Setelah membeli dua buah bohlam Reza kembali ke rumah Ruby dan hari sudah malam. Ketika ia akan keluar dari mobilnya, ponselnya kembali berdering dan itu adalah telepon dari Aliya.“Aliya? Apa dia sudah pulang?” gumam Reza. Dia pun mengangkat telepon dari istrinya tersebut setelah seharian ini tak bisa menghubunginya.“Halo Aliya?”“Kamu di mana sekarang?” tanya Aliya cepat.“Aku—“ Reza ragu untuk menjawabnya. Dia takut mungkin Aliya akan salah paham padanya jika ia mengatakan yang sebenarnya. “Di rumah Ruby?” Reza terkejut ketika Aliya menanyakan hal itu. Mungkinkah Aliya menngetahuinya dari ibunya? Dia lalu berpikir mungkin tak apa jujur pada Aliya, karena toh dia yang sudah menjodohkan Ruby padanya.“Iya. Aku baru mau mengganti—”“Cepat pulang sekarang,” potong Aliya. Dia tak mau jika Reza berlama-lama berada di dekat Ruby. Bukan karena dia tak percaya diri. Namun mendengar hal itu rasanya sangat mengesalkan baginya.“Baiklah.” Reza menghela napas pelan. Dia tak mau membuat istri
“Aku akan pulang larut,” kata Aliya ketika ia berpamitan pada Reza untuk melakukan pekerjaannya. Karena pekerjaannya kali ini di daerah yang cukup jauh,“Menginaplah di hotel, kamu bisa kembali keesokkan harinya.” Reza yang merasa khawatir Aliya akan kelelahan memintanya untuk tidak pulang. Karena jika Aliya memaksakan diri untuk pulang, sudah pasti Aliya akan sampai di rumah sangat larut.“Kenapa? Agar kamu bisa bertemu dengan Ruby? Atau mengajaknya menginap di sini?” Reza mengerutkan keningnya ketika mendengar Aliya mencurigainya lagi seperti itu. Padahal saat ini Reza sama sekali tidak memikirkan Ruby sama sekali. “Aku tidak mengerti dengan kamu Aliya,” ungkap Reza pelan.“Tidak mengerti apa?”“Kamu yang menyuruhku untuk menikahi Ruby. Dan sekarang kamu cemas jika aku bertemu dengannya. Kalaupun aku dan Ruby bertemu, bukankah itu tidak masalah karena kamu menyuruhku untuk memiliki anak darinya?”“Za!!” Aliya benar-benar kesal ketika Reza mengatakan hal itu. Dia merasa jika Reza
Ternyata langkah kaki Reza lebih cepat dari pikirannya. Kini dia bahkan sudah berdiri di depan Ruby yang bingung dengan kedatangan Reza yang tidak ia sangka.“Maaf, aku tiba-tiba datang,” ucap Reza ketika Ruby terlihat bingung melihat kedatangannya.“Oh, tidak apa-apa. Duduklah.” Ruby mempersilahkan Reza untuk duduk di teras, dan karena ia masih tak menyangka Ruby justru bingung dengan apa yang harus dilakukannya saat ini.“Ah, mau minum apa?” tanya Ruby pada akhirnya setelah dia cukup lama berpikir.“Apa saja,” jawab Reza. Dia sudah duduk dan juga bingung apa yang akan dikatakannya pada wanita itu setelah ini.“Tunggu sebentar.” Ruby segera masuk ke dalam rumahnya untuk membuatkan minum untuk Reza.Di dapur Ruby masih merasa tidak percaya jika Reza benar-benar datang ke rumahnya. Dia lalu berpikir mungkin Reza datang karena ada urusan penting dengannya. Karena tak mungkin laki-laki itu tiba-tiba datang hanya untuk bertemu dengannya.Setelah selesai membuat teh Ruby meletakkan cangki
Setelah berdebat cukup lama, Aliya akhirnya menyerah dan membiarkan Sean mengambil alih kemudi. Tak seperti biasanya, selama ini Aliya bahkan tak pernah memperbolehkan orang lain menyentuh barang pribadinya. Namun kali ini Sean justru memakai mobilnya. Yang mana ia tidak tahu Sean adalah tipe pengemudi yang seperti apa.“Awas saja kalau sampai mobilku tergores sedikitpun,” ancam Aliya ketika mobil sudah mulai berjalan. Dia sangat cemas meski Sean merasa mobil Aliya tak begitu spesial.“Tenang saja nona, percaya padaku. Aku ini pengemudi yang sangat baik,” ucap Sean menenangkan Aliya yang masih terlihat tegang.“Bagaimana aku bisa tenang. Kita tidak sedekat itu sampai aku membiarkanmu mengemudikan mobilku.”Sean keluar dari daerah zona bencana dengan lihai dan masuk ke jalan raya yang lengang.“Bagaimana?” tanya Sean yang ingin menyombong.“Hmm, lumayan,” sahut Aliya terpaksa.Percakapan di antara keduanya berakhir dan membuat situasi di dalam mobil itu menjadi sunyi. Sean yang penasar
