Jantung Valerie berdetak lebih cepat mendengar penuturan dokter tersebut tentang keadaannya yang tengah berbadan dua. Di saat ibunya pergi, nyawa baru justru bertumbuh di perutnya. Seorang anak akan datang menemaninya di tengah-tengah kesendiriannya di dunia ini.Dia bakalan hadir di waktu yang sangat ia butuhkan, hadir menemaninya di kala rasa terpuruk melanda. Seketika Valerie merasa semua ini sudah adil, Tuhan mengambil nyawa ibunya dan mengirimkan nyawa yang baru dalam sosok seorang anak.Perasaan yang tadinya sedih, kini berganti menjadi perasaan haru bahagia. Meskipun ditinggal ibunya selama-lamanya, tetapi setelah ini ia tidak akan sendirian lagi di dunia ini.Tetapi perasaan bahagia yang tadinya menyelimutinya kini berangsur-angsur redup saat ia teringat dengan perjanjian yang telah dibuat oleh Amora dan telah disepakati di atas hitam dan putih.Setelah bayi ini lahir di dunia, ia tidak punya hak lagi sebagai seorang ibu untuknya. Tetapi bayi ini akan menjadi milik Amora dan S
Sean tiba di kediaman orang tuanya saat waktu menjelang sore. Tadi siang ibunya menelepon untuk datang karena ia telah menyiapkan makanan kesukaannya, alhasil dengan berat hati ia mengiyakan permintaan dari ibunya tersebut.Begitu sampai di rumah besar itu, ibunya langsung menyambut kedatangannya. Tetapi anehnya ia tak melihat kehadiran Amora, padahal kata ibunya tadi Amora akan datang sendiri ke rumah utama.“Kamu sudah datang, Nak?” sambut ibunya tersenyum riang dan langsung memberikan pelukan ringan.Sean mengangguk sejenak. “Apa Amora tidak datang?” tanyanya kebingungan, sambil celingak-celinguk mencari keberadaan istri pertamanya itu.Ibunya itu malah tersenyum penuh arti. “Dia tidak datang, Sean. Barusan aku menelepon dan katanya sedang ada pekerjaan yang tidak bisa ditinggal.”Mendengar perkataan ibunya, Sean hanya bisa menghela napas. Ia sudah tahu bahwa istrinya itu tengah bersenang-senang sekarang, Sean tahu sekali tabiat istrinya itu. Terlebih lagi tidak ada dirinya yang me
Sean memasuki kamar yang ia tinggali sedari kecil, kamar yang selalu ditempati bersama Amora jika menginap di rumah utama. Mendapati kamar yang sepi dan terasa dingin itu, anehnya Sean justru langsung ke pikiran dengan Valerie.“Apakah dia sudah tidur, ya?” tanyanya lirih dalam keheningan kamar.Seandainya Sean pulang ke tempat wanita itu, kemungkinan besar Valerie sudah menunggunya pulang dan langsung menyambutnya di depan pintu. Setelah itu ia akan menanyakan tentang kegiatannya seharian ini, menyiapkan makan malam dan pakaian tidur untuknya.Sungguh, perhatian Valerie tidak pernah di dapatinya dari Amora. Hal itulah yang membuatnya menyukai pulang ke tempat Valerie, dari pada ke tempat Amora. Karena itulah juga yang kemungkinan besar membuatnya nyaman jika di tempat istri keduanya tersebut.Dan segala perhatian dan kehangatan yang kerap kali di dapatinya dari Valerie membuatnya rindu seketika.Bukannya mandi seperti niatannya sebelumnya, Sean malah meraih ponselnya dan langsung men
Sean terkejut luar biasa mendengar kabar itu. Kenapa ia bisa tidak tahu apa-apa tentang keluarga Valerie? Kenapa selama ini ia tidak pernah mencoba mencari tahu tentang siapa Valerie dan siapa keluarganya.“Jadi ... jadi Valerie sekarang dirawat di rumah sakit mana?” tanya Sean kemudian, dengan nada yang terdengar semakin melemah.“Di rumah sakit Golden Wangsa, tempat di mana ibunya dirawat selama ini,” jawab suster Anna memberitahukan keberadaan Valerie saat ini.Golden Wangsa? Bukankah itu rumah sakit pribadi keluarganya, karena saham keluarganya yang terbesar di sana. Bahkan para dokter mengenal baik Sean dan keluarganya.“Baiklah, aku akan segera ke sana,” ucap Sean segera. “Tetapi sebelum itu beritahukan pada dokter yang menangani istriku untuk melakukan pemeriksaan menyeluruh. Pindahkan juga ke bangsal VIP dan aku ingin menerima laporan detail tentang kondisi istriku secepatnya,” perintah Sean sekali lagi dan mematikan begitu saja panggilan telepon itu.Setelah itu, dengan panik
