Share

Bab 3. Pertemuan kembali

Disaat bersamaan Rehan sedang berencana pergi berkencan bersama Ranita. Wanita penghibur yang selama ini menjadi selingkuhannya. Apes! Ingin membenarkan posisi duduknya. Mata Amira tertuju melihat rupa Rehan sedang duduk bersama wanita lain. Sempat terkejut Amira berusaha untuk bersembunyi. Ia tidak tahu kaca mobilnya tidak tembus pandang dari arah luar. Respon gerak tubuh Amira dikira Mila sebagai penolakan.

“Tenang aja sayang... kamu gak akan kelihatan dari luar kok,” ucap Mila menjelaskan, barulah Amira kembali duduk tenang. Penasaran Mila tertarik untuk melihat ke arah yang sama. Sosok lelaki yang sudah ia ketahui siapakah dia. Sebab Dirman pernah memperlihatkan foto Rehan sebelumnya.

"Oh, jadi dia suami yang udah tega jahatin kamu?" seru Mila tak perlu mendapatkan jawaban dari Amira.

Bagai bisu mulut terkunci rapat, sepertinya Amira tidak tahu harus menjawab bagaimana. Setelah semua yang terjadi. Tidak mungkin Rehan mau mengakui status pernikahan mereka. Merasa tak enak hati, takut dianggap mencampakkannya pertanyaan, Amira memilih untuk mengangguk satu kali sebagai jawaban. Mila tertegun menatap wajah menantunya yang jauh dari kata tampan, dengan bibir tersenyum sinis. Ia pun berkata “Ternyata dia jauh lebih jelek dari fotonya. Kok bisa ya? Arina mau sama dia?” membatin kesal, dibandingkan Amira sama sekali tidaklah sebanding.

Belum selesai dia bergumam suara nada dering dari ponselnya menghentikan aktivitasnya. Nama sang suami tertulis di layar Mila menggeser jemarinya.

“Hallo Pa? Em, ya ini baru dijalan. Mungkin sepuluh menit lagi sampai di kantor. Oh, ya? Oke-oke tunggu kita ya,” Secara beruntun Mila menjawab segala pertanyaan Robi, dari samping Amira mendengarkan tanpa berani menyela. Sampai telepon berakhir, Mila memasukkan kembali ponsel ke dalam tasnya.

“Sayang, kita ke kantor Papa dulu ya? Ada tamu spesial yang mau ketemu sama kamu. Sekalian juga kata Papa ada kabar bagus yang udah Papa siapin khusus buat kamu.” jelas Mila dengan senyuman teduhnya, mengusap kepala Amira dengan lembut. 

Sejujurnya Amira ingin bertanya siapakah sosok tamu yang dimaksudkan? Tapi, dia merasa sungkan. Mulutnya yang telah terbuka segeralah dialihkan menjadi kalimat lain, “Oke Ma.” jawabnya singkat tanpa bertele-tele

Tepat seperti yang sempat dijanjikan. Sepuluh menit Mila dan Amira sampai menampakkan kakinya di dalam gedung. Disambut beberapa karyawan memberikan salam hormat. Kabar kembalinya sang putri tunggal sudah menyebar. Namun tidak ada media menyiarkan kabar gembira itu. Robi sengaja melakukan semua ini agar Amira bisa membalaskan dendamnya tanpa diketahui. Karena jika kabar ini menyebar, justru menimbulkan kecurigaan dari keluarga suaminya nanti.

Dirga sibuk merapikan diri. Padahal tidak ada yang kurang, semuanya rapi dan sempurna. Detak jantungnya berirama cepat, beberapa kali dia mengusap dadanya untuk menenangkan diri.

“Kalem bro! Kalem, gak usah tegang gini sih.” gumamnya.

Sayangnya tekadnya tidak sesuai dengan kenyataan, semakin terdengar langkah kaki seseorang semakin bertambah berdegup kencang jantungnya kini.

Suara pintu dibuka dari luar. Tampak Mila berjalan di posisi depan diikuti dengan seorang gadis cantik tepat di belakangnya.

Mata Dirga sampai tak berkedip, melihat kecantikan Amira sungguh menyilaukan matanya. Mulutnya ternganga takjub, reaksi yang ditunjukkan di depan Amira langsung disadari oleh gadis itu.

Siapa yang tidak akan salah tingkah karenanya?

“Emh-emh… awas Dir, nanti kemasukan laler loh.” celetuk Mila mengejutkan Dirga. 

Secepatnya Dirga menyadarkan dirinya sendiri, tak kalah malunya, tertangkap basah.

