Share

Raja Terakhir Dinasti Wang
Raja Terakhir Dinasti Wang
Author: Selene21

Bab 1 Titah Raja

Kediaman Selir Chu, Paviliun Wuyan

Wang Yang melangkah gontai menuju Paviliun Wuyan. Keputusan raja adalah titah, melawan titah artinya memberontak. Kalimat itu yang terus berdengung di telinganya sejak melangkah keluar dari Aula Huanyang. Bukan karena titah raja yang mengirimnya ke perbatasan dengan dalih menuntut ilmu pedang dan siasat perang, tapi jauh dari ibu dan adiknya untuk waktu yang tidak bisa ditentukan yang membuatnya gelisah

“Yang Mulia, awas!” Huazhi melesat cepat di antara Wang Yang dan tiang penyangga atap.

Dug.

“Ahh!” rintih Wang Yang kesakitan.

“Huazhi bersalah, Yang Mulia!” Zhou Huazhi segera berlutut meminta maaf.

“Bangunlah,” sahut Wang Yang mengelus kepalanya yang terbentur kepala Huazhi sambil mendesis.

“Apa yang membuat Yang Mulia melamun?” tanya Huazhi, melakukan gerakan yang sama, mengelus kepala.

“Aku sedang memikirkan cara yang tepat untuk memberitahukan keberangkatanku pada Ibu dan A-Yin. Mereka pasti akan sedih.”

Huazhi hanya diam. Dia tahu pasti, titah raja kali ini memberatkan junjungannya.

“Pangeran Wang Yang!” seru penjaga pintu.

Wang Yang bergegas masuk, tapi tak segera menemui ibunya, melainkan berdiri termenung mengamati bahu rapuh yang naik turun karena tangis. Song Lin sedang duduk di tepi ranjang menggenggam tangan adik kandungnya, Wang Yin.

“Ibu, ada apa dengannya?” Yang’er panik menghampiri ibunya, memberikan sentuhan lembut di bahu rapuh itu.

“A-Yin batuk darah lagi. Kali ini lama sekali baru berhenti, Ibu tidak sanggup melihatnya kesakitan. Tolong adikmu, Yang’er.” Song Lin berdiri, memeluk erat pria muda tempatnya bersandar dan berkeluh kesah.

“Ibu, jangan menangis lagi. Aku akan memanggil tabib kerajaan. Dia pasti bisa menyembuhkan A-Yin.” Yang’er berpaling ke samping. “Huazhi, panggilkan tabib dan sampaikan pada Ayahanda bahwa Pangeran Wang Yin jatuh sakit.”

Tanpa berkata-kata lagi, Huazhi mengangguk memberi hormat dan bergegas pergi.

“Ibu, duduklah. Tenangkan dirimu, ada aku di sini.” Penuh sayang, Wang Yang mengusap punggung ibunya.

Song Lin mengibaskan tangan kanannya, memberi isyarat pada semua dayangnya untuk keluar. Ia merapatkan diri pada Yang’er dan berbisik, “A-Yin tidak apa-apa. Kami melakukannya agar Baginda membatalkan titahnya untuk mengirimmu pergi jauh dari kami,” aku Song Lin akhirnya, tak tega melihat raut khawatir di wajah tampan Wang Yang.

Pemuda itu mengernyit, mencoba memahami perkataan ibunya. Namun, sejurus kemudian tersentak kaget karena A-Yin sudah duduk dan tersenyum ke arahnya.

“Kalian?”

“Maaf, Kak. Aku yang mengusulkan hal ini. Aku tidak sengaja mendengar para pejabat yang sedang lewat membahas tentang rapat pagi. Apa benar, ayah ingin mengirimmu ke perbatasan dan belajar di sana?”

Pletak.

Wang Yang menyentil dahi adiknya sedikit keras, membuat remaja itu meringis kesakitan. “Jangan pernah lagi melakukan hal seperti ini!” tegurnya kesal. “Kau membuatku hampir mati karena takut.”

“Ibu hanya ingin bicara bertiga dengan kalian. Ada hal yang harus kalian dengar langsung dariku.” Song Lin menarik lengan Yang’er agar ikut duduk di tepi ranjang.

“Ibu tidak pernah mengajarkan pada kalian untuk berebut kekuasaan, berebut tahta dengan saudaramu, bahkan saling menyakiti. Tapi kalian harus tetap waspada dan pandai melindungi diri agar selamat dan hidup demi Dinasti Wang terus ada.”

“Kenapa berkata begitu? Apa Ibu curiga tentang sesuatu?”

“Yang’er, Ibu hanya takut kamu celaka saat berada di perbatasan. Kanselir dan Ratu tidak akan diam begitu saja. Kalian ingat tentang Selir Gao yang meninggal bersama dengan bayi dalam kandungannya?”

