"Saya lupa memberitahunya untuk mematikan ponselnya," gumam Henry sambil meletakkan benda datar itu di atas meja.Henry merasa sendirian ketika William sulit dihubungi. Sementara itu, asistennya begitu bahagia merasakan kehangatan ditemani mantan istrinya.Amanda dan kedua anaknya menghampiri William sambil membawa koper-koper mereka."Ada apa? Apa kamu harus pergi ke kantor?" Amanda bertanya.William menggelengkan kepalanya. "Bos menyuruh saya mengambil cuti, mulai sekarang hingga tujuh hari ke depan," jawab William, lalu menatap kedua anak kecil itu, "jadi, Paman bisa ikut berlibur bersama kalian."Alan dan Alana bersorak-sorai saat mereka pergi berlibur bersama orang-orang yang mereka cintai."Bos Paman sangat baik," kata Alana, "Saya ingin bertemu dengannya. Aku ingin berterima kasih kepadanya karena telah bersikap baik padaku dan juga karena telah memberiku boneka besar."Ya, Alana selalu ingin bertemu dengan Henry, meskipun ia tahu bahwa Henry adalah orang yang telah memukulnya,
Saat mereka mencoba menenangkan satu sama lain, tiba-tiba ponsel Sonya berdering. Secara refleks, Sonya segera melepaskan pelukannya dan melihat nama panggilan di layar ponselnya."Tante, saya angkat dulu ya." Sonya penasaran dengan apa yang akan dikatakan oleh pengirim pesan."Iya, sayang," jawab Vena sambil tersenyum.Sonya beranjak dari hadapan Vena untuk menerima telepon. Ia terlihat berbicara serius selama beberapa saat sebelum akhirnya mematikan telepon dan kembali mendekat ke calon mertuanya."Maaf, Tante, sepertinya saya harus pergi. Ada keperluan mendadak," kata Sonya sambil tersenyum bersalah.Wanita licik itu memeluk calon ibu mertuanya. "Masih banyak yang ingin saya ceritakan, tapi saya harus pergi."Sonya berpura-pura sedih saat hendak mengucapkan selamat tinggal kepada ibu dari tunangannya untuk menarik simpati calon ibu mertuanya yang mudah terpengaruh."Tidak apa-apa, sayang. Lain kali kalau ada waktu luang, silakan datang lagi," kata Vena penuh pengertian, "tapi harus
Kata-kata sang ibu membuat Henry tersedak minumannya. Pria itu terbatuk-batuk hingga wajahnya memerah. Setelah reda, dia menanggapi kata-kata ibunya."Apa aku tidak salah dengar, Bu?" Henry bertanya, memastikan ucapan ibunya.Vena mengangguk mengiyakan. "Telingamu masih baik-baik saja, Henry. Ibu ingin kamu segera menikah dengan Sonya. Sudah lama sekali kamu bertunangan, dan aku juga ingin segera punya cucu."Bukan tanpa alasan Vena berusaha mendesak Henry untuk segera menikah. Mendengar perkataan Sonya tadi membuat Vena berpikiran buruk dan takut Henry akan kembali mendekati mantan menantunya yang malang itu.Vena tidak ingin Henry kembali kepada Amanda. "Saya berusaha keras untuk memisahkan Henry dari istrinya yang miskin dan hanya mengincar harta saya. Saya tidak ingin mereka bersatu kembali,' gumamnya dalam hati."Ibu!" Henry meninggikan suaranya. Wajahnya terlihat merah padam karena marah karena ibunya telah melanggar perjanjian.Ia telah berjanji untuk tidak memaksanya menikahi S
Ini pertama kalinya Pandu membentak dan menantang sang ibu, karena sudah mulai lelah hidup diatur seperti boneka. Wanita yang selalu tampil cantik dan glamor itu membanting pintu ruang kerja anaknya dengan sangat keras sampai Pandu terkejut karena suaranya. Lelaki itu beranjak dari tempat duduk, berjalan ke arah jendela kaca di dalam ruangannya. Selama ini Pandu selalu mengiyakan perintah ibunya, apa pun, kapan pun, ia tidak bisa membantahnya. Namun kali ini tidak lagi, Pandu sadar, sudah saatnya memilih jalan hidupnya sendiri. “Maafkan aku, Bu, ketika bertemu Amanda setelah berpisah hampir enam tahun lamanya, ternyata cintaku tidak berubah padanya. Hanya dia wanita yang aku cintai,” gumam Pandu, lalu mengembuskan napasnya dengan kasar.Mengenai Sonya, Pandu sama sekali tidak tertarik pada wanita itu, apalagi kalau harus berkomitmen dengan sebuah pernikahan. Setelah pernikahannya bersama Amanda kandas, Pandu membutuhkan waktu untuk mengobati lukanya. Dan kehadiran Sonya, sama seka
