Ruangan berwarna cokelat dengan kombinasi warna hitam itu sangat mencekam bagi para penghuninya. Ada yang sedang memainkan mouse dan komputer, ada yang menghadap layar besar berisi seluruh rekaman CCTV di daerah itu.
Jane berdiri di belakang orang yang mengoperasikan komputer yang khusus menangani CCTV. Tangannya mengepal erat terlebih lagi setelah ia mendapat kabar dari Gala bahwa Anya sudah tidak ada di New York, kalau anaknya bisa lolos, berarti memang penjagaan yang dia siapkan sudah tidak bekerja dengan baik.“Tuan, ponsel Nona Crystal bisa dilacak untuk terakhir kalinya. Tapi sekarang sudah tidak bisa lagi, Tuan.” Anak buah Jane datang memberi laporan, Jane menoleh semangat.“Tapi sudah tidak bisa dilacak lagi?” tanya Jane tidak jadi bersemangat, Anton mengangguk pelan. “Kenapa tidak bisa?”“Mungkin ponsel kehabisan daya, Tuan.”“Baiklah, di mana lokasi terakhir ponsel itu?”“New York, Tuan.”Mendengar jawaban Anton, tanpa Jane kontrol,Anya berpamitan pada ibunya, dia benar-benar pulang ke mansion Harshad hanya untuk berenang. Sekarang, berenang di malam hari sudah bukan hal yang asing bagi mereka berdua. Harshad mengemudikan sendiri mobil sport hitam kesayangannya. Ada banyak hal yang harus dia selesaikan setelah ini. “Shad?” panggil Anya. “Hmmm.”“Kamu nggak pengen ngajak aku belanja, gitu?” tanya Anya tanpa mengalihkan perhatiannya dari jalanan di depannya. “Belanja?” tanya Harshad tak percaya. “He'eh. Kapan-kapan belanja ya, Shad?” ujar Anya melingkarkan tangannya ke lengan Harshad. “Enak kali dikau,” balas Harshad sambil tertawa. “Iya, kasihani aku lah, Shad. Kalo nggak minta ke kamu, aku minta ke siapa, dong? Masa ibu? So impossible, kan?”Bibir Harshad manyun menahan tawa sambil kepalanya masih mengangguk-angguk mendengar ocehan Anya. “Atau gini aja wes, kalau kamu nggak mau nanggung kepengenan aku, kasih aku kerjaan, gimana?” tanya Anya. Harshad lan
“Ya sudah, Ayo!” Harshad mengiyakan ajakan ibunya berbelanja. Anya dan Harshad saling diam di meja makan. Fokus menghabiskan makanan mereka masing-masing. Bi Isah melirik Anya berkali-kali, pastinya Bi Isah berpikir apa Anya berhasil membujuk Harshad untuk bertemu dengan Nyonya Arose. Menyadari apa yang dilakukan oleh Bi Isah, Anya menunjukkan tangannya pada Bi Isah sebagai tanda Oke. Senyum Bi Isah segera lahir. “Ajak ibu, kamu?” tanya Harshad. “Hah? Apa?” dia terkejut, Anya sedang melihat Bi Isah. “Kamu pengen ibumu diajak apa tidak?” tanya Harshad memperjelas pertanyaannya. “Emangnya boleh aku ngajak ibuku?”“Boleh, lah. Siapa yang ngelarang? Nanti biar ibumu menemani ibuku belanja, terus kita jalan-jalan, haha,” jawab Harshad membuat Anya berdecak. “Mana bisa?” gumam Anya. Sebenarnya dia sangat bersemangat kalau ibunya diajak, sudah lumayan lama mereka tidak berbelanja bareng. “Loh aku seriusan, Nya. Kalau kamu pengen ngajak ibu ka
Perjalanan Anya dan Harshad diisi dengan tawa, bagaimana tidak, Anya selalu saja mempermainkan mood Harshad. Anya bukanlah perempuan yang ribet, palingan ribetnya Anya kalau mau workout itu saja. Kalau diajak olahraga sama Harshad pasti ada aja alasannya. Bahkan Anya rela memutari kamar luas Harshad hanya untuk memperlambat berangkat mereka olahraga. “Tapi sekarang udah enggak, ya?” balas Anya sedikit tidak terima. Dia meminum minuman dingin milik Harshad yang ada di mobil.“Heh, heh, apa itu main minum-minum aja, lu?” tanya Harshad panik sembari merebut botol minumnya. “Enak,” kata Anya polos sambil meminta lagi. “Jangan! Ngawur! Nanti aja beli coklat di mall,” balas Harshad membuat bibir Anya menciut. “Apa, sih? Enak loh itu,” tanya Anya lagi, dia berusaha mengambil minuman di samping Harshad. “Enggak, Nya. Itu minumannya khusus buat aku, kamu nggak boleh.”“Lah kenapa?”“Ya karena itu buat laki-laki, buat kamu ada juga, tapi aku
Sampai di mall, keinginan Harshad untuk membiarkan ibunya berbelanja dengan Helen terwujud. Anya hanya tertawa melihat Harshad dengan polosnya meminta izin pada ibunya untuk membiarkan Helen bersama ibunya. “Bu?” panggil Harshad. Arose yang sedang membenarkan rambut dan melepas maskernya hanya menjawab dengan gumaman. “Ibu belanja sama Nyonya Helen aja, ya? Harshad mau keluar sama sekretaris Harshad,” tambah Harshad. Helen menoleh dan melihat dia perempuan yang berdiri di samping putranya. “Mereka siapa?” tanya Helen. “Ini Anya, temen Harshad di New York. Dan ini Nyonya Helen, ibunya Anya,” jawab Harshad. Arose segera mengulurkan tangan menyalami Helen. “Halo, saya Arose, ibunya Harshad,” kata Arose. “Saya Helen, Nyonya.”“Ya sudah, Bu. Harshad sama Anya pergi dulu,” pamit Harshad. “Iya, nanti langsung ke rumah utama, kita makan malam,” pesan Arose sambil melambaikan tangan pada putranya. “Oke, mom’s,” jawab Harshad melengang semb
