Share

Bab 3. Hanya Seorang Janda

Rumah besar itu asing, suasananya asing, dan setiap orang yang dijumpainya juga asing. Sahara masih merasa seolah dia sedang bermimpi, mimpi buruk yang suatu waktu dia dapat terbangun dan kembali bernapas lega. Namun, dia tahu semua ini nyata. Bahwa tempat asing ini akan menjadi sangkar barunya, nerakanya.

Sejak mereka tiba dan memasuki kediaman, Keith terus berjalan di depan dan tak pernah berbicara. Jadi Sahara juga hanya bisa diam, memberanikan diri melihat ke sekeliling dengan pandangan takjubnya. Karena meskipun asing, Sahara tidak bisa mengabaikan tentang betapa besar dan luar biasa mewahnya rumah Keith. 

“Nyonya, mari lewat sini.” Seorang pelayan yang sedari tadi mengikuti sambil menyeret barang-barang mempersilakannya untuk berbelok ke salah satu koridor. Sahara menoleh, menemukan jika Keith melangkah ke arah yang berlawanan dengannya. Mengetahui hal tersebut Sahara sedikit bernapas lega. Setidaknya, ada jarak dan jeda di antara mereka tanpa harus selalu bertemu muka. 

“Mulai sekarang ruangan ini akan menjadi kamar Anda.” Pelayan itu mendorong pintu terbuka, membiarkan Sahara masuk dan menjelajahi sesukanya. “Nyonya, sebelumnya izinkan saya memperkenalkan diri.”

Sahara berhenti dan menoleh, baru kali ini dia benar-benar dapat melihat dengan jelas penampilan pelayan itu. Dia adalah seorang gadis yang sangat cantik, dan juga sangat muda, yang membuat Sahara bertanya-tanya apakah semua pelayan di sini memiliki usia dan penampilan serupa?

“Nama saya Naina. Dulu saya melayani di sisi nyonya Kayla, tapi atas perintah dari tuan Keith mulai hari ini saya akan melayani Anda. Apa saja yang Anda butuhkan, dan jika menginginkan sesuatu, Anda dapat mengatakannya langsung kepada saya.”

Sahara memerhatikan saat gadis itu merendahkan bahu dan pandangan, tidak menatap langsung ke dalam matanya. Seragam pelayan yang digunakan cukup longgar dan juga labuh, tidak mencetak lekuk tubuh meskipun tanpa hijab yang menutup kepala. Namun, raut wajahnya sudah bebas dari ekspresi tegang setelah Keith tidak ada.

Mungkin karena gadis itu terlihat sopan, Sahara menyembunyikan sorot matanya yang rumit. Dia hanya mengangguk ringan sambil berkata, “Baik, terima kasih atas kerja kerasmu. Namaku Sahara.”

Selanjutnya, dia dibawa berkeliling untuk melihat setiap sudut rumah itu. Naina juga mengatakan padanya tentang beberapa tempat yang tidak boleh didatangi ketika Keith ada di rumah, halaman belakang dan kolam renang, meja makan dan ruang tamu, yang membuat Sahara berpikir jika dia praktis tidak diperkenankan untuk muncul di depan laki-laki itu.

Namun, Sahara tidak mempermasalahkannya. Dia dengan tenang mengangguk dan bahkan diam-diam bersorak. Ini yang terbaik untuk mereka, memang lebih baik untuk bertindak seperti ini, dia akan dengan senang hati mengurung diri di dalam sangkarnya. 

Naina memberitahukan tentang tempat yang sama sekali tidak boleh didatangi sekalipun Keith tidak ada, yaitu kamar laki-laki itu dan sebuah ruangan di seberangnya, tepatnya dua buah ruangan tersebut ada di lantai dua.

Naina juga mengatakan jika kediaman besar ini sesungguhnya adalah milik Keith, sama sekali bukan rumah utama. Yang berarti bahwa laki-laki itulah kepala keluarga di rumah ini, tidak ada campur tangan dari orang tua dan saudaranya yang lain.

Setelah berkeliling dan kembali ke dalam kamar, akhirnya Sahara tidak bisa lagi menahan diri dari rasa penasaran. Dia membuat gadis pelayan itu tinggal sebentar lagi dan bertanya, “Aku menyadari kamu hanya menyebut sekali tentang Kayla. Di mana dia?”

Baru pada saat itulah Naina sedikit mengangkat wajah, tampaknya gadis itu memang sudah menunggu pertanyaan itu darinya. Naina tersenyum sedikit sebelum menjawab, “Nyonya tidak perlu khawatir tentang hal itu, tuan Keith tidak pernah mengizinkannya untuk memasuki kediaman ini. Nyonya Kayla selalu tinggal di kediaman utama, tidak berani datang kemari.”

