"Raina! Kamu ke mana aja? Jam segini baru pulang. Kamu bikin Papa sama Mama khawatir," omel Dian.
"Maaf Pa, Ma. Aku tadi masih ke rumah Rian. Bantuin dia kerjain tugas," ucap Raina sembari menundukkan kepalanya. Ia sangat takut jika kedua orang tuanya marah padanya.
"Jadi kamu bantuin Rian kerja tugas? Mama kira kamu keluyuran ke mana."
Raina segera mengangkat kepalanya. Cukup bingung dengan perubahan sikap mamanya yang tiba-tiba berubah.
"Mama udah gak marah sama aku?" tanya Raina.
"Kalau kamu bantuin Rian kerja tugas buat apa Mama marah? Niat kamu kan baik mau bantuin Rian. Tapi lain kali kalau kamu pergi bilang-bilang biar Papa sama Mama gak khawatir."
"Iya Raina. Papa sama Mama gak bakal marah kalau kamu itu pergi buat belajar, tapi kamu harus kabarin Papa sama Mama. Biar gak bikin khawatir," sahut Seno.
"Iya Pa, Ma. Maaf usah buat khawatir. Aku janji lain kali gak bakal bikin Papa sama Mama khawatir lagi."
"Ya udah kamu ke
"Pagi Rain," sapa Risa sembari tersenyum hangat."Pagi Ris," balas Raina yang terlihat pucat."Luna belum datang, ya?" tanya Risa.Raina menggeleng. "Belum," jawab Raina dengan suara lemas. Merasa ada yang aneh dengan Raina, Risa pun menatap Raina."Lo kenapa, Rain? Lo sakit?""Enggak. Cuma kecapekan doang.""Kecapekan? Emang lo ngapain?"Belum sempat Raina menjawab, Risa sudah kembali berbicara."Tunggu. Jangan bilang lo disuruh kerja di rumahnya Rian?"Raina tidak menjawab. Ia memilih diam membuat Risa semakin yakin kalau dugaannya benar."Jadi benar, kan? Gila tuh orang. Bisa-bisanya dia perlakuin lo kayak gini."Dengan kesal, Risa bangkit berdiri."Lo mau ke mana, Ris?" tanya Raina."Mau beli pulpen.""Lo gak bakal samperin Rian ke kel
Rian menatap sinis Arka yang berada di depan kelas Raina.Rian memang saat ini sedang berada di depan kelas Raina. Ia berniat ingin pulang bersama Raina. Namun melihat Arka yang juga berada di sana, membuat suasana hatinya menjadi buruk."Ngapain lo di depan kelas Raina?" tanya Rian dengan nada tidak suka."Mau pulang bareng Raina.""Raina pulang sama gue."Arka tersenyum remeh. "Emangnya Raina mau pulang sama lo?""Raina cewek gue," ucap Rian dingin."Cewek doang bangga. Palingan bentar lagi juga putus."Mendengar ucapan Arka membuat amarah Rian membuncah. Saat ia sudah bersiap ingin memukul Arka, Raina pun keluar dari kelas."Ngapain di sini?" tanya Raina membuat Rian segera mendekati Raina."Nungguin lo.""Nungguin gue? Ngapain?""Pulang bareng gue.""Rain, pulang sama gue aja," sahut Arka.Rian tak segan memberikan tatapan tajamnya pada Arka. Namun cowok itu hanya tersenyu
Pagi ini Raina merasa kondisi tubuhnya sudah lebih baik dari kemarin. Ia bersyukur untuk itu. Raina tidak suka sakit. Karena sakit membuatnya tidak bisa melakukan banyak hal.Raina pun turun ke lantai bawah. Ia menghampiri kedua orangtuanya yang sudah berada di meja makan hendak sarapan."Pagi Pa, Ma.""Pagi Sayang. Gimana? Udah gak demam lagi, kan?""Udah enggak, Ma.""Syukurlah kalau udah sembuh. Nih, sarapan buat kamu." Dian memberikan bubur ayam pada Raina membuatnya mengerutkan kening."Bubur ayam? Mama masakin bubur ayam buat aku?" tanya Raina."Enggak. Ini dikasih sama Rian.""Rian? Dia ke sini?" tanya Raina lagi."Enggak. Dia antarin lewat ojek online.""Rian itu anak yang baik, ya. Perhatian sama kamu," ucap Seno.Raina hanya tersenyum. "Iya dia baik. Baik banget malah."Raina yakin Rian sengaja bersikap baik padanya agar kedua orangtuanya menganggap kalau Rian benar-benar cowok yang baik.
