Share

BAB V

Usai makan siang Uztad Marzuki sengaja mengajak Rama sholat berjamaah di mesjid yang hanya berjarak seratus meter dari kediaman mereka.

Rama berusaha mengikuti semua yang yang di perintahkan oleh Uztad pada dirinya, mulai dari sholat berjamaah dan jangan sekali-kali meninggalkan sholat wajib, walau dirinya yang sebenarnya adalah pecandu sekaligus pengedar, namun entah dorongan apa dan dia hanya menurut pada keluarga tersebut.

"Bang Rama."

"Eh Azize, kamu ada apa?" Tiba-tiba Azize datang saat Rama baru saja mau menelepon seorang kurir yang katanya akan disuruh mengantar barang miliknya (Shabu).

"Bang Rama lagi ngapain, Azize rencana mau mengajak Abang ke pesantren Abi sambil kenalan.

"Bukannya kamu udah kenal mereka, kok mau kenalan lagi?"

"Kenalan dari mana, orang saya kesini baru sekarang, kan sekalian ngenalin bang Rama juga, soalnya bentar lagi bang Rama bakal tinggal di sinikan?"

"Tinggal disini, emang siapa yang bilang?" Rama heran dengan pernyataan Azize.

"Loh, emang kenapa kalau bang Rama disini, kan biar paham ilmu agamanya, yaaah itung-itung sambil ibadah, lagian bang Rama nampaknya betah kok disini.

"Kamu bisa aja, emang keliatan gitu kalau Abang bakal betah disini?"

"Hm mm."

"Trus, kamu gimana, kalau saya disini kamu juga nggak disini buat nemanin saya?'

"Tuhh kan, bang Rama mulai lagi, ibadah tuh bang jangan karena orang lain melainkan karena Allah, dan InshaAllah saya juga tinggal disini loh bang."

"Gitu dong biar saya lega dengarnya."

" Emang kenapa kalau hanya bang Rama aja disini, kalau saya kan juga banyak kesibukan, kuliah saya aja belum kelar loh."

" Kamu tinggal pindah aja kesini, biar saya juga semangat bisa liat kamu tiap hari ya nggak?" Goda Rama sambil mengedipkan sebelah matanya.

" Aiish bang Rama, yuk ah ntar keburu sore." Azize mengalihkan pembicaraan mereka dan kembali mengajak Rama untuk mengikutinya ke pesantren milik Uztad Marzuki.

"Zize, kamu tunggu saya sebentar, saya ada keperluan sebentar." Sambil menunjuk HP memberi isyarat pada Azize kalau dia hendak menelepon.

Sekitar sepuluh menit, Azize dengan setia menunggu Rama, akhirnya pria itu kembali mendekat dan mengajak Azize untuk pergi.

"Maaf, kelamaan nunggu, kita jalan kaki apa naik mobil?" Rama pun kembali bertanya.

" Menurut bang Rama gimana?"

"Lah, kok nanya balik, apa jalan kaki emang kamu tahu tempatnya dimana?"

"Nggak."

"Trus, gimana?" Membuat Rama tambah bingung.

Azize pun akhirnya tertawa lepas melihat Rama yang kebingungan. Rama berpikir hanya mereka berdua yang akan kesana.

"Hahaha... Astaghfirullah, bang Rama bang Rama, kan Abang tahu aku juga baru ke sini sama bang Rama, ya mana aku tahu lokasinya, kita kesana ya bareng Umi dan Abi, ada-ada aja."

"Ups, kali aja kamu tahu, eh nggak tahunya bareng. Trus pak Uztad sama Umi mana?"

"Tuuuh, udah nungguin dari tadi." Azize sambil menunjuk ke seberang taman di kediaman Uztad Marzuki.

"Sejak kapan mereka disana?" Gumam Rama kaget saat melihat kedua suami istri itu yang entah sejak kapan menunggu dirinya dan Azize.

"Assalamu'alaikum pak Uztadz, Umi, maaf menunggu. Lagian Azize nggak bilang kalau pak Uztadz dan Umi nungguin." 

"Waalaikum salam, nggak pa-apa, lagian nak Rama sedang terima telepon juga nampaknya. Gimana udah siap semua, kalau udah kita langsung berangkat sekalian mengejar waktu Ashar disana." Uztadz pun mengajak semuanya untuk naik keatas mobil.

Uztadz Marzuki sengaja tidak mengajak supir untuk mengantar mereka, menurutnya lebih baik Rama yang menyetir agar Rama jadi banyak tahu tentang Blitar.

Uztadz Marzuki duduk di bangku depan dengan Rama, sedangkan Azize bersama Umi di kursi belakang.

"Kamu udah telepon Bundo kamu Ram?" Umi pun angkat suara.

"Udah Umi, tadi malam. Oh iya Bundo bilang titip salam buat Umi dan pak Uztadz."

"Waalaikum salam." Jawab Umi dan pak Uztadz serentak.

Tak lama kemudian mobil mereka memasuki sebuah kawasan perbukitan yang disekelilingnya ditanami pohon kurma, kawasan itu tak lain adalah kawasan pesantren milik pak Uztadz. Tidak berapa lama menyusuri jalanan yang di tanami kurma tersebut mobilpun terus masuk dengan melewati gerbang .

Sementara dari depan aula pesantren nampak seorang pria paruh baya yang tak lain adalah Uztadz Yusuf berdiri dengan setia menunggu kedatangan keluarga Uztadz Marzuki. Uztadz Yusuf pun sebenarnya masih kerabat dekat Uztadz Marzuki, beliau dipercaya untuk mengelola pesantren disini.

Uztadz Marzuki pun turun dan disusul dengan Rama, Umi, dan Azize.

"Assalamu'alaikum." 

"Waalaikum salam." Jawab keluarga Uztadz Marzuki saat disambut Uztadz Yusuf.

Hanya antara Uztadz Marzuki dan Uztadz Yusuf yang berpelukan, sementara Rama cukup berjabat tangan dan kepada Umi dan Azize ketiganya saling menyatukan kedua telapak tangan. Uztadz Yusuf pun mengajak mereka ke sebuah ruangan yang penuh dengan nuansa islami seperti kaligrafi yang terpampang di tiap sudut dinding dan satu lagi ketika masuk di pintu utama sebelumnya.

Setelah berbincang-bincang Uztadz Yusuf mengajak semuanya untuk sholat berjamaah di mushola pesantren.

Baik Rama dan para Uztad di Musholla masih asyik berbincang-bincang. Tidak lupa Uztadz Marzuki juga mengutarakan maksud kedatangan mereka ke Blitar, disamping berkunjung sekaligus mengantarkan Azize dan Rama untuk mengasah ilmu agama yang mereka miliki saat ini.

Sebenarnya Rama belum siap untuk semua yang dihadapinya saat ini, terlebih saat ini, dia sedang berusaha mengendalikan dirinya untuk tidak menggunakan barang haram tersebut.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status