Esok harinya, Sean baru saja sampai di kota K tempat kerja barunya selama satu tahun ke depan. Dia menatap pintu masuk studio yang tak begitu besar, namun tak juga terbilang kecil. Setelah menarik napas panjang, lelaki itu mendorong pintu berfilter hitam itu dan masuk untuk menyapa penyiar yang akan bekerja dengannya hari ini.Sean masuk dan melihat studio radio yang menyala. Seorang wanita duduk di sana dan sedang membicarakan sesuatu dengan salah satu staff. Rasanya tak percaya, Sean membeku di tempatnya dan menatap lama Aliya yang belum menyadari kehadiran Sean di sana. Aliya sendiri tidak tahu jika Sean lah yang akan menjadi kameramennya selama di sana.Aliya tanpa sengaja menatap ke depan dan melihat Sean yang masih berdiri di tempatnya. Wanita itu tersenyum dan melambaikan tangannya, membuat jantung Sean tiba-tiba berdesir. Dia salah tingkah hingga tak membalas sapaan dari Aliya.“Takdir macam apa ini?” gumam Sean seakan tak percaya dengan apa yang dilihatnya saat ini. Entah har
“Aku tidak mau punya anak.” Aliya mengatakannya tanpa rasa bersalah sedikitpun.“Apa kamu bilanng?” Reza menoleh ke arah istrinya yang baru dinikahinya selama enam bulan itu. Dia tidak mengira jika istrinya akan menjawab seperti itu, ketika dia menanyakan soal anak.“Bukankah aku sudah mengatakannya cukup jelas. Aku tidak mau punya anak. Mereka akan menghalangi karirku.”Reza terdiam. Dia tidak tahu harus mengatakan apa saat ini. Sebelum menikah mereka memang tidak pernah membahas soal keturunan. Dan Reza juga tak mengetahui jika istrinya tersebut selalu meminum obat kontrasepsi agar tidak bisa hamil.Reza kemudian berpikir ketika ibunya menanyakan soal cucu. Ia sudah ingin menimang cucu kandung seperti teman-temannya yang lain. Saat itu Reza mengatakan pada ibunya jika dia akan membicarakan hal itu dengan Aliya. Namun Reza tak mengira jika Aliya memang tak ingin m
Situasi di rumah yang selama ini hangat dan penuh canda tawa, tiba-tiba menjadi tegang. Dada Aliya naik turun karena emosi yang ia tahan. Sedangkan Reza dan ibunya tampak biasa saja.“Maaf, sepertinya aku butuh istirahat. Aliya permisi bu.” Setelah mengatakan hal tersebut Aliya meninggalkan meja makan dan menaiki tangga lalu masuk ke dalam kamarnya.Yulia menatap anak laki-lakinya dengan pandangan yang seolah tak percaya.“Kenapa Aliya berubah tidak sopan begitu? Apa karena dia bekerja, jadi dia menyepelekan kamu?”“Tidak bu. Aliya pasti sedang kelelahan. Nanti biar Reza yang bilang ke Aliya masalah ini. Ibu jangan menekannya ya.” Setidaknya Reza masih berusaha untuk melindungi istrinya. Karena memang dia sangat mencintai Aliya.“Ibu tidak menekannya Za. Ibu cuma mau cucu. Dan itu kan sudah menjadi tugas dia sebagai istri kamu. Bukan mala
“Apa?! Masa cuma begini sampai tiga hari?” Aliya meradang, ketika karyawan service ponsel tersebut mengatakan jika butuh waktu tiga hari untuk memperbaiki ponselnya.“Kalau ibu tidak mau silahkan ke service center lain. Pasti sama kok, paling cepat tiga hari pengerjaanya. Karena ponsel ini keluaran terbaru, dan belum banyak yang memiliki alatnya untuk mengganti layarnya.”“Sudahlah Al, tidak apa-apa. Cuma retak layarnya, masih bisa dipakai kan?” Vanya yang saat itu menemani temannya tersebut untuk memperbaiki ponselnya merasa kesal juga dengan sikap Aliya yang berlebihan.“Kamu seperti baru mengenalku saja Van, aku tidak mau melihat sesuatu yang tidak sempurna seperti ini.”Aliya berpikir sejenak. Sepertinya tidak apa-apa dia menaruh ponselnya di sana selama tiga hari. Toh kantornya akan menghubunginya melalui Vanya.“Ya sudah
