Share

[BAB 4] Pesan Tersirat: Siapa Sebenarnya Aku?

Kegelapan yang mencekam menyambut kedua mata Zevana begitu kelopak mata itu terbuka. Entah bagaimana bisa Zevana secara tiba-tiba terbangun di tengah hutan. Udara dingin jatuh menusuk pori-pori seiring Zevana bangkit posisi menjadi duduk.

Butuh waktu beberapa detik bagi Zevana untuk memperhatikan sekeliling. Siluet pepohonan menjulang tinggi, siluet dedaunan yang tumbuh lebat menutup akses cahaya bulan, dan suara-suara hewan hutan sahut-bersahutan.

Tunggu, ini pasti masih mimpi, elaknya dalam hati ketika agak kesulitan berdiri dari duduk. Tubuhnya bergerak sempoyongan sambil menjulurkan tangan, meraba-raba sekitar.

Ini mengerikan. Tidak ada cahaya membuat pergerakan Zevana sungguh kesulitan. Zevana merasakan seluruu bulu kuduknya seketika meremang mendengar nada-nada siul burung hantu.

Masalahnya, Zevana tidak bisa melihat wujud burung hantu itu. Netra Zevana hanya menangkap siluet-siluet sekitar.

"Cahaya, di mana ca—" kalimat Zevana seketika terhenti setelah sepasang matanya menemukan cahaya benda sebentuk bola lampu.

Zevana langsung berbalik badan dan mendekati benda bercahaya itu, mengambilnya, kemudian memperhatikan lamat-lamat.

"Bukannya ini bola kekuatan milikku?" gumam Zevana.

Wajah Zevana terangkat kembali. Dia mulai memutar ingatan beberapa saat lalu: dirinya meninggalkan ruang tamu, pergi ke kamar, tidur sembari mendekap bola Agyss miliknya. Potongan-potongan ingatan itu justru membuat Zevana semakin ketakutan.

Lantas kenapa Zevanna bisa tiba-tiba berada di sini?

Srek. Srek. Srek.

Zevana sontak terlonjak menoleh ke sumber suara dan memandang awas. Sialnya Zevana baru teringat kalau keadaan terlalu gelap.

"Siapa di sana?" tanya Zevana sambil menjulurkan bola kekuatan di tangannya sekarang.

Tidak ada jawaban.

Cahaya dari bola kekuatan ini tidak bisa menerangi sampai jarak jauh. Pandangan Zevana terbatas. Matanya memicing ke segala arah sembari mundur perlahan-lahan. Gestur tubuhnya menjadi sigap.

"Siapa di sana?!" Volume suara Zevana naik, menjadi pantulan gema di antara sunyi senyap hutan.

Srek. Srek. Srek.

Zevana meneguk ludah. Pikirannya dibingungkan dua hal: suara gesekan langkahnya sendiri dan suara gesekan langkah entah siapa. Keduanya seakan menyatu dan suaranya nyaris senada.

Kenapa tidak ada manusia sama sekali? Apakah John yang membawaku dan meninggalkanku sendiri di sini?!

Sungguh Zevana ingin menjerit. Namun tenggorokannya terasa tercekat. Deru napasnya tidak beraturan seiring atmosfer dingin kian lama kian mencekam.

"Siapa—"

"MEOOWW!"

"Astaga!"

Hampir saja Zevana tersungkur ke belaksng karena kakinya tersandung ranting. Beruntung Zevana mampu menahan diri agar tidak limbung ke belakang.

"Aish! Kucing sialan!" rutuk Zevana kepada kucing hitam yang tiba-tiba berlari di depannya.

Zevana mendesis kesal, menengok ke bawah untuk memeriksa kakinya. Beruntung lagi tidak ada luka apa-apa. Tidak ada yang tergores parah.

"Kenapa aku bisa terjebak di sini?" suara mengeluh Zevana menyerupai bisikan di antara hening suasana.

Meski merasa jengkel sekali, Zevana memaksakan diri untuk melanjutkan langkah. Bergerak menembus ilalang-ilalang panjang sambil sesekali menebas ilalang itu menggunakan tangannya.

"Zevana … Zevana …."

