Rumah besar itu asing, suasananya asing, dan setiap orang yang dijumpainya juga asing. Sahara masih merasa seolah dia sedang bermimpi, mimpi buruk yang suatu waktu dia dapat terbangun dan kembali bernapas lega. Namun, dia tahu semua ini nyata. Bahwa tempat asing ini akan menjadi sangkar barunya, nerakanya.
Sejak mereka tiba dan memasuki kediaman, Keith terus berjalan di depan dan tak pernah berbicara. Jadi Sahara juga hanya bisa diam, memberanikan diri melihat ke sekeliling dengan pandangan takjubnya. Karena meskipun asing, Sahara tidak bisa mengabaikan tentang betapa besar dan luar biasa mewahnya rumah Keith.
“Nyonya, mari lewat sini.” Seorang pelayan yang sedari tadi mengikuti sambil menyeret barang-barang mempersilakannya untuk berbelok ke salah satu koridor. Sahara menoleh, menemukan jika Keith melangkah ke arah yang berlawanan dengannya. Mengetahui hal tersebut Sahara sedikit bernapas lega. Setidaknya, ada jarak dan jeda di antara mereka tanpa harus selalu bertemu muka.
“Mulai sekarang ruangan ini akan menjadi kamar Anda.” Pelayan itu mendorong pintu terbuka, membiarkan Sahara masuk dan menjelajahi sesukanya. “Nyonya, sebelumnya izinkan saya memperkenalkan diri.”
Sahara berhenti dan menoleh, baru kali ini dia benar-benar dapat melihat dengan jelas penampilan pelayan itu. Dia adalah seorang gadis yang sangat cantik, dan juga sangat muda, yang membuat Sahara bertanya-tanya apakah semua pelayan di sini memiliki usia dan penampilan serupa?
“Nama saya Naina. Dulu saya melayani di sisi nyonya Kayla, tapi atas perintah dari tuan Keith mulai hari ini saya akan melayani Anda. Apa saja yang Anda butuhkan, dan jika menginginkan sesuatu, Anda dapat mengatakannya langsung kepada saya.”
Sahara memerhatikan saat gadis itu merendahkan bahu dan pandangan, tidak menatap langsung ke dalam matanya. Seragam pelayan yang digunakan cukup longgar dan juga labuh, tidak mencetak lekuk tubuh meskipun tanpa hijab yang menutup kepala. Namun, raut wajahnya sudah bebas dari ekspresi tegang setelah Keith tidak ada.
Mungkin karena gadis itu terlihat sopan, Sahara menyembunyikan sorot matanya yang rumit. Dia hanya mengangguk ringan sambil berkata, “Baik, terima kasih atas kerja kerasmu. Namaku Sahara.”
Selanjutnya, dia dibawa berkeliling untuk melihat setiap sudut rumah itu. Naina juga mengatakan padanya tentang beberapa tempat yang tidak boleh didatangi ketika Keith ada di rumah, halaman belakang dan kolam renang, meja makan dan ruang tamu, yang membuat Sahara berpikir jika dia praktis tidak diperkenankan untuk muncul di depan laki-laki itu.
Namun, Sahara tidak mempermasalahkannya. Dia dengan tenang mengangguk dan bahkan diam-diam bersorak. Ini yang terbaik untuk mereka, memang lebih baik untuk bertindak seperti ini, dia akan dengan senang hati mengurung diri di dalam sangkarnya.
Naina memberitahukan tentang tempat yang sama sekali tidak boleh didatangi sekalipun Keith tidak ada, yaitu kamar laki-laki itu dan sebuah ruangan di seberangnya, tepatnya dua buah ruangan tersebut ada di lantai dua.
Naina juga mengatakan jika kediaman besar ini sesungguhnya adalah milik Keith, sama sekali bukan rumah utama. Yang berarti bahwa laki-laki itulah kepala keluarga di rumah ini, tidak ada campur tangan dari orang tua dan saudaranya yang lain.
Setelah berkeliling dan kembali ke dalam kamar, akhirnya Sahara tidak bisa lagi menahan diri dari rasa penasaran. Dia membuat gadis pelayan itu tinggal sebentar lagi dan bertanya, “Aku menyadari kamu hanya menyebut sekali tentang Kayla. Di mana dia?”
Baru pada saat itulah Naina sedikit mengangkat wajah, tampaknya gadis itu memang sudah menunggu pertanyaan itu darinya. Naina tersenyum sedikit sebelum menjawab, “Nyonya tidak perlu khawatir tentang hal itu, tuan Keith tidak pernah mengizinkannya untuk memasuki kediaman ini. Nyonya Kayla selalu tinggal di kediaman utama, tidak berani datang kemari.”
