Eleena melihat Rizki yang pergi menjauh dari rumahnya, keningnya berkerut dan alisnya menyatu karena merasa ada yang aneh. Eleena melihat ada seseorang yang duduk di bangku penumpang bagian belakang mobil Rizki, Rizki yang seharusnya sendiri kini terlihat berdua dengan seseorang yang Eleena sendiri tidak tau siapa.
"Gue salah liat apa gimana ya?" gumam Eleena bertanya pada dirinya sendiri, dilihatnya sekali lagi, mobil Rizki sudah tak begitu terlihat lagi dari pandangan matanya.
"Gue kecapean atau gimana sih? Gak mungkin 'kan Rizki tiba-tiba bawa penumpang, jelas-jelas tadi cuma berdua sama gue." Eleena lagi-lagi bergumam lalu segera masuk ke rumahnya tanpa ada pikiran buruk di otaknya.
***
Rizki sangat bingung dengan apa yang harus dia lakukan untuk menghadapi sosok yang ia lihat di bangku penumpang bagian belakang mobilnya. Rizki meremas setir mobilnya merasa sangat gugup dan takut. Tanpa pikir panjang, Rizki kembali mengencangkan volu
Seorang gadis baru saja keluar dari sebuah ruang kelas, kelasnya sudah berakhir kira-kira sepuluh menit yang lalu. Rasa lapar di perutnya begitu terasa sehingga ia memutuskan untuk pergi ke kantin gedung B karena lebih dekat dengan kelasnya saat itu, ia berniat mengisi perutnya yang kosong sebelum kelas selanjutnya dimulai.Terasa berat hari ini untuk Eleena karena sahabatnya Rafa sakit setelah kejadian kemarin dan tidak bisa menemaninya. Rasen? Entahlah, Rasen masih berbeda dan semakin berbeda membuat Eleena pasrah walaupun rasa sedihnya tentu saja tidak bisa ia sembunyikan.Sesampainya di kantin, ia memutuskan untuk membeli satu cup mie instan dengan es jeruk. Sambil memegang makanan dan minumannya, Eleena melihat ke arah sekitarnya untuk mencari bangku yang kosong. Eleena melihat dua bangku kosong, satunya ada di pojok kanan dan satunya ada di depan dekat pintu.Eleena rasa ia akan lebih nyaman bila duduk di pojokan, tapi ia harus melewati kumpulan kaka
Ayu menatap Eleena dengan iba, ia tidak bisa menolong Eleena sama sekali. Baju yang Eleena kenakan sudah sangat kotor oleh tumpahan beberapa macam makanan dan minuman. Perbuatan kakak tingkatnya itu baru berhenti saat tidak sengaja ada seorang dosen yang melihat kejadian itu.Arra yang hanya menonton pun segera memberi alasan kalau Eleena dikerjai karena sedang berulang tahun, dosen itu pun hanya menggelengkan kepalanya karena tidak habis pikir bisa-bisanya seseorang dikerjai separah itu, tapi dosen itu hanya menegur untuk segera membereskan semua itu setelah selesai. Arra segera menganggukkan kepalanya menandakan mengerti lalu dosen itu pun mengurungkan niatnya untuk makan di kantin itu dan segera pergi.Arra berteriak, "Udah, guys. Cukup buat hari ini, sampahnya tolong beresin ya. Jangan sampai ada dosen atau rektor liat kantin kacau begini." Perkataan Arra seketika membuat teman-temannya berhenti. Arra memberi kode pada kelompoknya untuk segera pergi dari sana. "Lo
Setelah kejadian perundungan kemarin, Eleena benar-benar merasa trauma dan tidak mau pergi ke kampus untuk beberapa hari ke depan. Sangat tidak masuk akal bukan seseorang menjadi korban perundungan hanya karena rumor yang belum tentu kebenarannya?Mental dan fisik Eleena benar-benar diguncang hanya karena sebuah rumor yang kebenarannya pun masih harus dipertanyakan seharusnya. Ditambah laki-laki yang menurutnya sangat spesial tiba-tiba berubah sedikit demi sedikit yang Eleena sendiri tidak tau apa penyebabnya.Eleena berbaring di kasurnya sambil menatap sebuah foto yang ada di genggamannya. Air mata sudah mengalir di pipinya sedari tadi. "Apa gue nyusul lo aja ya, Cha?" gumam Eleena sangat pelan.Sebuah pergerakan terasa di kasurnya membuat Eleena melihat ke arah pergerakan tersebut. Kucingnya yang gendut, si Gembul, naik ke kasurnya lalu bersiap untuk tidur di sebelah kaki Eleena. Tidak mau mengganggu kucingnya itu, Eleena hanya menatapnya sambil te
Eleena mencoba memanggil gadis yang membelakanginya. Namun gadis itu tidak mau menoleh sama sekali. Eleena melihat pakaian gadis itu, terasa sangat familiar. Eleena mendengar gadis itu berkata, "Foto di dalam buku." Dahi Eleena mengkerut, ia bingung dengan maksud gadis itu. "Maksudnya?" tanya Eleena, gadis itu berbalik membuat mata Eleena melotot tidak percaya. "Cha ...," gumam Eleena bergetar saat melihat sahabatnya itu tersenyum lembut ke arahnya. "Foto seseorang di dalam buku tebal," ujar sahabatnya itu pelan. "Kenapa? Siapa? Maksudnya?" tanya Eleena tidak mengerti maksud dari perkataan sahabatnya itu. Cha sahabatnya itu tersenyum sangat manis, "Cari tau, nanti kamu bisa temuin jawabannya." Eleena yang ingin menghampiri sahabatnya itu pun terasa di tahan oleh sesuatu, sebuah tangan penuh luka sayat terlihat memeluk Eleena dari belakang. Langit yang tadinya terang dan cerah, kini berubah menjadi langit yang merah dan gelap. Eleena berusaha meminta tolong pada sahabatnya, namun