“Aku?" Sonya menunjuk dirinya sendiri. "Tadinya aku akan pergi mengunjungi kantormu. Tapi aku melihat mobil kamu keluar. Jadi, aku ikuti saja." Tentu saja Sonya hanya beralasan, padahal sejak tadi ia memang membuntuti Pandu dengan sengaja.“Sedikitpun kamu tidak pernah menghormatiku, bagaimana mungkin aku bisa jatuh cinta pada wanita seperti itu,” gumam Pandu dengan sangat pelan. Ia tidak akan pernah percaya dengan ucapan wanita itu.“Tapi aku sangat mencintaimu, Pandu.” Sonya mengucapkannya dengan suara yang keras, hingga orang-orang yang hendak menjemput anak mereka, menoleh padanya.Pandu menghela napas panjang sambil menatap Sonya. Wanita itu benar-benar tidak waras! Di mana ibunya menemukan wanita gila seperti Sonya? Pandu menyesal menuruti permintaan ibunya untuk bertunangan dengan wanita itu. Jalanan di dekat sekolahan Alana memang tidak cukup ramai. Namun masih ada beberapa orang yang lalu-lalang di sana. Kebanyakan dari mereka adalah ibu-ibu yang akan menjemput anaknya.Par
Sonya menelpon orang suruhannya yang disuruh untuk mengintai rumah Amanda.“Bagaimana? Apa mereka sudah kembali?” Tanpa basa-basi, Sonya langsung bertanya pada pokok permasalahannya.“Belum, Nona,” jawab lelaki itu, “saya juga sudah bertanya kepada tetangganya ke mana perginya mereka, tapi tidak ada yang memberi tahu, malah saya yang diusir dari sana.”“Kamu memang bodoh!” bentak Sonya, “jelas saja mereka mengusir kamu kalau kamu mengajukan banyak pertanyaan sekaligus.”Sonya menutup panggilan teleponnya dan melempar ponselnya ke kursi di samping kemudi tanpa mendengar penjelasan dari orang suruhannya itu. “Dia sangat bodoh!” umpatnya.Wanita itu segera melajukan mobilnya menuju kantor tunangannya. Ia ingin bertanya langsung kepada Pandu, ke mana perginya sang asisten.Sonya masuk ke dalam ruangan Pandu tanpa mengetuk pintu terlebih dulu. Ia berjalan melenggok, lalu duduk di sofa yang ada di ruangan itu.Pandu mengalihkan pandangannya dari berkas yang sedang ditandatangani untuk meliha
“Aku tidak mau, Mas,” jawab Amanda, “aku tidak mau kehilangan Alan dan Alana.”Amanda takut kalau Pandu akan mengambil Alan dan Alana jika mantan suaminya tahu kalau mereka itu adalah anak kandung sang mantan suami.“Maka dari itu jangan pernah merasa merepotkan lagi. Saya sama sekali tidak merasa direpotkan. Kamu sudah saya anggap adik sendiri. Jadi, jangan pernah menolak bantuan dari saya.”Sebenarnya Tama juga tidak ada rencana untuk memberi tahu kepada bosnya tentang si kembar Alan dan Alana. Apalagi saat ini Sonya sudah tahu kalau Amanda mempunyai anak. Ia tidak mau mengambil resiko dengan membongkar rahasia Amanda yang akan mempersulit adik dan keponakannya itu.Amanda menoleh pada Tama, lalu tersenyum. “Apa aku boleh memelukmu, Mas.” Amanda menatap Tama sambil menitikkan air mata. “Aku ingin memeluk kakakku.”Tama tersenyum, lalu merentangkan tangannya. Kemudian, memeluk Amanda. “Jangan menangis. Kamu harus kuat demi anak-anakmu,” ucapnya sambil mengusap-usap punggung Amanda.S
“Kita sudah sampai,” ucap Tama saat memasuki gerbang rumah peninggalan orang tua angkatnya yang dikelilingi pohon bunga yang indah.Tama tahu kalau Amanda tidak mau tinggal di rumah yang mewah, apalagi bukan rumahnya sendiri. Bisa saja ia memberikan rumah mewah untuk Amanda dan anak-anaknya, tapi ia tahu bagaimana watak adik angkatnya itu.“Bagaimana? Apa kalian suka dengan rumah ini?” tanya Tama setelah mereka keluar dari mobil sambil menatap rumah bercat putih itu.Tama berjalan mendekati dua anak kembar yang sedang berdiri di depan mobil sambil memandang dengan takjub rumah itu. Lalu, ia berjongkok untuk menyetarakan tingginya dengan Alan dan Alana.“Aku suka, Paman.” Alana menoleh pada Tama. “Ini jauh lebih bagus dari rumah yang kemarin.”Gadis kecil itu memeluk Tama dan mencium pipi laki-laki yang disebut Paman baik itu. Kemudian ia berlari ke taman kecil yang terdapat beberapa macam bunga berwarna-warni. “Paman, aku senang tinggal di sini.” Alana berteriak sambil berlari-lari