Aliya berlari keluar dan sudah tak melihat Sean ada di sana. Dia pun mencoba untuk menghubungi nomor laki-laki itu namun tidak tersambung membuatnya semakin cemas. Hingga Reza tiba-tiba menarik lengannya dan membuat Aliya menoleh ke belakang.“Kenapa kamu ini?” tanya Reza tak mengerti.“Kenapa kamu membiarkannya pergi begitu saja?”Pertanyaan dari Aliya membuat kening Reza mengerut begitu dalam.“Lalu apa aku harus memintanya menginap di sini?”“Bukan begitu.”“Kalau begitu apa? Kenapa kamu begitu mencemaskannya?”“Dompetnya dicuri, dia tidak punya uang bagaimana dia bisa pulang ke rumahnya!”Reza tersentak. Ternyata apa yang dipikirkannya tidaklah benar.“Jadi kamu mencemaskannya karena hal itu?”“Tentu saja, memangnya kenapa lagi?”Reza mengusap wajahnya dengan tangan untuk menjernihkan pikirannya. Entah kenapa dia sempat berpikir yang tidak-tidak mengenai istrinya sendiri.“Kita harus mencarinya Za,” ucap Aliya kemudian.Reza melirik jam dinding yang sudah menujukkan hampir pukul e
“Sean, bangun Sean!” seru Aliya sambil menggedor pintu kamar Sean.“Maaf, tapi wanita dilarang masuk ke sini,” kata laki-laki yang tadi ditemui Aliya. Namun Aliya sama sekali tidak peduli. Dia hanya ingin memastikan apa yang terjadi pada Sean hingga membuatnya tak bisa keluar dari kamarnya.“Itu tidak penting sekarang. Cepat cari kunci cadangannya!”“Cuma ibu pemilik kost yang punya kunci cadangannya.”“Terus kalian hanya diam saja kalau Sean sampai mati di dalam sana?”“Hah?” Semua orang yang ada di sana tersentak mendengar perkataan dari Aliya.“Cepat dobrak pintunya!” seru Aliya sudah tak sabar lagi.“I—iya.” Laki-laki itu dan juga beberapa anak kost lainnya pun saling membantu untuk mencobrak pintu kamar Sean. Mereka mencoba beberapa kali sementara Aliya hanya bisa menunggu dengan tegang. Hingga tak lama kemudian, pintu berhasil terbuka dan mata Aliya melebar ketika melihat Sean yang pingsan di lantai kamar kostnya.“Sean!” Aliya masuk ke dalam kamar Sean dan bingung harus bagaim
Aliya baru saja kembali dari membeli nasi bungkus. Dia menggerutu sepanjang jalan karena tak menyangka jika ia akan menuruti permintaan Sean tanpa mengatakan apa-apa.“Cih, aku terlalu baik,” gumam Aliya sambil menatap nasi bungkus yang diangkatnya sampai di depan wajahnya. Langkahnya tiba-tiba berhenti ketika ia sudah berada tepan di depan ruang UGD di mana Sean berada. Dia benar-benar tak menyangka kebetulan seperti ini nyata terjadi.“Reza?” desis Aliya ketika melihat suaminya baru saja keluar dari ruang UGD.“Aliya? Kamu kenapa ada di sini? Bukankah kamu sedang ada di kantor?”“Itu—“ Aliya bingung bagaimana harus menjelaskannya. Atau lebih tepatnya ia harus memulai dari mana. Banyak hal terjadi hari ini membuatnya sampai berada di rumah sakit tersebut. Dan itu semua berhubungan dengan Sean yang sempat membuat Reza berpikir buruk padanya.“Kamu sendiri kenapa ada di sini?” Aliya balik bertanya.“Vertigo ibu kambuh,” jawab Reza.Aliya terkejut. Bagaimana bisa ibu mertuanya juga ber
“Sean!” Aliya membuka tirai dari bilik Sean namun tak menemukan laki-laki itu di sana.“Ke mana dia?” gumam Aliya heran. Dia pun memanggil perawat yang lewat dan menanyakan keberadaan Sean yang tadinya masih berbaring di sana.“Pasien yang ada di sini di mana ya sus?” “Sudah pulang bu. Beberapa menit yang lalu,” jawab sang perawat kemudian berlalu meninggalkan Aliya yang masih membatu.“Sudah pulang? Bagaimana dengan tas dan ponselku.” Selain dompet, dia juga meninggalkan kunci mobilnya di dalam tas karena ia hanya pergi untuk membeli makanan di warung nasi yang berada tak jauh dari rumah sakit itu. Sekarang dia bingung bagaimana ia bisa bertemu dengan Sean setelah ini.“Ah, lupakan sajalah. Biar aku temui dia besok di kantor,” pikir Aliya. Dia sudah tak mau tahu tentang Sean saat ini. Ada hal lain yang harus dia khawatirkan yaitu Ruby yang sebentar lagi datang ke rumahnya.“Aliya? Kamu kenapa ada di sini? Aku mencarimu di depan toilet wanita tapi kamu tak kunjung keluar. Ternyata ka