Hola, happy reading and enjoy!
Chapter 7Erotic DesiresTian menyandarkan kepalanya di sandaran kursi mobil mewahnya yang berbahan bakar listrik. Mata pria tampan itu terpejam dan beberapa kali menghela napasnya dengan berat. Pikirannya kacau mengingat kejadian dua jam yang lalu di kamar mandi.Rencananya Tian akan menghadiri perjamuan di sebuah restoran yang tidak jauh dari gedung apartemen itu dan setelah beraktivitas seharian, ia perlu menyegarkan diri terlebih dahulu. Dikarenakan jarak rumahnya dirasa terlalu jauh, untuk menghemat waktu ia memutuskan untuk membersihkan diri di sana.Namun, tidak pernah terpikirkan olehnya jika Shashi memasuki kamar mandi di saat tubuhnya tidak mengenakan apa pun, begitu pula Shashi yang telah menanggalkan seluruh pakaiannya hingga suasana menjadi seribu kali lebih canggung dibandingkan dengan suasana saat mereka berbicara di ruang tamu."Maaf, Tuan Li, saya salah kamar," erang Shashi seraya menutupi dadanya menggunakan kedua lengannya. Kulit wajah wanita itu memerah, tatapan matanya terlihat panik dan kebingungan.Memang seharusnya kamar utama menjadi kamar Shashi, dirinyalah yang salah karena telah menempatkan Shashi di sana tetapi tidak menempatkan Shashi di kamar utama. Seharusnya ia memberikan hak penuh apartemen itu kepada Shashi, bukan malah masih menjadikan kamar utama sebagai kamarnya karena kepulangan Shashi bukan untuk tinggal satu atap dengannya.Tian kembali menghela napasnya, berusaha menepis bayangan tubuh telanjang Shashi yang menari-nari memenuhi rongga kepalanya. Bahkan sepanjang perjamuan tadi, pembicaraannya bersama rekan bisnisnya bayangan Shashi sama sekali tidak menjauh barang sedetik dari otaknya hingga sangat merusak konsentrasinya."Sial!" geramnya kepada dirinya sendiri yang tidak bisa berpikir jernih.Ia terus bertanya-tanya di benaknya seperti apa rasanya mencumbui kulit leher Shashi? Atau seperti apa rasanya mengecup tulang selangka wanita itu? Juga penasaran seperti apa lembutnya rambut Shashi jika tergerai di dadanya dan seperti apa jika lengannya melingkarkan di pinggul ramping Shashi.Rasa penasaran telah mengambil alih seluruh pikiran warasnya, jelas Tian sudah tidak bisa mengendalikan dirinya karena faktanya ia kini telah memarkirkan mobil di basemen parkir gedung apartemen yang ditempati Shashi.Sedikit jengkel karena dirinya bertingkah seperti bukan dirinya. Meskipun begitu nyatanya ia tidak mengurungkan niatnya untuk kembali bertemu Shashi. Sedikit pun tidak. Satu-satunya harapannya adalah Shashi sudah tidur, dengan begitu ia bisa diam-diam melihat wanita itu, atau merasakan lembutnya rambutnya kemudian pergi.Namun, saat ia memasuki unit tempat tinggal Shashi yang didapati justru Shashi mengenakan piyama berwarna merah muda bergambar kartun Snoopy sedang duduk di sofa bersama An. Wanita itu duduk dengan posisi kaki di tekuk di atas sofa dan memeluk mangkuk yang mengepulkan asap dan aroma yang menyengat. Rencananya sudah jelas gagal dan jika ia datang tanpa ada alasan yang masuk akal, itu akan terkesan sangat janggal."Tuan Li?" sapa An yang tampak terkejut mendapati kehadiran Tian di sana.Shashi menurunkan kakinya, bibirnya terbuka, dan mengerjapkan mata beberapa