Pria berpakaian serba hitam itu langsung melihat ke arah mobil lalu membuka penutup wajahnya, ternyata itu adalah Kak Dimas. Aku membuka pintu lalu keluar dari dalam mobil."Bagaimana Kak?" tanyaku pada Kak Dimas."Tenang saja, Rah. Dia sudah tidak sadarkan diri," jawab Kak Dimas."Syukurlah kalau begitu, rencana kita hampir berhasil Kak," ucapku tersenyum."Cepat buka bagasi mobilnya Rah. Kita harus cepat membawa lelaki ini,"Dengan segera aku berlari membuka bagasi mobil, lalu Kak Dimas menyeret tubuh lelaki berbadan gempal itu mendekati mobil yang terparkir.Dengan nafas tak beraturan aku membantu Kak Dimas memasukkan tubuh Andi ke dalam bagasi mobil miliknya.Setelah itu kami masuk ke dalam mobil, Kak Dimas yang duduk di depan setir kemudi menatapku sekilas lalu melajukan mobilnya dengan cepat."Kamu tidak apa-apakan, Rah?" tanya Kak Dimas."Aku tidak apa-apa, Kak. Hanya saja tadi dia menyentuh pahaku, menjijikkan sekali pria mesum ini sepertinya dia memiliki kelainan se*s," jawab
"Apakah harus malam ini Kak kita menangkap Diky?" tanyaku menoleh menatap Kak Dimas."Iya Rah, lebih cepat itu lebih baik. Kita tidak boleh menyia-nyiakan waktu saat ini," jawab Kak Dimas."Awas saja, jika kamu berbohong aku tidak akan segan-segan untuk memotong kemaluanmu itu," ucap Kak Dimas menunjuk kebagian vital Andi menggunakan belati.Lalu Kak Dimas menyumpal mulut Andi menggunakan lakban. "Emmm... Emmm... Emmm!" Pria itu terus meronta meminta dibebaskan.Kak Dimas menatap pria itu dengan tatapan garang."Apa kamu benar-benar ingin dibebaskan?" tanya Kak Dimas lagi."Emmm... Emmm!" jawabnya lalu Andi mengangguk dengan cepat."Kalau begitu bicaralah dengan Diky, suruh dia datang kemari dengan dalih kamu sedang membutuhkan bantuannya saat ini, bagaimana apa kamu setuju?"Ia nampak berpikir beberapa saat lalu kembali menganggukkan kepalanya dengan cepat.Lakban yang menyumpal mulut Andi ditarik dengan keras oleh Kak Dimas sehingga ia tampak kesakitan. "Aaarrggghhh," teriak rinti
(Iya baiklah, tapi kamu jangan meminta ganti rugi padaku karena kemarin aku sudah memberikanmu penggantinya, bayi perempuan yang sangat cantik) balasan dari Ibu.Aku menoleh menatap wajah Kak Dimas setelah membaca pesan dari Ibu. Apa jangan-jangan bayi perempuan yang ia maksud itu adalah anakku? Karena riwayat pesan ini ada di dua hari setelah tanggal aku melahirkan kemarin."Apa jangan-jangan yang dimaksud mertuamu itu anakmu, Rah? Bayimu itu kan, juga lahir berjenis kelamin perempuan?" ucap Kak Dimas."Bisa jadi, Kak. Aku juga punya pikiran yang sama denganmu." Aku screenshot isi percakapan itu lalu mengirimkannya ke ponselku, ini bisa dijadikan bukti bahwa Ibu memang memiliki bisnis rahasia yaitu menjual belikan bayi yang baru lahir.Dan sepertinya aku sudah tidak perlu lagi kembali ke rumah itu, karena aku sudah memiliki beberapa bukti dan dua orang yang bisa dijadikan saksi. Jadi kita bisa langsung melapor pada pihak kepolisian."Dengan bukti-bukti ini aku rasa semuanya sudah cu
(Tidak perlu, kamu tunggu saja di depan gerbang! Aku sedang ada di perjalanan untuk mengantarkan istrimu pulang) Kak Dimas mengirim balasan.Aku berharap Mas Rama menyetujuinya, karena jika ia menyusul ketempat Andi akan membawaku aku takut ia akan curiga karena kami tidak ada disana.(Baiklah)Akhirnya aku bisa bernafas lega sambil menoleh kearah Kak Dimas."Sekarang aku akan mengantarmu pulang menggunakan mobil Andi, bawalah barang-barang ini." Kak Dimas menyerahkan belati dan obat tidur."Aku bawa obat tidur itu saja Kak, karena aku juga sudah menyembunyikan belati tajam milik Ibu yang ku gunakan untuk membunuh Edy kemarin di dalam kamarku.""Baiklah. Ohh iya Rah, jangan lupa minta bantuan pembantumu itu untuk menaburkan obat ini pada makanan yang terhidang nantinya dan saat semua orang sudah tertidur kamu harus secepatnya beraksi," ucap Kak Dimas.Aku menerima obat tidur itu lalu memasukkannya ke dalam saku celana, sekarang aku tidak merasa takut apalagi ragu. Mereka yang sudah be
