Matahari telah berganti tugas dengan bulan untuk menaungi bumi. Hujan rintik-rintik terasa sangat mendayu, menyapa malam dengan syahdu. Membuat hati perih Dyandra sedikit lebih dingin saat ia termenung seorang diri di pinggir kolam renang. Di tempat yang sama ini, waktu itu ia pertama kali memergoki Arka sedang melirik, memperhatikan lekukan Indah pada bagian belakang Cersey yang menyembul padat berisi. Embusan napas berat dibuang bersama segenap emosi kekecewaan. Setitik rasa perih ikut lepas di dalamnya. Bila menghilang dari muka bumi bisa dilakukan dengan mudah, maka Dyandra akan melakukannya detik ini juga. “Sedang apa di sini, Yank?” Arka berdiri di pintu teras, memandangi istrinya lekat. Merenung seorang diri di pinggir kolam seperti ini sangat jarang dilakukan oleh Dyandra. Kursi kosong di sebelah meja bulat kecil diduduki oleh Arka. Keduanya berdampingan, sama-sama menatap bulan yang remang terselip di balik kabut awan. “Aku akan pergi ke luar kota selama dua hari. Ada ca
Kebakaran di gerai cabang luar kota membuat Dyandra sudah hadir di ariport sejak matahari belum naik sempurna. Kondisi bandara yang masih relatif sepi membuatnya bisa menikmati musik melalui earphone sekaligus mengecek beberapa detail pekerjaan melalui ponselnya.Namun, kehadiran seseorang yang sama sekali tidak ia harapkan untuk muncul mendadak muncul, mengulik semua ketenangan yang ia miliki. “Kamu sedang apa disini?” seru Dyandra tidak percaya matanya sendiri.Senyuman dingin terbit di wajah maskulin Skylar. Ia kemudian mendudukkan tubuh tegap dan harum miliknya di sebelah Dyandra. “Aku ikut denganmu melihat cabang yang terbakar,” jawabnya tenang memperhatikan sekeliling. “Hah? Kamu tahu dari mana ada cabang yang terbakar?” Dyandra semakin bingung. “Rupanya kakak tercintamu itu, berhasi meyakinkan kedua orang tua kita agar mengikutsertakan aku dalam masalah ini,” terang Skylar. “Jadilah aku terjebak denganmu sampai dua hari ke depan!” tutupnya terdengar ketus, tetapi menc
Sampai masuk ke pesawat dan menemukan bahwa ternyata mereka duduk berdampingan, keduanya tetap melakukan aksi diam. Dyandra memilih duduk di dekat jendela. Perjalanan selama dua jam ke depan, akan menjadi panjang. Ia memutuskan untuk memejamkan mata sebentar. Tadi malam, ia tidak bisa tidur. Memikirkan betapa Arka akan bebas bersama Cersey selama dua malam. Secara gila, memikirkan apa saja yang akan dilakukan oleh suaminya itu bersama wanita selingkuhan tidak tahu malu? Gaya apa yang akan mereka lakukan nanti? Woman On Top, Oral Service?Jijik! Dyandra merasa jijik dengan bayangannya sendiri! Ia memejamkan mata sambil memaki dirinya agar tidak lagi memikirkan gaya bercinta apa yang akan dilakukan oleh sang suami.Lelah membayangkan semua hal gila yang bisa saja terjadi, ia mulai membayangkan bayi mungil di dalam rahim Cersey. Hasil buah cintanya dengan Arka. Intisari tubuhnya dengan Arka yang disatukan dalam rahim perempuan lain. Meski perempuan itu telah memporak-porandakan seluruh
Dyandra terkejut setengah mati dengan jawaban itu. Akan tetapi, ia tidak ingin menjawab atau meladeni ucapan Skylar. Hati wanita tersebut masih terus berdebar kencang. Entah karena turbulensi yang membuatnya ketakutan, ataukah karena kenyataan bahwa ia baru saja berada sangat dekat dengan tubuh Skylar? Sesuatu yang terus menyesakkan dari peristiwa ini adalah … saat ia begitu ketakutan sewaktu turbulensi tadi, hal pertama yang terlintas di dalam batinnya adalah sosok Arka serta kenangan akan malam pertama mereka. Hamparan kelopak bunga mawar di atas ranjang beserta sebuah kalung berlian disiapkan Arka di kamar pengantin. Saat itu suaminya begitu lembut membelai tubuhnya dengan mesra. Berbagai kecupan dan cumbuan ia berikan sebelum keduanya menjadi satu dalam ikatan cinta. Kenangan inilah yang membuat air mata Dyandra sedikit tertumpah saat kepanikan melanda beberapa menit sebelumnya. Air mata yang kemudian dilihat oleh Skylar. Benarlah kata mereka, saat kematian dirasa begitu dek