Sahara terperangah mendengar pernyataan tersebut. Percakapan mereka berakhir tepat saat Keith tiba. Naina undur diri segera setelah Keith melewati ambang pintu dan menunduk semakin dalam ketika laki-laki itu berseberangan dengannya. Sahara bisa melihat dengan jelas jenis gerakan itu, kehadiran Keith membawa semacam reaksi tertentu dari pelayannya.
“Aku harap Naina sudah mengatakan semua hal penting itu padamu, tentang tempat-tempat yang bisa dan tidak seharusnya kamu injakkan kaki. Aku tidak sudi menyaksikan drama yang tidak perlu, jadi kamu bisa dengan sadar diri untuk tidak melakukan hal-hal bodoh.”
Sikap ini lagi. Sahara mengencangkan rahang dan menyembunyikan kepalan tangan di belakang punggungnya. Dia tidak pernah ingin melihat ke arah Keith dan memusatkan pandangan ke sudut ruangan.
“Aku menempatkanmu di rumah ini semata-mata karena perintah ibu, jadi jangan besar kepala dan menganggap dirimu lebih tinggi dari Kayla, kamu bahkan tidak bisa dibandingkan satu dari seratus persen dirinya.”
Suara Keith yang berbicara dengan nada rendah dan penuh penekanan menghantam harga diri Sahara yang memang tidak pernah berniat melakukan apa-apa. Bagaimana dia bisa menjelaskan dirinya sendiri di hadapan laki-laki itu? Serendah apa dia di matanya? Siapa di sini yang menjadi korban? Apakah Keith buta?
“Semua perkataanmu membuatku bertanya-tanya, bagian mana dari diriku yang terlihat ingin memanjat dan mengambil keuntungan? Kali ini kamu harus mendengarku, Keith–” Sahara mengerahkan semua keberanian untuk mengangkat kelopak matanya dan memasung kedua mata laki-laki itu dengan semua amarah yang berkumpul dalam dadanya.
“Asal kamu tahu, apakah kamu menganggapku lintah darat ataupun sejenis wanita murahan lainnya? Apakah kamu berpikir aku ini ingin mengambil keuntungan dari kekuasaan yang kamu miliki atau ingin merebut tempat berharga dari mereka yang kamu cintai? Faktanya, aku tidak peduli. Aku tidak ada hubungannya dengan semua itu,” lanjutnya.
Untuk kedua kalinya hari ini mereka berdiri berhadap-hadapan. Yang satu menatap ke bawah dengan sorot merendahkan, yang satu lagi mendongak dengan tatap sengit penuh perlawanan.
“Kamu bilang ibumu ingin aku mengandung seorang anak. Jadi aku hanya ingin bertanya, berapa harga yang keluargaku dapatkan dari menjualku?” lanjut Sahara, dia sudah lama bertanya-tanya hutang macam apa yang ayahnya miliki. Membiarkannya dinikahi oleh laki-laki semacam ini, dia benar-benar tidak habis pikir.
Keith berdiri tegak, raut wajahnya yang semula datar kini tampak ternoda oleh senyum tipis, geli sekaligus sinis. “Oh, aku ingin tahu apa yang akan kamu lakukan dengan itu.”
“Mungkin aku bisa membayarmu kembali. Lagi pula, pernikahan ini terjadi hanya karena alasan itu.”
Seringai Keith tampak semakin lebar, Sahara tahu itu tidak mungkin mudah baginya.
“Apakah kamu menyadari dari mana ayahmu mendapatkan uang untuk membangun kembali dan merenovasi beberapa bangunan pondok pesantren Jabal Nur? Tidak mungkin kamu berpikir uang sebesar itu jatuh begitu saja dari langit?” Keith memasukkan tangannya ke dalam saku, sekilas terlihat santai, tapi gerakan itu entah bagaimana membuat Sahara mundur satu langkah, bulu kuduknya meremang menerima tatapan Keith yang mengancam.
Sahara sudah menduga ada yang tidak biasa soal proyek besar-besaran yang sedang berlangsung dalam pondok pesantren milik ayahnya. Namun, dia tidak berharap jika hal tersebut akan berhubungan dengan Keith. Hanya dengan memikirkannya, seluruh punggungnya tiba-tiba diselimuti keringat dingin.
Sahara mencoba mengintip penampilan Keith, yang jelas merupakan gambaran dari sosok penguasa, yang berpikir dapat menggenggam apa saja dalam telapak tangannya, tapi Keith memang mampu. Sahara ketakutan hanya dengan memikirkannya.
Tanpa mengubah ekspresi, Keith melangkah maju sambil menyipitkan mata. “15 Miliar, bisakah kamu membayarnya?”
