Hawa dingin yang menusuk kulit, serta rasa sakit dan nyeri pada sebagian besar tubuh kecilku, membuatku perlahan-lahan terjaga.Dengan gerakan lambat, aku membuka mata. Pencahayaan di ruangan ini juga agak remang-remang. Namun, untungnya, aku masih bisa melihat dengan cukup jelas.“Hm? Di mana bintang-bintangku? Kenapa langit-langit kamarku jadi putih bersih?” batinku bingung seraya mengerjap lambat dan berusaha menajamkan penglihatan.Di langit-langit kamarku, ada banyak mainan berbentuk bintang yang bisa bersinar dalam gelap. Mainan itulah yang selama ini membuatku tidak takut ketika lampu kamar dimatikan, atau ketika listrik padam. Tetapi, di mana mainanku?Kemudian, aku menoleh ke kanan. Biasanya, ada boneka beruang
"... And I'm sorry."Spontan, aku menatap Zean bingung.Kenapa Zean tiba-tiba minta maaf?"I'm sorry that I wasn't there when you got through it, Anna."Spontan, aku membulatkan bibir.OOH ITU!"No, Zean." Aku menggeleng seraya menatapnya tidak setuju."You don't need to apologize
Sedikitnya, aku sudah mengira kalau kedatanganku ke kampus tidak akan setenang biasanya. Tetapi, aku tidak menyangka kalau akan seberisik ini. Aku sudah menduga dan mengantisipasi kalau akan ada lirikan tajam yang dikombinasikan dengan kasak-kusuk saat aku lewat. Namun, aku agak kaget karena ternyata ada juga yang terang-terangan berbicara buruk tentang keluargaku dengan tatapan menghakimi yang ditujukan padaku di muka umum. Well, apa lagi kalau bukan karena kasus Papa Ian yang masih belum beres. Sidang terakhirnya ditunda karena salah satu anggota hakim mendadak mengalami serangan jantung sebelum sidang dimulai. Well, meskipun hal itu benar-benar sebuah kebetulan, tetapi ternyata ada saja pihak yang menciptakan
Begitu dosen menutup materi pembelajaran hari ini, aku langsung mengeluarkan gawaiku dan mengirimkan pesan pada Lucas.Posisi?Lucas AbalabalMasih di perpus, Kak.Kelasnya udah selesai?Udah.Kenapa?Lucas AbalabalSini buruan.Why?Sambil menunggu balasannya, aku membereskan peralatan tulisku yang masih tercecer di atas meja, dan memasukkannya ke dalam tas. Namun, sampai aku selesai beberes, pesan
Begitu melihat nama yang muncul di gawaiku, aku segera mengusap lingkaran hijau ke atas agar telpon tersambung, lalu menempelkan benda itu di telingaku.“Hallo? Ada apa, Luke?”“Kak Eka di mana?” tanya Lucas langsung to the point. Ia bahkan tidak mau repot-repot mengucapkan salam. Tetapi, karena aku sendiri sedang malas berbasa-basi, kali ini kubiarkan.“Aku lagi di⏤” Aku melihat sekitar. “Dekat parkiran C. Kenapa?”“Oke. Aku otw ke sana,” jawabnya langsun
"Kak Eka kok masih di sini?" Ketika aku sedang sibuk memikirkan bagaimana cara membawa Rian tanpa menimbulkan gosip, suara seseorang dari arah atas tangga membuatku terkejut. Saat aku menoleh ke arah asal suara, Lucas yang sedang menuruni tangga dengan riang itu menatapku sok kaget. "Nunggu siapa, Kak? Nungguin aku ya?" lanjutnya kemudian, sambil menaik turunkan alis menggoda ke arahku. Spontan, aku melirik ke arah Rian, menunjuk pemuda itu dengan gerakan kepala untuk menjawab Lucas. "Dia cedera," jelasku singkat. Lucas pun menoleh ke arah yang kutunjuk. Semula, pemuda itu mengernyitkan dahi. Wajahnya tampak bingung. Namun, setelah ia mengenali identitas pemuda yang berdiri bersandar di dinding di dekatku, wajahnya berubah menjadi benar-benar terkejut. "Ya ampun! Kak Eka banting dia lagi?" tuduhnya tiba-tiba. "NGACO! NGGAK, WOY!" sanggahku langsung dengan nada tinggi, karena kaget, seraya menatapnya tidak terima. "Kakinya cedera karena jatuh dari tangga," jelasku spontan den
"Tunggu di sini sebentar, ya. Saya panggilkan dokter Reefhitch dulu."Aku mengangguk pelan sambil tersenyum."Terima kasih, Suster," ucapku sebelum perempuan muda itu pergi.Ketika kami tiba di rumah sakit beberapa menit yang lalu, Lucas langsung menghentikan mobil di depan pintu IGD.Beruntung, perawat yang menyambut kami langsung mengenaliku. Jadi, setelah membantu membaringkan Rian ke brankar terdekat yang masih kosong dan memeriksa organ vital pemuda itu, ia berinisiatif untuk memanggil kak Naki sebelum kuminta.Otomatis, setelah perawat itu pergi, yang tersisa hanya aku dan Rian berdua saja, karena Lucas masih belum kembali dari memarkirkan mobil.Krik krik
"Kenapa, Kak? Diagnosisku keliru, ya? Lukanya lebih parah?" tanyaku waswas.Alih-alih menjawab pertanyaanku, Kak Naki malah memalingkan wajah hingga ia dan Rian bertemu pandang."Kakimu terkilir, tapi jika dilihat dari kondisinya, ada kemungkinan kalau ada keretakan tulang juga. Jadi, kusarankan untuk me-rontgen kaki dan juga bahumu yang baru sembuh."Begitu mendengar diagnosis kak Naki, aku langsung menatap Rian kaget.Jangan-jangan tadi Rian keberatan dipapah oleh Lucas karena bahunya sakit? Tapi kenapa ia tidak bilang?Sejenak, kami bertemu pandang. Namun, Rian segera mengalihkan pandangan dariku. Namun, entah kenapa, aku mendap