Beberapa pekerja dan seorang lelaki tergopoh menghampiri saat mereka melihat Dyandra berjalan mendekati. “Selamat pagi, Bu Dyandra,” salam lelaki tersebut sedikit membungkuk dengan hormat. “Pagi, Pak Bondan,” jawab Dyandra tersenyum dan menganggukkan kepala. Skylar menatap pada Pak Bondan, demikian pula sebaliknya. “Oh ya, Skylar, ini Pak Bondan. Beliau adalah senior manajer di cabang ini,” ucap Dyandra memperkenalkan keduanya. “Skylar adalah … ehm … konsultan baru di pusat,” tutup Dyandra pada bab berkenalan mereka. Bingung hendak mengenalkan Skylar sebagai apa.Lelaki itu langsung mendelik mendengar ia disebut konsultan. “Sejak kapan aku jadi konsultan?” gerutunya protes sambil berbisik.Dyandra hanya mengangkat bahu dan menahan tawa. “Aku harus bilang apa? Bahwa kamu yang akan melakukan merger denganku? Kata-kata merger biasa membuat karyawan khawatir. Aku tidak mau menambah masalah mereka di situasi seperti sekarang ini,” jelas Dyandra diselingi terkekeh. Tak lama se
“Kamu gila, Skylar!” tukas Dyandra ketus. Ia semakin kesal karena sejak pagi sampai siang, lelaki berparas bak dewa di sebelahnya selalu menggoda. Namun, sesuatu terus menggelitik dalam tubuh. Mulai tidak ingin perasaan itu berhenti. Perasaan yang membuatnya semakin bingung dengan diri sendiri.Skylar tertawa melihat Dyandra cemberut. Ia berkata, “Ah, ayolah! Aku suka bergurau. Jangan terlalu serius,” jelasnya menyenggol siku Dyandra dengan sikunya sendiri. “Tersenyumlah supaya tetap cantik. Nanti kamu cepat berkeriput kalau jarang tersenyum,” ucapnya kembali bernada penuh rayuan. “Apa kata istrimu, kalau dia tahu kamu mengatakan aku cantik?” balas Dyandra memicingkan mata. Seketika itu wajah Skylar berubah. Matanya tajam menatap. Tidak ada lagi senyum di sana. Ia mendengus dan langsung berubah kembali dingin. “Jangan berbicara tentang istriku. Aku tidak suka.”Dyandra mulai membaca pola pada sikap Skylar. Sikapnya akan langsung berubah bila ia membahas masalah pernikahan. Seper
“Lelaki mesum! Sekali mesum, tetap saja mesum!” sentak Dyandra terus cemberut.“Tapi, meski aku mesum, kamu butuh aku, ‘kan?” tanggap Skylar menahan tawa. Wajah Dyandra salah tingkah baginya seperti sebuah hiburan.“Amit-amit! Kapan aku butuh kamu?”“Waktu di pesawat? Kamu peluk aku!”“Itu aku ketakutan!”“Ya, berarti butuh aku, ‘kan? Di saat kamu takut, kamu butuh kejantanan dan perlindungan dariku?” Skylar menaikkan kedua lengan ke atas. Membuat gerakan seperti seorang binaragawan. Membuat mata dan mulut Dyandra terbelalak lebar.“Kamu gila? Sudah! Aku tidak mau berdebat! Tunggu, aku ambil tas dulu!” Dyandra bersungut-sungut. ***Restoran mewah dengan segala menu terbaik menjadi pilihan mereka untuk makan siang. Semua ini tidak membuat Dyandra merasa lebih baik. Pikiran terus melayang pasa sosok Arka dan Cersey. Dibukanya ponsel, melihat apakah suaminya sedang online atau tidak. Ternyata, Arka sedang online. Kini, ia berganti melihat akun Cersey. Wanita perebut suaminya j
“Siapa? Siapa apa? Apa maksudmu?” Dyandra berusaha menutupi keberadaan Skylar. “Kamu sedang bersama orang laki, Dya? Heh? Jawab!” desak Arka mulai kalap. “Siapa lelaki yang di sampingmu? Aku tidak tuli!”“Ti-tidak! Aku sendiri!” Dyandra mencubit pinggang Skylar.“Aduh!” seru Skylar kaget karena merasa celekit kecil di pinggang. Ia melihat pada Dyandra yang sudah mendelik dan memberi kode untuk menutup mulut atau tologlah pergi menjauh. “Aku sendiri! Ini aku sedang menunggu taksi untuk kembali ke hotel!” Dyandra mengeraskan suaranya. Memperjelas pada Skylar agar mengerti situasi genting yang sedang terjadi.“Kamu bohong! Kamu bersama siapa? Jawab, Dya! Jawab!” Arka makin berteriak.“Aku sendiri!” kilah Dyandra tetap bersikeras. Menutupi keadaan yang sebenarnya.Skylar merasa serba salah. Ia memutuskan untuk membantu Dyandra, daripada wanita itu menangis lagi. Tombol untuk mematikan telepon ditekan olehnya. Mode silent juga ia aktifkan. “Awas kalau kamu sampai ada laki-laki l