Sahara terperangah mendengar pernyataan tersebut. Percakapan mereka berakhir tepat saat Keith tiba. Naina undur diri segera setelah Keith melewati ambang pintu dan menunduk semakin dalam ketika laki-laki itu berseberangan dengannya. Sahara bisa melihat dengan jelas jenis gerakan itu, kehadiran Keith membawa semacam reaksi tertentu dari pelayannya.

“Aku harap Naina sudah mengatakan semua hal penting itu padamu, tentang tempat-tempat yang bisa dan tidak seharusnya kamu injakkan kaki. Aku tidak sudi menyaksikan drama yang tidak perlu, jadi kamu bisa dengan sadar diri untuk tidak melakukan hal-hal bodoh.”

Sikap ini lagi. Sahara mengencangkan rahang dan menyembunyikan kepalan tangan di belakang punggungnya. Dia tidak pernah ingin melihat ke arah Keith dan memusatkan pandangan ke sudut ruangan.

“Aku menempatkanmu di rumah ini semata-mata karena perintah ibu, jadi jangan besar kepala dan menganggap dirimu lebih tinggi dari Kayla, kamu bahkan tidak bisa dibandingkan satu dari seratus persen dirinya.”

Suara Keith yang berbicara dengan nada rendah dan penuh penekanan menghantam harga diri Sahara yang memang tidak pernah berniat melakukan apa-apa. Bagaimana dia bisa menjelaskan dirinya sendiri di hadapan laki-laki itu? Serendah apa dia di matanya? Siapa di sini yang menjadi korban? Apakah Keith buta?

“Semua perkataanmu membuatku bertanya-tanya, bagian mana dari diriku yang terlihat ingin memanjat dan mengambil keuntungan? Kali ini kamu harus mendengarku, Keith–” Sahara mengerahkan semua keberanian untuk mengangkat kelopak matanya dan memasung kedua mata laki-laki itu dengan semua amarah yang berkumpul dalam dadanya.

 “Asal kamu tahu, apakah kamu menganggapku lintah darat ataupun sejenis wanita murahan lainnya? Apakah kamu berpikir aku ini ingin mengambil keuntungan dari kekuasaan yang kamu miliki atau ingin merebut tempat berharga dari mereka yang kamu cintai? Faktanya, aku tidak peduli. Aku tidak ada hubungannya dengan semua itu,” lanjutnya.

Untuk kedua kalinya hari ini mereka berdiri berhadap-hadapan. Yang satu menatap ke bawah dengan sorot merendahkan, yang satu lagi mendongak dengan tatap sengit penuh perlawanan. 

“Kamu bilang ibumu ingin aku mengandung seorang anak. Jadi aku hanya ingin bertanya, berapa harga yang keluargaku dapatkan dari menjualku?” lanjut Sahara, dia sudah lama bertanya-tanya hutang macam apa yang ayahnya miliki. Membiarkannya dinikahi oleh laki-laki semacam ini, dia benar-benar tidak habis pikir.

Keith berdiri tegak, raut wajahnya yang semula datar kini tampak ternoda oleh senyum tipis, geli sekaligus sinis. “Oh, aku ingin tahu apa yang akan kamu lakukan dengan itu.”

“Mungkin aku bisa membayarmu kembali. Lagi pula, pernikahan ini terjadi hanya karena alasan itu.”

Seringai Keith tampak semakin lebar, Sahara tahu itu tidak mungkin mudah baginya. 

“Apakah kamu menyadari dari mana ayahmu mendapatkan uang untuk membangun kembali dan merenovasi beberapa bangunan pondok pesantren Jabal Nur? Tidak mungkin kamu berpikir uang sebesar itu jatuh begitu saja dari langit?” Keith memasukkan tangannya ke dalam saku, sekilas terlihat santai, tapi gerakan itu entah bagaimana membuat Sahara mundur satu langkah, bulu kuduknya meremang menerima tatapan Keith yang mengancam.

Sahara sudah menduga ada yang tidak biasa soal proyek besar-besaran yang sedang berlangsung dalam pondok pesantren milik ayahnya. Namun, dia tidak berharap jika hal tersebut akan berhubungan dengan Keith. Hanya dengan memikirkannya, seluruh punggungnya tiba-tiba diselimuti keringat dingin.

Sahara mencoba mengintip penampilan Keith, yang jelas merupakan gambaran dari sosok penguasa, yang berpikir dapat menggenggam apa saja dalam telapak tangannya, tapi Keith memang mampu. Sahara ketakutan hanya dengan memikirkannya.

Tanpa mengubah ekspresi, Keith melangkah maju sambil menyipitkan mata. “15 Miliar, bisakah kamu membayarnya?”

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status