kali. "T-tuan...."Tian bersumpah jika ekspresi gugup Shashi sangat menggemaskan dan rona merah di pipi wanita itu menghantarkan kehangatan ke pembuluh nadinya."Apa yang kau makan?" tanya Tian dan berdiri di belakang sofa yang diduduki Shashi."Ini... mi instan," desah Shashi.Apa Shashi selalu bersikap gugup sepeti itu di hadapan semua orang? Tian bertanya-tanya dalam benaknya karena sejak pertama bertemu Shashi, ekspresi wanita itu selalu gugup dan canggung."Makanan itu tidak baik untuk kesehatanmu," ujar Tian."Nona, saya sudah memperingatkan Anda tadi." An menatap Shashi seolah takut disalahkan oleh Tian, dianggap tidak becus mengurus Shashi.Sementara Shashi meringis kepada An. "Saya hanya mencicipi, mi ini milik An."Kali ini An melongo, tetapi ia segera memahami Shashi yang mengerjapkan mata memberi kode dan mengambil mangkuk dari tangan Shashi. Sedangkan Tian diam-diam melengkungkan bibirnya karena kelicikan Shashi seraya matanya mengikuti An yang bangkit dari duduknya, meninggalkan Shashi bersamanya.Tian meletakkan telapak tangannya di atas kepala Shashi dan dengan lembut mengusap-usap rambut Shashi. Rambut yang ingin disentuh dan rambut itu selembut yang dibayangkan."Jam berapa biasanya kau tidur?" tanya Tian dengan suara lembut.Shashi cukup terkejut karena Tian meletakkan telapak tangannya di atas kepalanya. Dengan canggung ia mendongak dan menggeser posisi duduknya untuk menatap Tian."Saya biasa tidur larut malam," jawab Shashi dengan suara pelan.Alis Tian melengkung cukup dalam. "Apa yang kau lakukan hingga kau terbiasa tidur larut malam?"Shashi merasa lebih mudah berkonsentrasi membuat desain gaunnya saat tengah malam sehingga terkadang pukul tiga pagi ia baru meletakkan penanya dan masuk ke dalam selimut."Saya membuat desain gaun di malam hari.""Itu juga tidak sehat. Kau harus mulai mengubah kebiasaan itu." Tian menjauhkan tangannya dari kepala Shashi. "Ada beberapa hal yang harus kita bicarakan, apa kau tidak keberatan jika kita bicara sekarang?"Shashi mengangguk. "Tentu saja tidak."Seingat Tian, di unit itu terdapat ruangan yang telah dirancang sebagai tempat bekerja dan belum pernah digunakan olehnya. Mungkin mereka bisa bicara di sana, tetapi kemudian Tian berubah pikiran karena sepertinya tempat itu terlalu formal. Ia justru khawatir Shashi akan merasa kurang nyaman jika mereka berada dalam ruangan seperti itu."Bagaimana jika kita bicara di meja makan?" tanya Tian.Shashi mengangguk dan mengikuti Tian. Di meja makan mereka duduk berhadap-hadapan dan seorang pelayan datang untuk menawarkan teh tetapi Tian menolaknya. Jika ada anggur, atau minuman beralkohol lain Tian lebih memilihnya agar dapat mengaburkan kekacauan di otaknya."Kapan An akan membawamu mengunjungi studio yang akan kau tempati?" tanya Tian membuka percakapan yang tidak lebih hanya sekedar basa-basi karena tentunya An sudah tahu apa yang harus dilakukannya.Shashi tersenyum tipis. "Besok rencananya kami akan ke sana untuk melihat apa saja yang kurang dan kami juga berencana pergi membeli beberapa barang."Tian menjilat bibirnya. "Bagus. Jika ada hal-hal yang tidak sesuai dengan keinginanmu, jangan ragu untuk membicarakannya denganku.""Saya mengerti, Tuan Li."Tian merogoh