"Cih! Dasar wanita jal*ng!" ujaran lirih seorang pria yang duduk di bangku paling ujung, siapa lagi kalau bukan CEO arrogant kita, Kenzi Adinata. "Semudah itu dia menerima Vano? Hah, apa yang aki katakan? Tentu saja dia menjawabnya dengan sangat mudah, bukankah memang itu yang dia inginkan sejak awal?!" batinnya yang tak henti-henti menuduh Freya dengan hal-hal buruk yang tak pernah ia lakukan."Tuan, anda mau pesan apa?" tanya seorang pelayan wanita pada Kenzo."Buatkan satu kopi americano." Ucapnya."Baik tuan."Dia pun kembali memegang koran yang ada di hadapannya itu sebagai alat penyamaran, tapi sayangnya ..."Vano, coba lihat orang itu." Tunjuk Freya ke arah seorang pria yang duduk di bangku paling ujung."Kenapa?" Vano pun mengikuti arah telunjuk Freya dan mendapati seorang pria yang tengah membaca koran. "Seorang pria membaca koran, memangnya apa yang aneh sampai kau menyuruhku melihatnya?""Apa kau tidak merasa ada yang aneh?""Hah? Tidak." Jawabnya sambil menggelengkan kepal
Drtt ...Drtt ...Drtt ...Freya pun segera mengalihkan pandangannya ke arah laut, dan menarik kepalanya dari bahu Vano. "Siapa yang menelepon jam segini?!" gumam Vano dengan kesal, karena momen indah itu hampir saja terjadi namun di gagalkan oleh getaran dari benda pipih itu."Ehm ... angkat saja dulu, siapa tau telepon penting." Ucap Freya."Haish ... karena pacarku sudah bilang begitu, maka akan ki angkat teleponnya." Gombalan receh Vano yang sudah bisa membuat pipi Freya semakin bersemu merah."Aaaa! Tadi dia memanggilku pacarnya?! Oh tuhan ... rasanya aku ingin sekali berteriak sekeras mungkin! Mimpi apa aku semalam, sampai-sampai aku mendapatkan durian runtuh ini?" jerit hati Freya yang merasa sangat-sangat bahagia saat ini.Namun saat Vano melihat nama yang tertera di layar ponselnya, dia pun berdecak sebal. "Ck!""Ada apa?""Ternyata itu dari Kenzi, dan ku rasa dia hanya ingin mengganggu kita.""Jangan sembarang menuduh, coba saja angkat dulu teleponnya.""Baiklah ...""Halo,
"Karena aku masih perlu membicarakan hal lainnya denganmu, Vano. Dan lagi ini memang tugas dia, dan tujuanku membawa serta wanita murahan itu agar dia bisa melakukan pekerjaannya. Aku tidak membawanya ke sini untuk berlibur atau jalan-jalan santai, Vano." Jelasnya."Tapi Kenzi, kenapa begitu mendadak?""Apa kau jadi bodoh begini karena terlalu lama dekat dengan wanita jal*ng itu, Vano? Bukankah hal semacam ini sudah sering terjadi?" "Stop, Kenzi! Berhenti memanggilnya dengan sebutan kotor! Dia punya nama, namanya Freya! Dan kau harus tau, mulai sekarang dia adalah pacarku dan aku akan segera melamarnya setelah kita kembali!" setelah mengatakan hal itu tanpa menunggu jawaban Kenzi, Vano pun keluar dari kamar Kenzi dengan membawa serta dokumen itu."Vano akan melamar wanita jal*ng itu? Tidak! Tidak akan ku biarkan rencana busukmu itu berjalan dengan lancar, wanita sialan!" geram Kenzo dengan gigi yang bergemelatuk dan rahang yang sudah mengeras menahan amarahTok...Tok...Tok..."Siap
Vano membelalakkan matanya menatap Freya."Vano?" panggil Freya karena melihat Vano yang terbengong, "Kenapa dia menatapku seperti itu? Apa aku kelihatan aneh? Atau ada yang salah dengan makeupku? Atau jangan-jangan, mata pandaku masih terlihat?!" batin Freya dengan was-was.Vano pun tersadar dari kekagumannya saat Freya melambai-lambaikan telapak tangannya di depan wajah Vano."Vano? Apa ada yang salah dengan penampilanku?" tanya Freya dengan ragu."E-eh? Tidak ada yang salah, tadi akulah yang salah mengira kau sebagai malaikat tanpa sayap yang sedang turun ke bumi." Jawab Vano yang tak lupa untuk melontarkan kata azimatnya."Dasar kang gombal!" "Hehe ... aku kan sedang memuji pacarku yang cantik ini, apanya menggombal?" Vano memberikan lengannya dan menunggu Freya untuk menggandengnya."Ayo jalan." Mereka berdua pun berjalan bersama, dan sepanjang perjalanan menuju tempat peresmian mereka menjadi pusat perhatian para pengunjung lain dan juga para karyawan."Wah ... benar-benar pas
