mau membela diri lebih banyak pun percuma. Tak ada bukti kuat. Lain waktu tak boleh ceroboh membuka pintu masuk. Harus lihat dulu siapa yang datang. Kalau Ferdi langsung usir, atau minta bantuan untuk mengusirnya. Jika orang tak dikenal, bicara dari balik pintu saja.Selama mas Dodi tak mengusir dari rumah, aku tak bisa pergi. Kalau pergi, dosa yang ada. Jadi, selama masih dibiarkan, tinggal saja di sini.lSepertinya selain cari cara membersihkan nama, aku harus bersiap dengan resiko paling buruk. Apalagi kalau bukan perceraian. Aku yakin Ferdi takkan menyerah
"Masya Allah, yang sabar, ya, Mba! Insya Allah akan ada jalan keluar."Meta memeluk kakaknya yang tengah menangis sehabis bercerita. Sementara Boni memukul lantai tempat kami duduk. Laki-laki itu pastilah sangat marah kakaknya diperlakukan buruk."Mba cerita karena takut Ferdi melakukan hal lebih buruk.. Mba bingung harus ke siapa minta bantuan. Mas Dodi sudah gelap mata karena kena makar Ferdi. Tapi ingat jangan beritahukan ini sama mama papa, ya. Kasihan mereka kalau dengar anaknya menderita.""Aku akan selidiki Ferdi, Mba. Aku yakin dia gak kerja sendiri. Tiap pulang kerja aku beraksi.""Makasih, ya, Bon. Mba berharap sekali pada kalian. Tapi kamu harus hati-hati sebab dia punya kekuatan besar.""Mas Fahri bisa bantu juga, Mba. Nanti aku ceritakan sama beliau. Insya Allah mas Fahri bisa jaga rahasia.""Alhamdulilah kalau Fahri mau bantu. Kalau dia repot tak usah, Ta.""Enggak, kok, Mba. Walaupun gak bisa tiap hari, tetap bisa bantu. Minimal kasih ide. Kadang ide maa Fahri unik."Al