saku jasnya dan mengeluarkan dompetnya lalu mengeluarkan sebuah kartu bank. Ia meletakkannya di atas meja."Dan sebelum akun bank atas namamu di sini dicetak, kau bisa gunakan ini untuk membayar semua pengeluaranmu," kata Tian seraya mendorong kartu itu ke arah Shashi.Shashi memiliki tabungan yang cukup untuk keperluannya, juga keperluan studionya. Tetapi, kejadian di kamar mandi mengingatkannya jika pria di depannya tidak menyukai adanya penolakan. Di kamar mandi dua jam yang lalu Tian memerintahnya untuk menggunakan tempat itu dan bermaksud untuk menggunakan kamar mandinya sendiri, tetapi Tian dengan tegas mengatakan tidak senang dengan sikapnya.Jadi, Shashi menerima kartu itu meskipun mungkin tidak akan menggunakannya. Karena itu ia tidak bertanya kode keamanan kartu itu kepada Tian."Baik, Tuan. Terima kasih," ucap Shashi.Sudut bibir Tian berkedut pelan, diam-diam ia tersenyum puas karena kepatuhan Shashi. "Dan karena kau berada di bawah pengawasan dan tanggung jawabku, kuharap kau tidak keberatan dengan aturan-aturan yang nantinya harus kau patuhi di sini."Shashi menatap Tian. "Aturan?"Tian membalas tatapan Shashi beberapa detik kemudian pandangannya turun ke bibir dan dagu wanita di depannya. Demi Tuhan, ia ingin mencicipi bibir yang terlihat lembut itu.Tian berdehem. "Kau tidak diperbolehkan membawa orang asing-siapa pun ke sini kecuali aku mengizinkannya dan aku juga harus tahu siapa saja orang yang bergaul denganmu di Guangzhou."Uh, ternyata dia masih seperti Li BoYan yang diktator.Bersambung....Jangan lupa untuk tinggalkan komentar dan Rate!Terima kasih dan salam manis dari Cherry yang manis.🙃♥️🍒Hola, happy reading and enjoy!Chapter 8The Lucky OneYenny Su, wanita berusia dua puluh lima tahun itu mengemasi kertas-kertas yang berserakan di atas meja kerjanya, keletihan terlihat di wajah cantiknya dan beberapa kali pemilik rambut sebahu itu menghela napas dalam-dalam lalu bergegas keluar dari ruang kerjanya.Membangun perusahaan rupanya tidak semudah membalikkan telapak tangan. Selama empat tahun, entah berapa kali kegagalan yang dialami hingga dirinya nyaris menyerah. Beberapa kali bisnis kecantikan yang dibangun berada di ambang kebangkrutan dan terseok-seok pertumbuhannya. Namun, sekarang semuanya terbayarkan karena bisnis produk kecantikan kulit yang digelutinya menjadi salah satu produk yang paling dicari di Tiongkok. Itu semua tentu saja berkat kegigihannya juga dukungan penuh dari ibunya.Ibunya adalah wanita yang luar biasa penyayang, wanita terbaik yang pernah Yenny temui sepanjang hidupnya. Sebagai putri satu-satunya keluarga Bao, seharusnya Yenny tidak perlu beker
Hola, happy reading and enjoy!Chapter 9Afternoon Tea with KaiHanya berselang tiga hari setelah pertemuannya dengan Nenek Gu di pemakaman, Shashi pergi ke kedai teh karena wanita tua itu ingin ditemani minum teh lagi. Untungnya semua pekerjan menata studio hari ini sudah selesai meskipun masih ada beberapa yang perlu dibenahi. Tetapi, itu bisa dikerjakan besok. Beruntung Nenek Gu mengajaknya bertemu di kedai teh yang lokasinya tidak sulit untuk ditemukan, tempatnya berada tidak jauh dari stasiun kereta listrik.Shashi memilih menggunakan kereta listrik meskipun sebenarnya dapat mengemudikan mobil sendiri untuk menuju kedai itu, atau meminta sopir mengantarkannya. Tetapi, ia justru memilih menggunakan transportasi agar lebih mengenal kota yang akan menjadi tempat tinggalnya hingga entah sampai kapan nanti.Shashi tiba di kedai kopi lima belas menit sebelum waktunya, seharusnya ia tidak terlambat. Tetapi, fakta Nenek Gu telah berada di sana membuatnya terkejut. Ia buru-buru melangka