Semua orang terkekeh, CEO dingin terkenal jomblo seumur hidupnya ternyata goyah dan terpesona juga. Begitulah isi pikiran para karyawan yang menyaksikan reaksi Dirga secara live. Sudah dipastikan setelah ini, akan muncul rumor dengan topik terhangat atas namanya di kalangan perusahaan.

“Kalian bisa pergi!” titah Robi mengusir halus para karyawan agar menyisakan mereka berempat saja.

Di depan pintu Amira berdiri di tempat seperti patung. Menatap tempat asing ini untuk menghilangkan ketegangannya.

Bola matanya tak berhenti berputar walaupun isi hatinya tidak aturan arahnya kemana.

“Laki-laki itu siapa sih? Kenapa kok lihatnya gitu banget. Ganteng sih, tapi kan … eh ya, aku udah gak dianggap istri sama mas Rehan ya. Duh, Amira ngapain sih kamu,” 

Amira berceloteh tak jelas di dalam hatinya, memejamkan matanya menyalahkan dirinya. 

Segeralah Robi datang menghampirinya menuntun tangannya diajaknya duduk di sofa double seat.

“Kenapa kok malah bengong? Sinilah duduk sama papa! Emangnya kamu gak capek?” 

Robi mendorong perlahan tubuh Amira hingga benar-benar memastikan putrinya duduk dengan nyaman.

Dirga masih saja berdiri sebisanya membuang tatapan matanya agar tidak menatap Amira. Sekarang saja Amira terlihat sangat risih.

“Plis lah gak jaga mata Lo, Dir! Lihat Arina sampe gak nyaman kan gara-gara Lo.” 

Demi menjaga nama baiknya, Dirga menyibakkan jasnya untuk mengatur ketegangannya. Kembali dalam mode bijaknya yang berwibawa.

Memang Roby memiliki tujuan penting, tanpa berlama-lama dia harus mengatakannya segera.

“Sayang… Papa ada kabar baik buat kamu.” 

Dengan seksama Amira memperhatikan gerak-gerik Robi hendak mengeluarkan sesuatu dari dalam kantong sakunya. Benda kotak wadah yang sering Amira lihat di toko perhiasan. Betapa dia terkejut melihat isi kotak itu. Sebuah kalung peninggalan mendiang ibunya Rahima ada disini. Matanya terbuka lebar, Amira tercengang dibuatnya.

“Itu kan…?” 

Belum sempurna kalimatnya, Robi lebih dulu mengangkat dan memberikan kalung itu di atas tangannya. 

“Iya sayang… ini kalung kamu kan? Kamu tahu gak, kita gak nyangka kalung ini ternyata masih ada. Papa bersyukur banget… berkat kalung ini akhirnya kita bisa ketemu lagi.”

Ada yang mengulik dari dalam hati Amira bertanya-tanya. Bagaimana bisa papa nya berkata demikian? Yang Ia tahu Rehan suaminya telah menjual kalung itu. Sampai menyebabkan dia hampir mati karena berusaha untuk memperjuangkan peninggalan terakhir dari Rahima.

Melihat reaksi kebingungan Amira, Mila memutuskan untuk mendekatinya. Duduk berdampingan di sisi kanannya.

“Sayang … kalung ini limited edition. Dan cuma ada satu di negara ini, sengaja kita design khusus cuma buat kamu. Sayangnya di hari pertama… kamu malah hilang. Kita udah usaha cari ke berbagai penjuru kota tapi gak ada hasilnya. Tapi kita gak nyerah, setiap setahun sekali kita sebar sayembara kalo sampai ada yang lihat atau ketemu sama kalung ini bakalan kita kasih imbalan,” Mila menjelaskan awal cerita. Meskipun begitu Amira tahu, cerita keseluruhannya.

“Ah, jadi karena designnya cuma satu waktu mas Rehan jual kalung ini, otomatis Mama sama Papa dapet kabar?” 

Mila mengangguk bangga, tak perlu menjelaskan secara rinci. Sebab putri mereka ternyata sangat pintar.

“Dan masalah suami kamu, jangan khawatir! Dirga siap bantu kamu.” timpal Robi menyeret Dirga masuk kedalam pembicaraan. Amira menoleh tiba-tiba muncul keberanian untuk menatap wajah Dirgantara.

“Ya, Arina. Apa yang diomongin Papa kamu benar. Saya udah tahu semua informasi mengenai asal usul pekerjaan apa yang dijalankan sama suami kamu. Jadi, kamu gak perlu khawatir.” Dirga bersemangat menjelaskan semuanya. Tetapi Amira tidak bersikap sama, 

“Ma, sebenarnya dia ini siapa?” celetuk Amira menunjuk Dirga. Rupanya ia lebih tertarik mengetahui siapakah sosok Dirga ini? Mengapa laki-laki ini ikut hadir disini dan bersedia memberikan bantuan?

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status