Share

MENGOREK KEHIDUPAN ORANG

Elvaro tak tinggal di suit yang dikhususkan untuknya sejak Mahreen pergi. Ia menelpon seseorang untuk mencari tau lebih banyak informasi mengenai Dimitri Ryuu.

“Ada apa tiba-tiba kau ingin mengetahui tentang orang ini?” tanya seseorang yang berada di ujung sambungannya.

“Aku belum bisa mengatakannya. Ada hal-hal lain yang harus kau lakukan. Untuk sesuatu yang ku minta minggu lalu, apakah sudah siap?”

Lawan bicaranya berdeham. “Sudah. Apa kau ingin aku membawanya ke hotel atau bagaimana?”

Elvaro tersenyum puas. “Biarkan saja dulu. Aku pikir Mahreen akan menyukainya. Apa kau tau kami bertemu hari ini?”

Elvaro berniat menyombongkan diri karena ia rasa ia berhasil membuat Mahreen percaya kepadanya.

“Apa ia setuju?”

Elvaro memutar bola matanya. “Aku tak sempat bertanya. Ia membahas hal lain. Aku pikir selain keinginan kakeknya, ia tak punya hal lain untuk menikah denganku. Tapi ternyata, ia memiliki semangat yang besar.” Elvaro tertawa puas. 

“Kesan yang bagus.”

Elvaro mengangguk seolah lawan bicaranya bisa melihatnya anggukannya dan raut wajahnya. Ia takkan mengatakan apapun mengenai donor jantung yang dibutuhkan Mahreen. Yang ada dipikirannya saat ini adalah apa yang harus dilakukannya terhadap Dimitri Ryuu?

“Hei, menurutmu apa pernikahanku dengan Mahreen akan langgeng dan awet atau akan berakhir begitu saja setelah beberapa tahun?”

Elvaro kesal ketika mendengar suara tawa terbahak-bahak tepat di telinganya. Ia juga merasa aneh mengapa bertanya seperti itu. 

Ayolah! Aku tak punya motif apapun untuk menikahi Mahreen selain menjadikannya sebagai jembatan yang menghubungkan dua perusahaan keluarga kami. Terlebih dengan firma hukum yang mungkin akan diwariskan kepada Mahreen, Elvaro bisa menutupi segala yang terjadi di keluarganya.

Permasalahan yang melibatkan kedua orangtuanya dan paman serta tantenya.

Bukankah akan sangat buruk jika ayahnya yang menjadi salah satu kandidat menteri sosial kemudian gagal karena skandal internal keluarga?

“Rasanya aneh aku bertanya seperti itu.” 

Pernyataan itu dibenarkan oleh lawan bicaranya yang saat ini mengusapi airmatanya yang keluar begitu saja ketika ia menertawakan pertanyaan Elvaro.

“Apa kau peduli dengan pernikahan kalian sebagai urusan personal? Kau menyukai Mahreen? Aku rasa kau menyukainya jika sampai mengeluarkan pertanyaan seperti tadi.”

Elvaro menertawakan dirinya. “Aku menyukai Mahreen? In general, aku memang menyukainya karena ia terlihat sangat menantang. Kau tau, ia bahkan menyinggung hal-hal yang berhubungan dengan gaya hidup bebasku.”

“Benarkah?”

“Apa ia menertawakanmu ketika kau mengatakan akan menghentikan gaya hidupmu yang sekarang ketika kalian sudah menikah?”

Elvaro tertawa ketika mengingatnya. Ia merasa lega tak ada pembahasan kea rah sana. Karena itu akan membuat Mahreen menertawakannya secara bebas.

“Mahreen akan sangat terkejut jika aku mengatakannya.”

“Tentu saja! Apa kau gila? Ia bukan hanya akan terkejut. Ia akan menertawakanmu seperti aku menertawakanmu sekarang!” Lagi dan lagi lawan bicaranya itu tertawa.

“Jika kau ingin merubah gaya hidupmu, ubahlah untuk dirimu sendiri.” Teman bicara Elvaro menambahkan.

“Aku senang kau bisa merendahkanku seperti ini sebelum kau sibuk dengan tugas yang ku berikan, Jean.”

Jean perlahan mengingat apa yang ditugaskan kepadanya. “Itu hal yang cukup mudah, kecuali jika kau ingin aku menambahkan list wanita yang juga ditiduri oleh Dimitri.”

Deg!

Mahreen.

Apa akan aneh jika Elvaro tak meminta informasi tambahan seperti itu? 