Hola, happy reading and enjoy!Chapter 10Our DinnerShashi menikmati teh dan dimsum yang tersaji di sembari mendengarkan Nenek Gu bercerita tentang kehidupannya. Kepahitan hidup tepatnya. Dimulai perceraian dengan suaminya, kemudian merawat putra semata wayangnya dan harus kembali menerima kenyataan pahit karena menantunya meninggal saat melahirkan Kai kemudian merawatnya sendiri karena ayah Wen Kai menikah lagi.Kemudian Nenek Gu juga menceritakan masa kecil Wen Kai dan setiap kali Nenek Gu menceritakan kenakalan Wen Kai, Shashi dapat menangkap kasih sayang yang sangat besar di mata Nenek Gu. Wen Kai sungguh beruntung karena dibesarkan oleh wanita yang penuh kasih sayang dan tentunya hebat karena bukan hanya membesarkan Kai sendirian, Nenek Gu juga harus mencari nafkah dengan mengelola usaha keluarga yang sudah turun-temurun diwarisinya di tengah gempuran era pengobatan modern."Nah, kalian lanjutkan obrolan kalian," ucap Nenek Gu dan wanita itu mengambil tasnya yang diletakkan di k
Chapter 11My PetYenny berdiri di depan cermin mengamati gaun tanpa lengan berwarna merah muda pudar dengan model plisket pada bagian roknya yang mencapai atas mata kaki dipadukan dengan sandal senada. Ia memutar bahunya ke kanan dan ke kiri untuk memastikan segala sesuatu yang melekat di tubuhnya sesuai dengan yang diinginkan."Ma, bagaimana penampilanku?" tanyanya kepada Nyonya Bao untuk ke sekian kalinya. Nyonya Bao melirik tumpukan gaun yang telah dicoba oleh Yenny dan sedang dibereskan oleh pelayan kemudian mendekati Yenny dan berdiri di belakang putri angkatnya. Wanita itu tersenyum dan matanya menatap pantulan bayangan Yenny di cermin. "Berapa kali harus kukatakan pada putriku ini? Kau selalu cocok mengenakan apa pun di tubuhmu." "Aku tidak yakin jika Tian menyukai penampilanku." Yenny mendengus pelan. "Dia... tidak pernah memujiku," ucapnya dengan lirih. Nyonya Bao menyentuh pundak Yenny dengan lembut. "Terkadang laki-laki memilih menyimpan kekaguman mereka di dalam hatin
Hola, happy reading and enjoy!Chapter 11.2Evil PrinceBao Xia Lin berdiri untuk menyambut pangeran dari Dongli yang datang untuk menemui kakaknya, ia tersenyum dan memberikan hormat. "Salam untuk Pangeran Li BoYan, terima kasih telah sudi mengunjungi saya," kata Bao Xia Lin.Pria tampan itu tidak membalas senyum Bao Xia Lin, hanya sudut bibirnya yang berkedut. Seolah seluruh rumor yang beredar benar adanya, Xia Lin menelan ludah karena pilihan kakaknya untuk menyelidiki kakaknya sepertinya langkah yang tepat."Salam untuk Tuan Putri, Bao Xia Yan," ucap Li BoYan dengan nada datar. Keduanya kemudian duduk di kursi dan Bao Xia Lin menuangkan teh untuk Sang Pangeran seraya matanya diam-diam melirik pangeran yang dirumorkan memiliki perangai dingin. Memang pangeran memiliki paras yang rupawan, gadis mana yang tidak terpikat dengan ketampanannya? Tetapi, kalau perangainya tidak sebaik rupanya yang menawan, bagi Xia Lin ketampanan Li BoYan menjadi tidak menarik lagi. "Pangeran, silakan