Dalam masa dua puluh enam tahun hidupnya, Sahara tidak pernah menyangka bahwa suatu hari dia akan terlibat dengan seorang lelaki seperti Keith, dengan pernikahan dan jumlah uang miliaran rupiah di antara mereka. Sahara tidak ingin terlihat lemah, meskipun begitu dia masih tidak bisa melakukan apa pun untuk keluar dari situasi ini. Keith masih dengan angkuh bertanya tentang bagaimana dia berencana untuk membayar uang sebanyak itu, Sahara tahu betapa konyol dia terlihat yang saat ini masih memiliki niat ingin menebus diri. “Siapa yang menyuruhmu untuk memiliki pikiran picik itu, hm? Kamu tidak benar-benar berpikir ingin membayarku kembali, kan?” Keith mendekatinya dengan tampang serupa, angkuh dan percaya diri. Melewati matanya, dia menatap Sahara seolah wanita itu adalah badut yang tidak tahu apa yang terbaik untuk dirinya sendiri. Keith menatap Sahara dengan sorot mata yang separuh tidak mengerti. “Tidakkah kamu seharusnya senang setelah menikah denganku?” Di dalam hati yang paling
“Masih marah padaku?” Duduk di ruang baca dan separuh merebahkan diri di atas sofa, adalah seorang wanita berambut panjang berwarna keemasan, dengan kontur wajah lembut dan lipstik yang merah menyala. Gaunnya menyebar menyentuh lantai, suasana di sekitarnya tampak malas dan santai. Dia memegang sebuah novel bersampul tebal dengan warna cerah, judul berbahasa inggris dicetak tebal dan tegak hingga Keith sulit untuk mengabaikannya. The Love Story, Alana Grey—begitu yang tertulis di sana, membuat Keith terpaksa memejam mata sejenak dan menghela napas panjang. “Kayla, aku sedang bertanya padamu.” Keith mengambil beberapa langkah maju, tetap meninggalkan jarak sekiranya Kayla yang duduk di sana tidak merasa kesal karena diganggu. Sama sekali tidak ada jejak ketidaksabaran dalam vokalnya yang berat, hanya suara bernada rendah yang sarat akan rindu. Kelopak matanya yang kerap setengah terangkat kini menatap terang-terangan ke arah Kayla, menantikan saat wanita itu mendongak dan tersenyum
“Lepaskan aku!” Sahara berteriak dan berusaha menarik tangannya agar lepas. Keith mencengkeram erat sekali, membuat Sahara yakin jika dia nekat menarik lebih keras maka pergelangan tangannya akan terkilir atau bahkan lepas. Keith tahu jika Sahara kesakitan, tapi dia tidak peduli. Melihat Sahara berani mengabaikan apa yang telah dia katakan, Keith marah dan ingin memberinya pelajaran.“Kamu berani berkeliling dan menunjukkan wajahmu di depanku bahkan setelah kuberi peringatan.” Keith menatap dengan berbahaya. Pergelangan tangan wanita itu terlalu tipis, akan patah jika dia mengerahkan sedikit lagi kekuatan untuk menyakitinya.“Aku tidak!” Sahara menyalak sambil melotot penuh permusuhan. Dengan mata memerah, dia ingin beringsut menjauh dari hadapan Keith, tatapan laki-laki itu yang menusuk membuat Sahara tak bisa berkutik. “Tanganku sakit, Keith ….” rintihnya.“Sakit, huh?” Keith menjebak Sahara diantara pintu kamar yang sudah dikunci. Lengannya mengapit wanita itu tanpa menyisakan jara
Seolah-olah seseorang baru saja membubuhkan kotoran tepat ke wajahnya, Sahara hanya ingin berlari ke kamar mandi dan membasuh diri saking merasa ternoda oleh pertanyaan sekaligus perbuatan Keith yang seolah buta pada penolakannya.. “Apakah kamu anjing?!” Tanpa sadar nada suaranya naik beberapa oktaf dengan kata-kata kasar yang keluar diluar kendali, Sahara menatap horor pada Keith yang mendorongnya semakin ke tepi. Dia lupa jika yang berada di atasnya adalah seorang pria dengan status suami, Keith bisa menunaikan haknya, sedangkan Sahara yang berusaha menolak dan merasa jijik justru akan menjadi orang yang berdosa. Sahara hanya merasa seolah-olah dia perempuan macam apa, yang begitu hina dan dihinakan dengan perlakukan semacam ini. “Dari awal aku sudah bilang jangan muncul di mana pun saat aku sedang di rumah, tapi kamu berlaku seolah perkataanku bukan apa-apa. Jadi, apakah kamu berharap aku akan menyentuhmu? Ingin aku membasuh dahagamu seperti ini?” Sahara sudah tidak bisa diam