Rasen selalu bermimpi buruk. Tidurnya selalu terasa tidak tenang. Entah apa yang salah, pikirnya. Jam dinding di kamarnya terdengar berdenting dengan jelas. Sepi rumahnya membuat jam itu terdengar. Wajar saja, kini sudah tengah malam. Hanya kesadaran Rasen saja yang masih terjaga malam itu.Rasen berbaring menatap langit-langit kamarnya. Beberapa hal terputar-putar dalam pikirannya. Beberapa mimpi yang ia alami selalu membuat Rasen merasa bersalah. Entah dalam hal apa, Rasen masih belum paham dan mengerti.Di balik itu, ada rasa rindu pada Eleena, gadis yang ia hindari tanpa alasan selama ini. Rasanya ia ingin bertemu dan menjalani hari-hari seperti dulu bersamanya. Namun, sosok yang katanya sahabatnya itu selalu berhasil menghasut Rasen. Rasen sendiri belum tau kebenarannya. Tapi sayangnya ia melangkah terlalu jauh untuk menghindari Eleena. Ia mulai berpikir apa mungkin ia salah. Seharusnya Rasen bisa berpikir jernih dan mencari tau dulu kebenarannya, entah kebenaran sosok hantu pe
Malam ini Eleena sedang asyik menonton televisi di hadapannya. Menonton acara sinetron dengan serius yang Eleena rasa kurang bermutu tapi tetap saja ia menontonnya. Eleena hanya sendirian malam ini, mamanya pergi berlibur bersama ibu-ibu kompleknya dan diperkirakan pulang besok siang.Sebuah nada dering terdengar nyaring di telinganya. Eleena segera melihat layar ponselnya, sebuah nomor yang tidak ia kenal terpampang jelas. Dahi Eleena mengkerut heran, siapa? Pikirnya. Eleena segera mengangkat panggilan tersebut karena penasaran.Sebuah suara seseorang terdengar di sebrang sambungan itu. Eleena segera beranjak melihat ke arah luar lewat jendela. Seseorang dengan celana dan jaket bertudung hitam berdiri di depan pagar rumahnya. Eleena segera mematikan sambungan telepon tersebut dan beranjak mengambil jaketnya lalu segera keluar rumahnya untuk menghampiri orang tersebut."Kak Hardi?" sapa Eleena setelah ia sampai di hadapannya. Orang itu berbalik dan tersenyum ke arahnya, "Hai, Len." Be
Eleena berjalan santai di dalam perpustakaan kampusnya. Ada banyak buku yang harus ia cari untuk bahan tugasnya hari ini. Rafa belum terlihat, sepertinya ia belum datang.Eleena menghentikan langkahnya ketika ada seseorang di hadapannya. Tatapan mereka saling beradu. Tapi Eleena memutuskan kontak mata mereka karena merasa tidak enak.Terasa canggung dan membingungkan. Bagaimana Eleena bisa keluar dari situasi itu? Pikirnya. Rasen melangkah sedikit lebih dekat lalu berkata, "Hati-hati, jangan sendirian."Setelah mengatakan hal itu, Rasen segera pergi. Eleena diam mematung, dadanya terasa sesak. Suara Rasen yang sangat Eleena rindukan kini terdengar lagi berbicara padanya walaupun hanya beberapa kata.Tapi apa maksudnya? Pikir Eleena. Eleena segera mengambil ponselnya untuk menghubungi Rafa. Tapi ia seketika teringat, ponselnya mati, tidak bisa menyala sejak kemarin malam. Eleena juga lupa untuk pergi memperbaikinya tadi sebelum datang ke kampus
Kesurupan. Lisa kesurupan, ia berteriak histeris. Matanya terbelalak melotot, tangannya mengarah ke depan ke arah Arra. Seperti ingin mencekik, kedua tangannya masih terus mengarah pada Arra.Arra panik hanya bisa mengumpat pada Lisa untuk berhenti menakut-nakutinya. "Anjing lo, Sa! Jangan banyak tingkah!" Entah Arra tidak tau situasinya atau ia benar-benar sudah ketakutan hingga berani mengumpat pada Lisa yang masih berteriak sambil mendekat pada Arra.Arra hanya bisa terus mundur menghindar, teman-temannya yang lain pun tidak berani mendekat pada Lisa. Mereka sadar itu bukan Lisa, melainkan sesosok hantu yang memasuki Lisa."Pergi! Jangan ganggu!" teriak Lisa saat ia sudah berada tepat di depan Arra. "Lisa! Sadar! Lo yang ganggu, Anjing!" seru Arra kesal sambil menggoyang-goyangkan pundak Lisa berharap kesadarannya kembali.Lisa menatapnya tajam, bahunya mengeras menjadi bertenaga sehingga membuat Arra berhenti, lebih tepatnya tidak kuat men