Kedua putra raja itu mengangguk serempak.

“Ibu mendengar dari dayang yang dulu melayani Selir Su, dia tidak sengaja mendengar hasil penyelidikan petugas pengadilan yang mengatakan bahwa ada racun pada sisa makanan Selir Gao. Mengakibatkan dia mengalami serangan jantung dan meninggal.”

Dua pasang mata di depan Song Lin melebar bersamaan.

“Apa Ayah tahu tentang ini?”

Song Lin segera menempelkan telunjuknya pada bibir Yang’er. “Sst, pelankan suaramu. Itu sudah lama berlalu, tidak akan ada yang mengingatnya. Tapi, Ibu harap, kalian lebih berhati-hati saat berada jauh dari istana, terutama kau.” Song Lin mengelus lembut dada putranya.

“Siap tidak siap, raja akan segera mengumumkan siapa yang akan dinobatkan menjadi putra mahkota. Bahkan, para pejabat istana sudah membentuk dua kubu, pendukungmu dan pendukung Wang Su.” Wajah cantik yang mulai dimakan usia itu mengkerut karena cemas.

“Ibu jangan khawatir. Aku akan jaga diri baik-baik.” Yang’er meremas tangan ibunya dengan lembut.

“Baginda Raja Wang Li!”

“Cepat rebahkan tubuhmu!” Yang’er mendorong tubuh adiknya dan menarik selimut menutupinya.

“Lin’er, apa yang terjadi padanya? Segera panggilkan tabib!”  seru raja Wang Li panik.

Pria paruh baya itu duduk di tepi ranjang dan mengulurkan tangannya menyentuh dahi putra terkecilnya. “Dia tidak demam, apa yang terjadi padanya?”

“Baginda, A-Yin baru saja meminum ramuan yang tabib bawakan. Dia sempat batuk darah dan lemas tadi, dia baru saja beristirahat.” Song Lin mengelus perlahan lengan pria yang begitu ia cintai.

“Syukurlah, jangan segan mengabariku kalau terjadi sesuatu pada putra kita.” Wang Li berdiri, memeluk bahu kekasih hatinya itu dan menatapnya lama. “Maafkan aku, beberapa hari ini tidak datang mengunjungimu. Banyak masalah yang harus segera aku selesaikan.”

Song Lin mengangguk mengerti. Tangannya menyentuh dada Wang Li yang masih terasa kokoh dengan lembut. “Suamiku, aku sangat bersyukur menjadi rakyatmu. Memiliki raja yang adil dan bertanggungjawab atas nasib rakyatnya.”

“Ya, tapi kalian harus menderita karena jarang bertemu denganku.”

“Tidak masalah. Dahulukan kepentingan rakyat di atas kepentingan pribadi.” Song Lin tersenyum penuh pengertian saat mengulang kalimat yang selalu Wang Li ucapkan.

Seketika Wang Yang berlutut di tempatnya berdiri. “Ayah, maafkan keegoisan Yang’er. Yang’er sudah mengecewakan Ayahanda di depan pejabat istana. Yang’er pantas dihukum,” sesalnya.

Wang Li berbalik dan menyentuh bahu Yang’er. “Bangunlah. Ada hal yang harus aku katakan langsung padamu. Alasan di balik titahku mengirimmu ke perbatasan adalah untuk menyelidiki tuduhan penggelapan dana pajak yang Li Daehan dan putranya lakukan.”

“Ayah, itu tuduhan yang tidak mungkin.” Wang Yang bangkit berdiri dengan cepat.

“Maka dari itu, Ayah mengirimmu untuk menyelidikinya dan membuktikan bahwa Li Daehan kesayanganmu tidak bersalah.”

Li Daehan adalah orang pertama yang mengajarkan Wang Yang cara memegang pedang, menunggang kuda dan menggunakan busur panah. Ketika mendiang kakeknya masih menjadi raja, Li Daehan adalah panglima perang Kerajaan Yongjin. Bahkan ia dan Li Deyun—putra sulung Daehan, sempat belajar sastra bersama.

“Baiklah, Yang’er mengerti sekarang. Tapi, mohon Ayah mengabulkan permintaan Yang’er.”

“Katakan.” Wang Li menatap serius pada putranya.

“Yang’er ingin menyamar menjadi putra keluarga bangsawan, bukan Pangeran Dinasti Wang agar lebih mudah membaur dan melakukan penyelidikan.”

“Hmm, baiklah. Aku akan sampaikan pada Tuan Li.”

“Terima kasih, Ayahanda.”

*****

Comments (1)
goodnovel comment avatar
Felicia Aileen
opening yang bagus.. boleh kasih tau akun sosmed ga ya soalnya pengen aku share ke sosmed trs tag akun author :)
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status