"Saya takut saja jika mereka berdua melarikan diri atau ada salah seorang penjaga Nyonya yang menemukan keberadaan mereka," tambah Mbak Wati."Kamu tenang saja, Mbak. Kakakku sudah mengurus kedua orang itu disana," jawabku lagi."Lalu apa rencana Nona selanjutnya?" tanya Mbak Wati.Aku mengeluarkan obat tidur dari dalam saku baju lalu menyerahkannya pada Mbak Wati."Ini obat tidur, tolong campurkan obat ini ke dalam makanan dan minuman yang terhidang nanti untuk semua penghuni rumah ini, karena nanti siang saat mereka semua sudah tertidur pulas aku akan mencari bukti kuat lain yang bisa diserahkan pada polisi,"Mbak Wati menerima obat itu lalu menyimpannya di dalam saku daster miliknya."Baiklah Nona saya akan mencampurkan obat ini,""Bagus, kamu juga harus membantuku mengawasi rumah ini saat aku merekam lubang bawah tanah itu nanti, Mbak.""Baiklah, kita akan bekerja sama untuk melawan orang-orang jahat itu," ucapnya dengan tatapan penuh dendam."Ya sudah Nona, kembalilah ke dalam k
Oh Tuhan, apa yang harus kulakukan sekarang? Kenapa ia tidak ikut tertidur seperti yang lainnya?"Bang Anton!" ucap Mbak Wati."Ngapain kalian disini?" tanya lelaki itu dengan tatapan menyelidik."Memangnya kenapa? Yang sopan ya kalau berbicara denganku, apa kamu lupa aku ini siapa?" ucapku sinis.Lelaki itu malah menyeringai."Ini masih pagi, tetapi kenapa semua orang bisa tertidur pulas? Dan anehnya tidak ada satupun orang yang bisa dibangunkan. Sementara kalian berada disini dengan keadaan terjaga. Apa yang sudah kalian lakukan, hah?" ujar penjaga bernama Anton itu.Rupanya ia sudah mulai mencurigaiku, apa boleh buat aku juga harus melenyapkan lelaki ini seperti Edy, beruntungnya tadi aku sempat menyelipkan sebuah belati di pinggangku sehingga aku tidak perlu pusing lagi untuk menyingkirkan Anton menggunakan alat apa."Saya hanya menemani Nona berkeliling sambil berfoto Bang," sahut Mbak Wati."Jangan bohong! Kamu pikir aku akan percaya dengan wanita jalang sepertimu, hah? Cepat mi
"Haha, mungkin. Tapi untungnya mayat itu sudah berhasil keluar Non. Oh iya, itu Kakak Nona sekarang sudah sampai mana?" "Sebentar Mbak, aku telepon dulu," ucapku sambil membuka layar ponsel lalu menghubungi nomor Kak Dimas."Halo. Bagaimana Rah?" ucap Kak Dimas di seberang sana."Sudah sampai dimana Kak? Apa masih jauh?""Sebentar lagi Rah, tunggu saja. Apa mayatnya sudah dibungkus?" tanya Kak Dimas."Sudah Kak, sudah kita masukkan ke dalam karung besar, tapi kalau bisa cepat ya Kak. Soalnya aku takut semua penghuni rumah keburu bangun,""Iya sabar dulu ya, ini Kakak juga sudah cepat kok. Kamu tunggu saja di tempat yang aman dan jangan sampai ada orang yang curiga saat melihat karung itu,""Baiklah," ucapku lalu menutup panggilan telepon.Aku berjalan mondar-mandir di dekat tembok pembatas dengan perasaan tegang, takut saja jika ada orang lain yang melihat karung itu."Mbak, menurutmu apa kita perlu pergi sekarang lalu melapor pada polisi? Mengingat aku sudah memiliki cukup bukti dan
"Ayo Mbak, kita harus cepat bersembunyi," ucapku sambil menatap Mbak Wati dengan panik.Kami pun buru-buru melangkah untuk bersembunyi, aku yang bersembunyi di balik lemari besar sementara Mbak Wati bersembunyi di bawah meja.Tak lama kemudian terdengar suara seperti batu yang digesekkan lalu terdengar suara dua orang laki-laki yang sedang mengobrol."Kemana sih si Anton di hubungi nggak bisa-bisa, Surya ditelepon juga nggak diangkat-angkat?" "Nggak tau tuh, kita kan juga sumpek jaga di bawah terus. Pada ngilang, nggak mau gantian jaga kali!?""Loh, kok gemboknya kebuka?" ucap salah satu penjaga yang hendak membuka pintu.Aku melotot menatap Mbak Wati yang ada di kolong meja, mereka pasti curiga kalau ada orang yang masuk ke dalam gudang. Semoga saja mereka tidak menggeledah ruangan ini, karena aku sudah cukup dan tidak ingin membunuh lagi."Iya ya? Apa mereka lupa mengunci gembok lagi?" "Entahlah, sudah biarin aja kita ke dapur saja yok sarapan dulu laper nih,"Lalu suara mereka p