"Dia berani naik ke atas panggung? Hahaha... semuanya akan jadi lebih menarik!"Freya pun dengan anggun dan elegan duduk di belakang piano itu dan bersiap memulai penampilannya.Saat musik mulai mengalun, semua orang terdiam dan menatap pada Freya dengan berbagai macam ekspresi."Indah sekali ...""Benar-benar pianis berbakat!""Lagu itu adalah lagu favoritku, Love story.""Kau benar, lagu dari Richard Clayderman ini memang benar-benar indah.""Ternyata aku sia-sia saja mengkhawatirkanmu, Freya. Bahkan kau sudah seperti seorang pianis profesional." Batin Vano yang semakin mengagumi wanitanya itu.Namun berbeda dengan orang lain, Kenzi juga nampak terkejut tetapi rasa terkejut itu justru membuatnya sangat marah."Sial! Ternyata dia bisa bermain piano sebagus ini? Apa skill wanita bayaran zaman sekarang memang setinggi itu?" pikirnya, "Tidak bisa! aku harus tetap mempermalukanmu, bagaimanapun caranya!" Kenzi mengetikkan sebuah pesan di ponselnya, dan sesaat kemudian senyum licik tersung
"J-jangan bercanda, kau membuatku malu.""Malam ini kau akan tau kalau aku tidak sedang bercanda, Freya," batin Vano dengan senyum manis tersungging di bibirnya."Oh Tuhan ... seberapa banyak gula yang kau berikan pada senyuman pria ini? Kenapa manis sekali, benar-benar sumber penyakit diabetes!" batin Freya sambil terus mencuri pandang pada Vano.Mereka berdua pun sudah sampai di restoran dan memesan makanan."Vano, apa aku boleh bertanya sesuatu?" tanya Freya dengan sedikit ragu."Tanya saja, jika aku tau jawabannya maka akan ku jawab.""Sebenarnya apa alasan CEO sangat membenciku?""Kenapa kau tiba-tiba menanyakan hal ini?""Karena aku merasa tidak mungkin hanya karena satu kesan buruk yang tidak sengaja, bisa membuatnya sebenci itu padaku," jawab Freya yang mencoba mengutarakan analisisnya.Vano menghela nafasnya sebelum menjawab pertanyaan Freya, "Sebenarnya dulu Kenzi tidaklah seperti sekarang. Dulu dia mempunyai seorang wanita yang sangat dia sayangi, tapi wanita itu mengkhiana
"Vano? A-apa yang kau lakukan?" Freya tergagap sekaligus terkejut kala melihat apa yang Vano lakukan saat ini.Vano berlutut di hadapan Freya dengan sebuah cincin indah di tangannya, "Freya, maukah kau menjadi orang yang akan selalu menemaniku dalam susah maupun senang. Dalam sehat maupun sakit?""A-apa ini sungguhan? Aku tidak sedang bermimpi indah dalam tidurku kan?" "Kau tidak sedang bermimpi, Freya. Aku sungguh-sungguh menginginkanmu sebagai pendamping hidupku," ucap Vano, "Jadi apa kau bersedia, Freya.""Aku bersedia. Aku juga berharap kau adalah orang pertama dan terakhir untukku," ucap Freya sambil tersenyum manis.Vano terlihat sangat senang, dia memasangkan cincin itu di jari Freya dan kemudian memeluknya erat-erat.Mereka tertawa bahagia bersama dengan di mulainya kisah cinta mereka."Meskipun pertemuan kita belum lama, tapi aku harap kita bisa bersama selamanya," ujar Vano sambil mengecup dahi Freya."Tapi sebelum itu, aku mau kau tau tentang diriku," Freya mengajak Vano d
Deg!Freya mematung seketika mendengar ucapan Kenzi. Bukan karena dia lebay atau bucin akut, hingga tidak bisa jauh dari Vano. Melainkan, dia lebih khawatir karena dia harus berdua saja dengan seseorang yang sudah dengan sangat jelas membencinya.Wajah terkejut serta sedikit was-was Freya, terbaca jelas oleh Vano. Dia memegang tangan Freya yang bahkan sudah mengeluarkan keringat dingin, untuk menenangkannya."Ok, Kenzi. Tapi kau harus berjanji padaku, jaga dia untukku." "Menjaganya? No! Aku bahkan malas melihat mukanya, untuk apa aku menjaganya? Yang aku tau dia adalah sekretarisku, jadi dia harus bekerja dan bukan bermain!" ucap Kenzi menatap sinis pada Freya."Baiklah, aku yang akan mengurus urusan di sini dan kalian bisa kembali.""Ya," ucapnya singkat.Vano dan Freya pun keluar dari kamar Kenzi. Tapi Vano tidak lantas kembali ke kamarnya, melainkan pergi ke kamar Freya untuk memberinya semangat."Freya, tenanglah. Aku yakin kau bisa melakukannya. Lagi pula aku tidak akan lama, mu