Untuk saat ini yang paling ia ingin ketahui hanyalah bagaimana Dimitri Ryuu menjalani kehidupannya. Ia tak ingin mengetahui hal yang begitu detail hingga akan membuat hal-hal yang bersangkutan dengan Mahreen terbuka sekarang. 

Jean bisa dipercaya.

Itu tentu.

Tapi Jean akan melihat Mahreen dengan pandangan yang berbeda jika ia mengetahui bahwa Mahreen memiliki kehidupan yang berbeda seratus delapan puluh derajat seperti yang mereka berdua duga.

“Kau bisa mencari tau apapun. Tapi pastikan tak mungkin ada yang mengetahuinya selain aku.”

Jean mengangkat alis kirinya. “Memangnya aku pernah melapor kepada siapa selain kau?”

“Bukan begitu. Cukup pastikan tak ada orang yang tau bahwa aku sedang mengorek kehidupan seseorang.”

Jean terkekeh karena merasa Elvaro mulai gugup. Pertemanan mereka yang sudah berlangsung selama sepuluh tahun jauh lebih berharga dibandingkan posisinya sebagai asisten pribadi Elvaro. Sehingga, Jean akan melakukannya sebaik mungkin atas nama pertemanan mereka, bukan karena ia takut mengecewakan orang yang mempekerjakannya.

“Tenang saja, El. Akan aku pastikan kau mendapat informasi luar biasa. Mungkin seperti beberapa kali selama seminggu ini mobilnya terparkir di sebuah toko perhiasan.”

Toko perhiasan?

Ia tak datang kemari untuk berburu perhiasan, kan?

Tiba-tiba Elvaro mengerutkan keningnya karena mulai muncul pertanyaan di kepalanya.

“Astaga! Belum apa-apa kau sudah memberikanku informasi! Bukan main!” ujar Elvaro keras-keras memuji temannya ketika ia justru merasa tak nyaman dengan pertanyaan yang muncul di kepalanya.

“Mungkin ia memiliki seseorang yang penting di sini.”

Elvaro mengangguk. Pikirannya langsung mengarah kepada Mahreen.

Di saat seperti ini, ketika mereka dipertemukan kembali setelah sekian lama, Mahreen mungkin menjadi sosok yang paling cocok dilabeli sebagai seseorang yang begitu penting bagi Dimitri.

“Cuti yang berniat kau ambil besok, apakah bisa ditunda?”

“Apa kau gila? Aku bekerja dua puluh empat jam dalam sehari, tujuh hari dalam seminggu, dan kau masih mau mengganggu pengajuan cutiku yang hanya tiga hari itu?” 

Tanpa sadar Jean setengah berteriak kepada bos sekaligus temannya itu. Ini yang ke sekian kalinya Elvaro menanyakan apakah ia bisa membatalkan keinginan cutinya.

“Memangnya ada sesuatu yang begitu penting hingga membutuhkanku?”

“Sejauh ini belum ada.”

Jean menghembuskan napas dengan kasar. “Lalu untuk apa cutiku dibatalkan kalau tak ada alasan yang jelas? Aku butuh liburan, El. Terus bertemu denganmu bisa membuatku gila!”

Elvaro terkekeh. “Apa nenek mengatakan sesuatu?”

“Tentu saja! Aku harus bertemu dengannya dan menceritakan langsung bahwa kau akan menikah. Dengan begitu, ia akan berhenti berpikir bahwa kedekatakan kita lebih dari sekedar partner kerja dan pertemanan.”

Kali ini Elvaro yang tertawa terbahak-bahak mendengarkan penuturan yang diungkapkan Jean.

Neneknya yang berusia lebih dari sembilan puluh tahun, yang kini tinggal dengan teman-teman semasa mudanya saat menjadi perawat untuk para anggota militer itu berpikir bahwa cucunya ini memiliki orientasi yang tak sesuai dengan lelaki pada umumnya.

“Kau harus mengatakan bahwa calon pengantinku sangat cantik. Dan katakan padanya, bahwa meskipun aku dan kau memiliki sesuatu yang mengarah pada romantisme, aku tetap takkan pernah menikahimu. Karena aku tak mendapatkan keuntungan apapun.” Ujar Elvaro sambil kembali tertawa.

“Sial sekali! Jangan menyesal jika kau melihat surat pengunduran diriku besok pagi. Aku takkan berperan dalam pernikahan kontrakmu. Atau mungkin akan ku rebut calon pengantinmu yang sangat manis itu kurang dari tiga puluh hari!”

Ia mengingat Mahreen dan wajar ketusnya ketika pertama kali bertemu. Mahreen mungkin akan melemparkan tatapan yang lebih parah kepada Jean yang selalu bersikap sok kenal.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status