“Apakah kamu tahu apa yang akan terjadi jika Keith tidak mengikat pergelangan tanganmu?”Pertanyaan pertama yang didengar Sahara setelah beberapa saat dia sadar dari pingsan datang dari seorang wanita berjas putih yang duduk di samping tempat tidurnya. Sahara tidak menjawab, tapi diamnya sudah cukup untuk membuat orang lain mengerti.“Aku adalah dokter pribadi yang bekerja untuk tuan Keith. Namaku Eveline, panggil saja aku Eve.” Eve adalah seorang dokter yang biasanya tidak terlalu suka menjaga formalitasnya, bahkan setelah bertahun-tahun bekerja di bawah naungan Keith, meskipun begitu dia tidak pernah mengatakan sesuatu yang melewati batasnya.Ada berbagai macam situasi yang selama ini dia jumpai dalam keluarga tersebut, dan biasanya tidak pernah separah ini. Paling banter adalah Kayla yang saat itu katanya salah mengira pil kontrasepsi sebagai obat kesuburan. Keith tersulut emosi dan terlanjur menampar istrinya tersebut hingga kepala Kayla terdorong ke samping dan membentur kisi je
“Kayla tidak mungkin melakukan hal bodoh itu, jangan mencoba menipuku!” Satu langkah mendekat yang diambil Keith membuat Naina gemetar tanpa sadar, wajahnya pucat dengan keringat dingin yang mengalir deras. “Apakah ibu? Ibuku yang menyuruhmu menuntunnya ke sana?!” Pertantaan Keith bergema lantang, membuat Naina berjengit sembari mengangguk-anggukan kepalanya dengan kuat.“Benar, Tuan! Nyonya besar yang menyuruhku, nyonya besar yang mengirimiku pesan untuk membuat nyonya Sahara dan Tuan tidur bersama.” Naina tidak berani lagi berbohong. Dia lelah diancam di sana-sini, belum lagi jika tuan besar sendiri yang memberi perintah, rasanya Naina ingin berhenti bekerja saat itu juga.Keith menarik kembali auranya yang berbahaya, dan mengusir Naina keluar dengan gigi terkatup. •••“Di mana menantu ibu? Keith, cepat panggil istrimu kemari.” Keith tidak terkejut dengan kedatangan ibunya pagi ini. Namun, dia terkejut dengan barang bawaan yang lumayan banyak, di saat sebelumnya ibunya hanya mem
Sahara menyingkirkan kantong kertas yang berisi segala macam obat herbal pendukung kesuburan yang dibawakan Raina untuknya. Ada juga beberapa helai jubah tidur berbahan sutera, Sahara bahkan tidak berani melirik untuk kali kedua, apalagi untuk memakainya.“Nyonya, nyonya besar menyuruh saya untuk membuatkan obat herbal dan meminta Nyonya agar meminumnya satu kali sehari, apakah tidak apa-apa?” Sahara menoleh saat Naina berdiri di depan pintu kamarnya. Dia membiarkan gadis pelayan itu menyimpan obat-obat tersebut di ruang dapur, dan menyimpan yang lain di dalam kamarnya. “Aku tidak akan meminum obat pahit itu lagi.” Sahara mengernyit, masih tertinggal rasa pahit dan asam yang beberapa saat lalu bersentuhan dengan lidahnya. Sahara memperhatikan saat Naina tampak ragu-ragu ingin mengatakan sesuatu. Dia meletakan bingkisan terakhir ke dalam lemari sebelum menoleh ke arah Naina sekali lagi.“Apa ada hal lain yang ingin kamu katakan?”Sahara tidak bisa tidak mengingat apa yang terjadi ke
“Berpakaian begitu tertutup, apakah kamu takut aku akan memakanmu?”Keith yang baru saja keluar dari kamar mandi, tersenyum miring pada Sahara yang berdiri kaku di depan pintu kamarnya.“Di mana aku harus tidur?” tanya Sahara, mengalihkan pandangan ke arah lain dari setengah tubuh Keith yang terbuka. Setelah kejadian tempo hari, Sahara telah kehilangan satu perempat bagian rasa gugupnya saat berhadapan dengan Keith. Namun, dia tetap akan rakut jika pria itu mulai mendekat dan mengintimidasinya dengan sentuhan.Keith melangkah ke arah ruang ganti, melepaskan handuknya begitu saja, dan dengan santai memilih piama untuk dikenakan. Tatapannya tertuju pada selimut yang terlipat rapi di kolong paling bawah, memikirkan sesuatu, tapi tidak memutuskan apa-apa.“Tidur saja di atas tempat tidurku, kecuali jika kamu ingin tidur di sofa atau bahkan di lantai dingin itu.” Keith menunjuk kedua tempat tersebut dengan ujung matanya, dia sendiri berjalan menuju tempat tidur dan duduk bersandar di sana