Tubuh Sean membeku dengan mata melebar sempurna saat mendapati sebuah mobil yang bergerak tidak wajar ke arah Valerie yang tengah berjalan gontai di tepi trotoar.Apa-apaan mobil itu? Apa dia sengaja ingin mencelakai istrinya?Jadi, tanpa berpikir panjang Sean berlari sekencang yang ia bisa. Dengan rasa panik, khawatir dan putus asa menjadi satu saat mobil itu sudah bergerak kencang ke arah Valerie. “Valerie!” teriaknya.Tangannya terulur membungkus penuh tubuh mungil itu di dalam pelukannya dan jatuh bersamaan ke atas aspal dengan Sean yang menjadi bantalannya.Lengan Sean memeluk sepanjang punggung ramping itu, berusaha keras menyelamatkan Valerie dari hantaman keras jalanan. Tetapi justru Sean yang harus merasakan kerasnya jalanan, ia bahkan merasakan tulangnya menjadi remuk.“Aww ...” desisnya kesakitan.Setelah beberapa saat, Sean membuka kedua matanya dan melirik ke arah Valerie yang berada di pelukannya. “Valerie?” panggilnya dengan napas pelan.Tetapi tidak ada jawaban, karen
Karena saran dari dokter sebelumnya, kini Valerie sedang diperiksa oleh dokter obgyn di rumah sakit ini. Sekali lagi dengan perasaan was-was Sean menunggu.“Saya sudah melakukan tes darah untuk memastikan pasien benar hamil atau tidak. Kami juga sudah melakukan tes lainnya,” ucapan dokter obgyn itu sambil menyodorkan dokumen pada Sean.Sean segera meraih dokumen itu dengan dada yang berdebar kencang. Perasaan tidak sabaran untuk segera mengetahui isi dari dokumen itu menyelimutinya.Dengan fokus Sean membaca dengan seksama isi dokumen itu dan fakta bahwa Valerie benar-benar hamil tertulis di sana. Tanpa sadar sebuah senyuman terbit di bibirnya begitu saja. Tak pernah ia sangka akhirnya Valerie hamil secepat ini, hamil anaknya, buah cinta mereka.Sejujurnya, sejak dahulu Sean juga sangat mengharapkan seorang anak. Hanya saja karena cintanya yang begitu besar pada Amora ia tidak ingin membebankan hal ini kepada istrinya itu. Terlebih lagi Amora yang mandul dan tidak bisa memberinya anak
“Apa kau sengaja menyembunyikan kehamilan ini dariku?”Pertanyaan Sean seketika membuat kedua bola mata Valerie membelalak sempurna. Dia baru saja juga mengetahuinya dan bagaimana mungkin ia akan menyembunyikan hal sepenting ini dari Sean. Meskipun sebelumnya ada niatan untuk kabur membawa anaknya tanpa sepengetahuan Sean karena tidak ingin bayinya menjadi anak Amora setelah lahir. Tetapi setelah dipikir-pikir, tidak ada gunanya juga ia kabur karena Sean sudah pasti akan menemukan dirinya di mana pun ia bersembunyi.“Ti—tidak, Sean. Aku tidak pernah ada niatan untuk menyembunyikan kehamilanku ini darimu, aku juga baru mengetahuinya semalam,” ucap Valerie terbata-bata, tidak terima dengan tuduhan itu.Sean mengulum senyum mendapati Valerie yang tampak pias dengan tuduhannya barusan. “Aku hanya bercanda, Vale!” Lalu setelah itu, Sean bergerak mengecup kening Valerie dan berbisik, “Selamat! Sebentar lagi kamu akan menjadi seorang ibu, Sayang.”Sayang? Valerie tidak salah dengar bukan?V
Siang itu cahaya mentari bersinar terang benderang. Rasa panas terasa menyengat di kulit. Tetapi meskipun begitu, itu sama sekali tidak menghalangi kebahagiaan yang Amora rasakan sekarang ini.Bahkan senyumnya terus merekah sepanjang jalan. Walaupun kabar dari orang suruhannya gagal membunuh Valerie, tetapi kabar dari Sean lebih membahagiakan.Tadi pagi berulang kali ia menghubungi suaminya itu hingga Sean pada akhirnya mengangkat teleponnya. Dan ia mendapati kabar bahwa Valerie saat ini tengah berada di rumah sakit. Betapa bahagianya ia saat tahu kalau Valerie celaka dan harus dirawat di rumah sakit. Tampaknya pekerjaan orang suruhannya itu hampir saja berhasil mengetahui bahwa Valerie terjatuh di trotoar karena menghindari mobil dan itu sudah pasti menimbulkan luka. Baginya itu sudah lebih dari cukup, Valerie terluka membuatnya sangat bahagia.Oleh karena itu, Amora dengan terburu-buru segera berangkat ke rumah sakit saat itu juga. Ia harus melihat langsung keadaan Valerie saat ini