Baru beberapa langkah maju, langkah Zevana sudah berhenti kembali. Sekujur tubuhnya menegang sempurna. Suara bisikan halus itu terdengar dekat sekali, seakan-akan berada di belakang atau sampingnya.

Zevana terpaku di tempat. Tenggorokannya kembali tercekat. Dirasakan gelenyar aneh dalam dadanya seumpama perasaan tidak enak yang mengerikan. Dia yakin sekali tidak ada orang lain di sekitarnya yang terlihat.

Kecuali …

"Zevana … apa kau tidak merindukanku?"

Zevana meneguk ludah, terasa pahit. Rasa penasaran yang menggebu-gebu membuatnya menggerakkan kepala perlahan. Hendak mencari siapa yang sebenarnya bersuara.

"Zevana …."

Dengan wajah gemetar, Zevana sudah hampir menoleh ke belakang. Namun secara tiba-tiba embusan angin dingin menerpa wajah. Memancing Zevana untuk kembali memandang ke depan.

Tubuh Zevana membeku menyaksikan lingkaran kabut hitam berputar-putar. Semula hanya kabut samar-samar, lalu kian lama kian menjadi kabut hitam pekat. Berputar-putar membentuk pusaran hingga lama-lama memunculkan sesuatu di tengah pusaran lingkaran kabut.

"Zevana …."

Tidak, ini pasti mimpi, Zevana berusaha mengelak apa yang dilihatnya sekarang.

Zevana bergerak mundur pelan-pelan. Kabut yang muncul dari tengah pusaran itu membentuk kepala, rambut kusut menjuntai, tangan, jari-jari panjang yang mengerikan, dan setengah tubuh yang mengapung di tengah pusaran kabut hitam pekat.

"Rupanya kau tumbuh seperti ini. Bagaimana rasanya hidup kembali?"

Hampir saja Zevana memekik kalau tidak menutup mulutnya sendiri. Bola agyss berwarna krem miliknya jatuh menggelinding ke sampingnya.

"Kau terkejut? Selama berabad-abad aku tidak menemukanmu. Zevana … bukankah kematian itu menyenangkan?"

"K-kau siapa?" suara Zevana mencicit ketakutan. "Kenapa kau bicara padaku?!"

"Apakah kematian itu membangkitkan gairahmu, Zevana? Bukankah membosankan harus memiliki kehidupan panjang tanpa kematian?"

"KAU SIAPA?!" Lantang suara Zevana keluar begitu saja karena desakan rasa takut.

Kedua kaki Zevana melangkah mundur satu per satu. Sesegera mungkin Zevana meraih bola agyss miliknya.

"J-jangan mendekat! Jangan …" Zevana gugup setengah mati. Matanya gentar memandang wanita kabut beberapa meter dari depan matanya. "Aku bisa mencelakakan—"

"Kau seharusnya tidak hidup, Zevana. Apakah dewa masih menyayangimu? Sayang sekali …."

Kalimat wanita kabut itu menggantung ketika salah satu lengannya terangkat. Sebuah benda berbentuk lingkaran memancarkan sinar hitam pekat muncul, mengapung di atas telapak tangan wanita itu.

Zevana tercengang selama memandangi bola entah apa. Kian diperhatikan kian dirinya merasa familier. Benda itu menyerupai bola kekuatan agyss miliknya. Namun berbanding terbalik dari bola kekuatan miliknya yang bersinar, bola agyss itu justru menampakkan kelam.

Hati Zevana terasa nyeri ketika semakin memandangi bola kekuatan agyss itu. Mengapa rasanya ada koneksi dalam hatinya?

"Sayang sekali, agyss-mu sudah berada di tanganku. Dan kau harus menyaksikan … agyss-mu berkhianat darimu!"

Kejadian berlangsung begitu cepat. Zevana baru saja melangkah mundur untuk menghindar, tetapi kabut itu tiba-tiba saja menerjang maju. Mengangkat bola agyss hitam kelam di tangannya, lalu hendak menargetkan titik jantung Zevana.

"KAU HARUS MATI, ZEVANA!"

"TIDAAAK!"

"ZEVANA! ZEVANA!"

"ARGHHH!"

Zevana mendadak tersentak duduk, terbangun dari mimpi buruknya yang amat menyakitkan. Napasnya memburu. Degup jantungnya berdetak amat kuat sampai

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status