"Tidak, Alvian jangan lakukan ini," Dara meringis terasa sesak. "Kamu istriku, dan sudah tidak ada lagi kontrak perjanjian kita, aku bebas melakukannya denganmu," "Tapi, kita tidak menikah sungguhan, kita menikah bukan karena cinta!" ucap Dara sembari terisak, Dara tidak ingin di perlakukan dengan kasar. Alvian melepas cengkramannya, dan berdiri menghadap Dara yang sudah berantakan. "Baiklah, jika kamu tidak ingin melayaniku," Alvian berlalu pergi dan membanting pintu, saat ini ia sangat kesal karena hasratnya harus ditunda, sedangkan ia sangat tak tahan. Dara sedang menonton televisi diruang santai, lalu dengan santai Alvian berjalan dengan seorang wanita cantik namun pakaiannya sangat terbuka, Alvian merangkul pinggang wanita itu dengan mesra, membuat Dara terbelalak terlebih lagi ketika mereka masuk ke kamar Alvian dan Dara. Tak terasa air mata Dara menetes, lalu ia memilih pergi, sebelumnya ia melihat jam di dinding yang menunjukkan pukul 10 malam. Dara tak ingin mendengar at
"Kau tidak tahu cara berterima kasih Dara! akan aku ajarkan!" Dara beringsut mundur ke tepi ranjang, sedangkan Alvian mendobrak pintu kamar, hanya dengan sekali tendangan pintu itu terbuka. Mata Dara terbelalak melihat dada Alvian yang naik turun, Alvian murka. "Alvian," dikamar ber-AC itu Dara merasa panas, keringat mengalir di dahinya, ia benar-benar merasa ketegangan disana. Alvian mendorong tubuh Dara, dan menindihnya, Alvian sudah cukup menahan hasratnya selama ini. Dengan sekejap, Alvian merobek kemeja putih yang Dara kenakan, tampak kancing-kancing bertebaran ke sembarang arah. Alvian melanjutkan ke bagian bawah, sehingga Dara terlihat polos tanpa sehelai benang-pun. "Aku mohon, Al. Jangan!" Dara menggelengkan kepalanya, memohon belas kasihan Alvian, bulir air mata mengalir dari sudut matanya. Namun sayang, menurut Alvian tidak ada lagi toleransi. Tanpa pemanasan terlebih dahulu, Alvian langsung menerobos inti tubuh Dara dengan miliknya yang sudah menegang. "Aaaaa
"Clara, ternyata dia tidak meninggalkanku," mendengar jawaban Alvian yang bersemangat itu membuat hati Dara terasa sakit, terlebih lagi ia tetap menatap ponselnya dengan senyum yang terus mengembang tanpa pedulikan Dara di sisinya. "Sepertinya aku sudah tidak penting lagi, lebih baik kamu bersama dia," ucap Dara mengabaikan perasaannya yang terluka. "Serius? aku boleh menikah lagi? aku boleh menikahi Clara," dengan semangat, Alvian menanyakan hal konyol itu, tentu saja Dara tidak sudi. "Iya," jawab Dara datar, justru Alvian menunjukkan wajah sebaliknya dari Dara, ia begitu senang. "Setelah kita bercerai!" lanjut Dara, dengan raut wajah sedih. "Tidak-tidak, kamu tetap milikku, aku tak akan melepaskanmu Dara," ucap Alvian dengan sorot mata tajam, membuat Dara bergidik ngeri. "Kenapa? Kenapa kamu menyiksa aku seperti ini? " lelehan bening mengalir dari sudut mata Dara tanpa permisi. Namun, hal itu tak membuat Alvian luluh, garis wajah tajam menyoroti Dara. "Sesuatu y
percayalah mtuh lemas, dengan sigap Alvian memangkunya, dan mengalihkan pandangannya ke arah Dara nampak kaku dan memegang pisau yang terdapat noda darah. "Kau!" Alvian murka menunjuk ke arah Dara, Dara yang menyadari hal itu segera menjatuhkan pisau dalam genggamannya. "Tidak, bukan aku yang melakukan itu Alvian, percayalah kepadaku!" ucap Dara memohon, Dada nampak pucat. "Ikut aku!" Alvian berteriak sembari menggendong Clara memasuki mobilnya. Clara Nampak puas dan tersenyum mengejek Dara. Alvian berlari dan membawa Clara ke UGD. "Dok, tolong selamatkan dia!" Alvian panik, di sisinya ada yang lebih panik. Takut dengan tuduhan Clara, yang sama sekali tidak ia lakukan. "Tenang, Pak. Kami akan melakukan pemeriksaan dan tindakan, Bapak berdo'a saja dan tunggu diluar," ucap Dokter menenangkan Alvian. "Kalian harus menyelamatkannya! Jika tidak, aku akan menutup rumah sakit ini!" Sembari menarik kerang baju dokter, dan melepaskan setelah selesai memberi ancaman. "Ba