Aliya sedang membaca naskahnya untuk event hari pertama yang diselenggaran hari ini. Ketika dia sedang duduk sendiri, tiba-tiba seorang lelaki berdiri di depannya. Meskipun ia tak menatapnya, namun Aliya yakin jika orang tersebut adalah laki-laki, tercium dari aroma parfume maskulinnya sama dengan yang Reza pakai.“Selamat siang, saya Sean Ravindra kameramen yang baru bergabung hari ini. Salam kenal dan mohon bantuannya.” Laki-laki itu menyapa dengan sopan dan semangat. Mungkin karena ini adalah pekerjaan pertamanya.“Hmm,” sahut Aliya tanpa menoleh. Dia masih fokus dengan naskah yang dia baca.Sean masih berdiri di depan Aliya. Dia ingin mengatakan sesuatu tapi ragu karena sepertinya wanita tersebut tidak menyambutnya dengan baik.Sampai akhirnya Aliya menoleh ke arah Sean, karena laki-laki itu tak kunjung pergi setelah menyapanya.“Apa lagi?&
“Aliya!” Ini adalah suara tertinggi yang pernah Reza keluarkan untuk istrinya, “Apa-apaan kamu ini?”Aliya sama sekali tak menghiraukan suaminya yang terus mengatakan rasa keberatannya akan keputusan istrinta tersebut. Fokus Aliya masih menatap ibu mertuanya yang tak bisa berhenti menatapnya dengan tegang.“Ibu cukup, lebih baik ibu pulang dulu sekarang. Biar Reza bicara berdua sama Aliya.” Tanpa menunggu persetujuan dari ibunya, Reza membawa istrinya masuk ke dalam kamar.Apa yang baru saja dikatakan oleh Aliya, sama sekali tak bisa ia terima dengan akal sehatnya. Bagiamana mungkin istri yang sangat dicintainya selama ini tega mengatakan hal seperti itu di depannya sendiri.“Lepasin Za, sakit!” Aliya melepaskan cengkeraman tangan Reza pada pergelangan tangannya.“Bilang padaku kalau apa yang kamu katakan tadi cuma bercanda.&r
“Kamu pasti mau kan?” Aliya meraih pergelangan tangan Rubi dan mencengkeramnya dengan kuat. Sehingga Rubi yang terkejut pun sontak melangkahkan satu kakinya ke belakang.“Jangan membuatku takut! Ada apa dengan kamu sebenarnya?” Rubi benar-benar tidak mengerti dengan sikap Aliya kali ini. Apa benar wanita itu serius ingin mencarikan istri untuk suaminya? Tapi kenapa?Berbagai pertanyaan itu terus bersarang di kepala Rubi saat ini. Dia dapat melihat tatapan mata Aliya yang tampak memohon padanya.“Tolong kamu terima tawaran aku ini. Aku janji aku akan melunasi semua hutang kamu, dan memberikanmu hidup yang lebih layak dari pada kehidupanmu saat ini.”Perkataan dari Aliya membuat Rubi teringat dengan pekerjaan kotornya selama ini. Selama dia bekerja sebagai wanita malam dia selalu menangisi nasibnya setelah selesai melayani pelanggan hidung belang yang datang padanya.Dia bukannya tak ingin mencari pekerjaan lainnya. Rubi sudah pernah mencobanya, namun dia selalu gagal karena latar belak
Malam harinya Aliya sudah sampai di depan rumah Ruby pukul tujuh malam kurang lima menit. Dia menatap jam tangan mahal yang melingkar di tangannya. Jari-jarinya yang lentik ia ketukkan berkali-kali di kemudi setirnya, menunggu waktu yang tepat untuk keluar agar ia tak perlu membuang-buang waktunya menunggu di rumah kumuh itu.Dan setelah waktu sudah menunjukkan pukul tujuh tepat, Aliya keluar dari dalam mobilnya. Ia menurunkan satu persatu kakinya yang mengenakan sepatu heels edisi terbatas yang hanya ada lima di Indonesia. Aliya melakukannya bukan tanpa alasan. Ia ingin dirinya tetap menjadi pusat perhatian meskipun akan ada dua wanita dalam rumahnya nanti.Belum sempat Aliya mengetuk pintu rumah Ruby, pintu sudah lebih dulu terbuka. Ruby keluar dengan penampilan barunya. Rambutnya yang sebelumnya berwarna terang kini sudah ia cat menjadi warna hitam kecokelatan. Ruby juga mengenakan dress berwarna hitam di bawah lutut dan sepatu berwarna senada.Aliya menatap wanita di yang berdiri