Chapter 12Blaming HimselfShashi mencoba meraba-raba nakas di samping tempat tidur untuk mencari keberadaan ponsel yang berdering dan sangat mengganggunya. Meskipun Tian telah memperingatkan untuk tidak tidur larut malam, Shashi tetap menjalani kebiasaannya seperti saat berada di Milan. Susah payah Shashi membuka sebelah matanya dan mengambil ponselnya. Dengan malas ia menggeser layar untuk menjawab panggilan telepon dari orang yang kurang ajar meneleponnya pagi-pagi sekali. "An, demi Tuhan. Ini masih jam tujuh," erangnya. Tanpa menunggu An berbicara, Shashi memutuskan panggilan teleponnya dan menekan tombol kecil di samping kiri atas ponsel lalu melemparkan ponsel yang telah dalam mode senyap ke sembarang. Ia masih memerlukan tidur satu atau dua jam lagi, bahkan jika perlu tiga jam. Selama berkarir di Milan belum pernah ada klien yang datang pagi-pagi sekali ke studionya dan Shashi bersyukur karenanya. Ia bisa datang ke studio pukul sepuluh sehingga ia memiliki waktu yang cukup
Hola, happy reading and enjoy!Chapter 13My Pawn"Nona Bao," sapa An seraya membantu Shashi keluar dari mobil yang dikemudikan Tian.Shashi sedikit membungkuk untuk berterima kasih kepada Tian kemudian ketika mobil bergerak perlahan menjauh, ia mendengus dengan kasar dan melangkah memasuki mall."Aku sangat lelah," ucapnya dengan nada jengkel.Kejengkelannya bertambah karena calon kliennya meminta bertemu di restoran terletak di sebuah mall, padahal menurut Shashi lebih praktis mereka bertemu di studio karena jika calon kliennya itu cocok dengan desain dan harga yang ditawarkan, ia bisa langsung mengukur tubuh calon pengantin.An mengerutkan keningnya. "Apa Anda baik-baik saja?" "Tidak. Aku hampir tidak sanggup berdiri dan aku sangat mengantuk," sahut Shashi dengan bersungut-sungut. "Apa Tuan Li memarahimu tadi?" Bukan dimarahi, tetapi disiksa lebih tepatnya. Tian menyuruhnya berlari keliling lapangan basket sebanyak lima kali dan Tian tidak berbelas kasih meskipun napas Shashi su
Chapter 14Maybe Match?"An, aku sangat lapar," desah Shashi saat mereka keluar dari restoran seraya menekan tengkuknya yang terasa pegal. Untungnya setelah hampir dua jam terpaku di kursi restoran untuk membuat desain yang diinginkan putri angkat ayahnya yang manja itu, akhirnya Shashi dapat meyakinkan Su Yenny untuk membuatkannya gaun. "Di lantai lima ada banyak pilihan makanan, apa Anda ingin ke sana?" tanya An. Kecenderungannya aneh memang, mereka baru saja keluar dari restoran tetapi Shashi malah kelaparan. Hal itu dikarenakan ia tidak berselera dengan menu yang ditawarkan restoran yang baru saja mereka tinggalkan atau mungkin juga karena Su Yenny. Ia merindukan Bao Xia Yan, tetapi juga entah kenapa hatinya terasa sakit berhadapan langsung dengan Su Yenny. Mungkin karena dirinya merasakan iri terhadap kemujuran Su Yenny yang dibesarkan di tengah-tengah keluarga Bao. Menurut informasi yang Shashi dapatkan, Su Yenny sangat dimanjakan oleh keluarga Bao.Su Yenny mendirikan bisni