Di sebuah ruangan gelap yang asing, hanya ada satu lilin biru yang menyala sebagai penerangan. Panik, Dara mengedarkan pandangannya untuk mencari jalan keluar. "Aku merindukanmu, Dara..." Gadis itu berjengit kaget saat sebuah suara khas yang berat berbisik di telinganya. Ia segera menarik diri, tapi pria misterius itu dengan cepat meraih lengannya. "Siapa kamu?!" tanya Dara dengan nafas tersengal, berusaha melepaskan cekalan di tangannya. “Lepaskan aku!”"Ssshh!" bisik pria itu berusaha menenangkan. Aroma maskulin yang menguar dari tubuh pria itu terasa familiar. Dara mencoba mengingat-ingat di mana ia pernah mencium aroma khas itu, tapi ingatannya tidak menemukan apapun.Ia berusaha memberontak dengan memukul dada bidang pria itu saat tubuhnya digendong dan dihempaskan ke atas kasur yang empuk."Tidak, aku mohon. Jangan lakukan ini. Lepaskan!" ucap Dara frustrasi. Lelehan bening mengalir tanpa permisi dari sudut matanya. Ketakutan menjalar di sekujur tubuhnya hingga membuatnya g
“Menikahlah denganku!”Deg!Jantung Dara berdetak cepat, dengan keringat dingin mengalir di dahinya. Sedang matanya membulat sempurna, tanpa berkedip menatap Alvian. “A-apa? Menikah?!” Bagaimana mungkin rival bisnisnya bisa menjadi suaminya? Yang benar saja!“Iya, itupun kalau kamu mau. Aku tidak memaksa,” kata Alvian dengan wajah datar.Walaupun suhu di ruangan itu begitu dingin, tapi suasana terasa panas bagi Dara.“Yang benar saja! Itu tidak ada hubungannya dengan ini, Pak Alvian yang terhormat.” Dara meninggikan suaranya, karena ia begitu geram dengan tawaran yang diberikan, sedangkan ia sangat membutuhkan pertolongannya.“Aku tidak memaksa Dara,” Alvian sekali lagi mengulangi ucapannya, lalu tersenyum santai menanggapi gadis itu.“Aku tidak sudi!” sentak Dara kesal. Ia lantas melenggang pergi, membanting pintu ruang kerja Alvian untuk menyalurkan rasa kesalnya. Langkahnya terhenti saat ponselnya tiba-tiba berdenting, pertanda apa pesan baru yang masuk. Rupanya itu dari Alvian.
“Wow, apakah kau mulai tertarik kepadaku? Sampai ingin secepatnya menikah denganku?” Dengan nada usilnya Alvian menggoda Dara, membuat gadis itu marah. Padahal jelas-jelas Alvian sendiri yang memberi syarat seperti itu.“Terserah apa kata Anda, Tuan,” kata Dara dengan wajah memerah menahan marah dan juga malu.“Baiklah, semua akan aku persiapkan. Kita akan menikah di rumahmu,” ucap Alvian dengan tenang.Tanpa menunggu lebih lama, Dara pun gegas pergi setelah pamit terlebih dahulu. Rasanya, ia tidak ingin berlama-lama di sana.Setibanya Dara di kantor, tiba-tiba ada panggilan masuk dari Mbok Susi.[Halo, Mbok?][Halo, Non. Ini di rumah ada tamu. Katanya mau mendekor rumah, diperintah oleh Tuan Alvian. Gimana ini, Non?]Mata Dara melebar setelah mendengar penjelasan Mbok Susi. Dara tidak menyangka, Alvian benar-benar melakukannya dengan cepat.[Iya, Mbok. Tidak apa-apa. Karena malam saya akan menikah.] Tanpa memberikan penjelasan lebih lanjut, Dara langsung menutup telepon. Ia tahu pas
Perlahan Alvian melepas semua pakaian Dara,lalu pakaiannya sendiri. Melihat Dara tidak ada penolakan, Alvian mengulumsenyum.Sehingga Alvian leluasa melancarkan aksinya,karena Dara pun menerima. Membalas setiap ciuman, serta desahannya membuat gairahAlvian semakin bangkit. 30 menit berlalu, hanya suara desahan danerangan yang terdengar di kamar rahasia Dara. Hingga pada akhirnya merekaberdua melenguh panjang pertanda klimaks telah mereka dapatkan. Dara masihsetengah sadar, dan merasa kejadian yang baru saja dia alami hanyalah mimpi.Dara melanjutkan tidur.Sementara Alvian tersenyum getir, ada rasasesal di hatinya. Melakukan hubungan suami istri diam-diam seperti ini.Bergegas Alvian membersihkan diri di toilet yang ada di kamarnya. Lalumerapikan penampilannya. Tak lupa, sebelum ia meninggalkan kamar Dara, Alvian memasangkan kembali pakaian Dara yangtelah ia lepas, dan pergi begitu saja tanpa mematikan lilin biru miliknya. "Hah, rasanya nyaman sekali. Tubuhkuterasa lebi