Gala dan Arnold berdiri di depan orang yang duduk bersila di kursi ruang tamu rumah mereka. Gala menundukkan kepala, sedangkan Arnold yang tak tau apa-apa mengangkat kepalanya dengan tenang. Suasana rumah itu sunyi senyap tak ada suara kecuali suara tutup korek api yang dimainkan oleh Jane. Arnold tak menunjukkan ekspresi apapun. Dia memainkan rokok di tangannya. Jane suka melihat wajah tak berdosa yang ditunjukkan oleh Arnold. Sejak dia mengenal Arnold, memang ekspresi seperti itu yang selalu ditunjukkan Arnold, seolah tak takut oleh apapun dan siapapun. “Sepertinya kau sudah mengira ini akan terjadi, Arnold,” kata Jane. Dia senang sekarang, Arnold langsung membuang pandangannya ke beberapa anjing peliharaannya yang dikurung oleh anak buah Jane. “Iya, dan aku juga sudah tau kenapa kau terus-terusan menggangguku,” sahut Arnold berjalan menghampiri hewan kesayangannya itu dan melepasnya dari kandang besi. Arnold menoleh melihat reaksi Jane sebentar, laki-laki itu me
Bryan menghabiskan makanannya di pinggir kolam renang, dia sedang memikirkan sesuatu tentang pembunuhan ayah Harshad yang sampai sekarang tidak ditemukan bukti. Dia tidak tahu kenapa tiba-tiba muncul pikiran seperti itu, tapi memang pembunuhan tuan besarnya adalah sebuah rahasia besar yang belum terpecahkan. Jika saja Harshad sudah tahu siapa yang membunuh ayahnya, Harshad tidak akan membiarkan pembunuh itu hidup dengan tenang. Itu sudah menjadi janji Harshad sedari dulu. Bryan mencari ponselnya yang bergetar, pastinya getaran ponsel itu berasal dari pesan Harshad. Walaupun nada dering nya lirih, tapi dia bisa mendengar nada pesan masuk yang berbeda itu. HarshaGue ke perusahaan, gue tunggu tiga menit, jawab boleh apa nggak! Bryan mendengus, lalu mengetik tulisan iya di kolom pesan untuk Harshad. Tidak ada yang perlu dikhawatirkan, Jane sedang berada di New York mengurusi orang yang akan dia jadikan otak rencananya. Ting.. Ting.. Bryan sedik
Jane dikawal beberapa anak buah menuju ke pesawat, dia sudah membuat Gala dan Arnold berada di bawah kuasanya. Memang tidak mudah, tapi dia senang. Setidaknya akan ada cara baru yang bisa digunakan untuk melawan Harshad lagi. Doa sudah tua dan tidak bisa terus-terusan mengikuti langkah Harshad. Dulu, dia sangat mahir memainkan taktik, tapi sekarang, dengan kemampuan perusahaan Harshad melacak semua musuhnya, dia hanya akan menjadi pria tua tanpa perisai. “Silakan, Tuan. Sudah saya siapkan semuanya,” ujar seorang penjaga pada Anton. Anton mengangguk, lalu mempersilahkan Jane naik ke pesawat terlebih dahulu. “Kalian awasi Gala dan anaknya, mereka bukan orang yang mudah takluk. Pastikan mereka tidak bisa menggunakan kekuasaannya dan jangan lepaskan anak buah mereka,” pesan Anton pada seorang anak buah setelah Jane naik ke pesawat. “Baik, Tuan. Bagaimana dengan Akandra grup?”“Mereka tidak akan membuat masalah, Harshad dan Bryan tidak ada di New York. Tugas
Harshad mengantar Anya ke kamarnya di rumah utama. Melihat hal itu Nyonya Arose sampai terkejut. Dia menggeleng pelan sambil berjalan pergi dari lantai di mana kamar Harshad berada. Dia tidak tahu sejak kapan Harshad membuka dirinya untuk orang lain, bahkan dia sendiri jarang masuk kamar Harshad di rumah itu. “Ah, ya sudahlah. Setidaknya Harshad sudah bisa membuka diri,” gumam Arose. Arose mempersilakan Helen menggunakan kamar di samping kamarnya, untuk mengganti baju dan bersiap makan malam bersama. Di tempat lain, Anya yang tadi tidak membawa baju ganti langsung bingung setelah mendengar dari Harshad kalau setiap makan malam harus sudah mandi dan berganti pakaian. Di dalam kamar mandi tadi dia berpikir keras, harus pakai apa dia keluar nanti. Akhirnya menggunakan baju handuk seperti biasanya, meskipun di dalam kamar ini ada Harshad. Anya mencari keberadaan Harshad setelah dia keluar dari kamar mandi, bingung karena tak melihat siapa-siapa di sana.