"Door!" Raina terkejut karena Luna yang tiba-tiba mengejutkannya."Mau bikin gue serangan jantung, ya?"Luna terkekeh. "Ya abis pagi-pagi udah ngelamun. Ada masalah apa lagi lo?""Enggak. Gue gak ada masalah apa-apa. Cuma lagi mikirin Rian aja.""Rian? Kenapa dia? Jangan bilang lo udah mulai suka sama dia, ya?""Ya enggaklah. Gak mungkin gue suka sama dia.""Terus kenapa lo mikirin dia?" tanya Luna."Gue kagum aja sama dia. Walaupun dia keliatan cowok nakal, tapi dia baik sama anak jalanan. Kemarin dia ngajak gue pergi bagi-bagi makanan buat anak jalanan," cerita Raina."Bisa aja dia sengaja ngelakuin itu biar lo mikirnya dia itu baik," sahut Risa.Raina menggeleng. "Enggak. Itu gak mungkin. Mereka aja keliatannya dekat banget sama Rian. Gak mungkin Rian cuma sengaja baik sama mereka karena ada gue.""Ya gue cuma mau bilang aja jangan gampang percaya sama cowok kayak dia. Apalagi sampai jatuh cinta sama dia."
"Makasih udah antarin gue pulang." Raina mengembalikan helm yang sempat dipakainya pada Rian.Setelah itu, ia pun masuk ke dalam. Namun, ia merasa ada yang berjalan di belakangnya. Raina menghentikan langkahnya kemudian menoleh ke belakang."Loh, kok lo gak pulang? Kenapa malah ikut gue masuk ke dalam?" tanya Raina heran."Sama calon mertua di suruh masuk." Rian menatap Dian yang sedang berada di teras rumah sembari tersenyum padanya."Siang Tante." Rian mencium tangan Dian."Siang Rian. Ayo masuk dulu. Kebetulan Tante udah siapin makan siang."Raina yang hendak mencium tangan Dian hanya bisa melongo ketika mamanya itu langsung masuk ke dalam rumah bersama Rian."Sabar Raina."*****Setelah mengganti pakaian seragamnya, Raina ikut bergabung dengan Dian dan Rian yang sudah berada di me
"Wih! Ada coklat, nih. Bagi ya, Na?" pinta Luna ketika melihat sebatang coklat di meja Raina."Makan aja," ucap Raina yang sedang menelungkupkan wajahnya di lipatan tangannya."Beneran?" tanya Luna yang sudah tersenyum.Raina hanya mengangguk."Makasih ya, Rain. Emang lo paling terbaik.""Kenapa lo? Begadang nonton drakor lagi?" tanya Risa."Ya elah, Rain, gue kan udah bilang begadang itu cukup weekend aja. Jangan hari-hari sekolah juga lo begadang," sahut Luna.Raina mengangkat kepalanya. Sepertinya ia tidak akan bisa tidur walaupun sebentar. Karena kedua sahabatnya ini selalu saja mengajaknya mengobrol dan itu tidak bisa membuatnya untuk tidak menanggapi mereka."Gue begadang bukan nonton drakor, tapi karena ngerjain tugasnya Rian. Udah deh lo berdua jangan ngajak gue ngomong. Gue ngantuk.""Emang benar-benar si Rian. Bisa-bisanya dia jadiin teman gue babu. Lo tenang aja nanti gue marahin dia," ucap Luna.
"Ngapain lo?" tanya Rian melihat Andi yang sedang sibuk menulis.Andi menoleh sejenak pada Rian."Salin PR Matematika.""Oh.""Oh? Kok lo keliatan santai? Emang lo udah kerjain PR?" tanya Andi."Paling juga udah dikerjain sama Raina. Iya kan, Yan?" sahut Liam.Rian menggeleng. "Gue kerjain sendiri."Keduanya menatap Rian sedikit terkejut. Apa mereka tidak salah dengar? Rian mengerjakan PR sendiri? Biasanya kalau Rian tidak menyuruh Raina mengerjakan PR, maka cowok itu pasti tidak akan mengerjakannya. Namun kali ini Rian mengerjakan PR-nya sendiri. Hampir tidak bisa dipercaya."Serius lo?" tanya Andi.Rian mengangguk."Kok gue kurang yakin, ya?" gumam Andi pelan, namun masih bisa didengar oleh Rian."Terserah kalau lo gak mau percaya sama gue.""Eh, enggak. Gue percaya kok sama lo.""Liam."Liam menoleh pada Andi."Kok gue ngerasa ada yang aneh sama Rian, ya?""Aneh k
"Kenapa gak dimakan martabaknya?" tanya Rian.Rian kini sedang berada di rumah Raina. Cowok itu sengaja datang ke sana untuk meminta Raina membantunya mengerjakan PR.Rian semakin bingung dengan Raina karena cewek itu tidak menjawab pertanyaannya, melainkan malah memberikan tatapan sinis."Lo kenapa?" tanya Rian."Kenapa tadi lo pulang bareng Wanda? Bukannya lo gak pernah mau pulang sama dia?" Pertanyaan yang sedari tadi ingin Raina tanyakan akhirnya ditanyakan juga.Rian mendadak tersenyum. "Oh, Wanda. Jadi lo cemburu sama dia?""Jawab gue.""Kebetulan gue gak sama siapa-siapa. Lo juga gak mau pulang sama gue, jadi gue sama Wanda aja."Sebelumnya, Rian sempat ke kelas Raina untuk pulang bersama cewek itu, namun Raina menolak. Dan kebetulan ketika Wanda meminta untuk pulang bersamanya, ia melihat Raina. Rian langsung mengiyakan permintaan Wanda. Ia sengaja melakukannya karena ingin tahu bagaimana reaksi dari Raina.